Senin, 02 Mei 2011

teknik pembakaran

Bahan Bakar dan Pembakaran
1
BAHAN BAKAR DAN PEMBAKARAN
I. Pengertian Umum
I.1 Bahan Bakar
Ditinjau dari sudut teknis dan ekonomis, bahan bakar diartikan sebagai bahan
yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran tersebut dengan sendirinya,
disertai dengan pengeluaran kalor. Bahan bakar dibakar dengan tujuan untuk
memperoleh kalor tersebut, untuk digunakan baik secara langsung maupun tak
langsung. Sebagai contoh penggunan kalor dari proses pembakaran secara langsung
adalah:
- untuk memasak di dapur-dapur rumah tangga,
- untuk instalasi pemanas,
sedang contoh penggunaan kalor secara tidak langsung adalah:
- kalor diubah menjadi energi mekanik, misalnya pada motor bakar,
- kalor diubah menjadi energi listrik, misalnya pada pembangkit listrik tenaga diesel,
tenaga gas dan tenaga uap.
Beberapa macam bahan bakar yang dikenal adalah:
- bahan bakar fosil, seperti: batubara, minyak bumi, dan gas bumi.
- bahan bakar nuklir, seperti: uranium dan plutonium.
Pada bahan bakar nuklir, kalor diperoleh dari hasil reaksi rantai penguraian atom-atom
melalui peristiwa radioaktif.
- bahan bakar lain, seperti: sisa tumbuh-tumbuhan, minyak nabati, minyak hewani.
Bahan bakar konvensional, ditinjau dari keadaannmya dan wujudnya dapat
padat, cair atau gas, sedang ditinjau dari cara terjadinya dapat alamiah dan non-alamiah
atau buatan atau “manuvactured”. Termasuk bahan bakar padat alamiah ialah: antrasit,
batubara bitumen, lignit, kayu api, sisa tumbuhan. Termasuk bahan bakar padat non-
alamiah antara lain: kokas, semi-kokas, arang, briket, bris, serta bahan bakar nuklir.
Bahan bakar cair non-alamiah antara lain: bensin atau gasolin, kerosin atau minyak
tanah, minyak solar, minyak residu, dan juga bahan bakar padat yang diproses menjadi
bahan bakar cair seperti minyak resin dan bahan bakar sintetis. Bahan bakar gas
alamiah misalnya: gas alam dan gas petroleum, sedang bahan bakar gas non-alamiah
misalnya gas rengkah (atau cracking gas) dan “producer gas”.
I.2 Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang
dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor.
Pembakaran spontan adalah pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahan-
lahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk
menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan sampai mencapai suhu nyala.
Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua konstituen yang dapat
terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO 2 , air (= H 2 O), dan gas SO 2 , sehingga
tak ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.
Bahasan ini dibatasi hanya pada bahan bakar dan proses pembakaran yang
biasa terjadi dalam industri.
II. Komposisi dan Spesifikasi Bahan Bakar
II.1 Komposisi
Bahan bakar fosil dan bahan bakar organik lainnya umumnya tersusun dari
unsur-unsur C (karbon), H (hidrogen), O (oksigen), N (nitrogen), S (belerang), P
(fosfor) dan unsur-unsur lainnya dalam jumlah kecil, namun unsur-unsur kimia yang
penting adalah C, H dan S, yaitu unsur-unsur yang jika terbakar menghasilkan kalor,
dan disebut sebagai “bahan yang dapat terbakar” atau “combustible matter”, disingkat
dengan BDT.
Unsur-unsur lain yang terkandung dalam bahan bakar namun tidak dapat
terbakar adalah O, N, bahan mineral atau abu dan air. Komponen-komponen ini disebut
Bahan Bakar dan Pembakaran
2
sebagai “bahan yang tidak dapat terbakar” atau “non-combustible matter”, disingkat
dengan non-BDT.
Secara singkat komposisi bahan bakar padat dinyatakan menurut:
a. Analisis pendekatan (proximate analysis), yaitu kandungannya akan BDT, air,
abu.
BDT terdiri dari:
- bahan yang bila terbakar membentuk gas atau uap, yaitu gas CO 2 , CO, SO 2 , uap
air. Bahan ini disingkat dengan BTG.
- bahan yang jika terbakar tidak membentuk gas, dan pembakaran lebih lanjut
terhadap bahan ini menghasilkan kokas. Bahan ini disebut “karbon tetap” atau
“fixed carbon” disingkat KT.
Setelah proses pembakaran:
- BTG: terbakar menghasilkan gas-gas CO 2 , CO, SO 2 , dan uap air yang
keluar sebagai gas asap atau gas buang.
- non-BDT: unsur O dan N membentuk gas-gas oksigen (O 2 ) dan nitrogen (N 2 ),
dan keluar sebagai gas asap. Komponen abu tetap tinggal di ruang pembakaran,
ditampung oleh penampung (“ash pit”), dan keluar sebagai sisa pembakaran
(“refuse”) disingakt SB.
- KT: terbakar membentuk kokas. Kokas mempunyai kandungan karbon
mendekati 100%.
b. Analisis tuntas (ultimate analysis), yaitu komposisi bahan sampai unsur-
unsurnya, seperti kandungan C, H, O, N, S, abu dan air. Air yang terkandung
dalam bahan bakar mencakup:
- air yang menempel secara mekanis,
- air senyawa, yaitu air yang dapat terbentuk jika unsur O dan H dalam bahan
bakar mempunyai perbandingan stoikiometeris.
Bahan bakar cair terdiri dari seyawa hidrokarbon atau campuran beberapa
macam senyawa hidrokarbon. Pada minyak bumi, kandungan hidrokarbon terdiri dari
C 5 sampai C 16 , meliputi seri parafin, napftena, olefin dan aromatik. Hidrokarbon-
hidrokarbon tersebut kadang-kadang merupakan senyawa ikatan dengan belerang,
oksigen dan nitrogen, yang jumlahnya beragam.
Bahan-bahan gas terdiri dari campuran senyawa-senyawa C dan H yang
mudah terbakar (CH 4 , C 2 H 6 , C 2 H 4 , C 2 H 2 , CO, H 2 dan lain-lain), serta gas -gas yang
tidak terbakar (N 2 , CO 2 , SO 2 ). Senyawa C dan H tersebut tidak selalu senyawa
hidrokarbon (CO, H 2 ). Contoh bahan bakar gas:
- Gas alam : merupakan campuran gas-gas parafin hidrokarbon jenuh seperti
metana, etana, gas nitrogen, gas karbon dioksida, dan lain-lain.
Kandungan air di dalam bahan bakar cair dan bahan bakar gas terbats pada harga nisbi
menurut kelarutanair di dalam cairan dan dalam gas tersebut. Kandungan air,
kandungan abu dan kandungan belerang dalam bahan bakar sangat menentukan mutu
bahan bakar tersebut, karena bahan-bahan tersebut mempengaruhi besarnya nilai kalor
dan sekaligus menentukan spesifikasinya.
II.2 Spesifikasi Dasar
Spesifikasi bahan bakar yang terpenting adalah:
a. Nilai Kalor atau “Heating Value” atau “Calorific Value” atau Kalor Pembakaran.
Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna 1 kilogram
atau satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau 1 meter kubik atu 1 satuan
volume bahan bakar gas, pada keadaan baku.
Nilai kalor atas atau “gross heating value” atau “higher heating value” adalah kalor
yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat
atau cair, atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap, suhu 25
0
C,
apabila semua air yang mula -mula berwujud cair setelah pembakaran mengembun
menjadi cair kembali.
Nilai kalor bawah atau “net heating value” atau “lower heating value” adalah kalor
yang besarnya sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh
air yang terkandung dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran
Bahan Bakar dan Pembakaran
3
bahan bakar untuk menguap pada 25
0
C dan tekanan tetap. Air dalam sistem,
setelah pembakaran berwujud uap air pada 25
0
C.
b. Kandungan Air di dalam Bahan Bakar
Air yang terkandung dalam bahan bakar padat terdiri dari:
- kandungan air internal atau air kristal, yaitu air yang terikat secara kimiawi.
- kandungan air eksternal atau air mekanikal, yaitu air yang menempel pada
permukaan bahan dan terikat secara fisis atau mekanis.
Air dalam bahan bakar cair merupakan air eksternal, berperan sebagai
pengganggu.
Air dalam bahan bakar gas merupakan uap air yang bercampur dengan bahan
bakar tersebut.
Air yang terkandung dalam bahan bakar menyebabkan penurunan mutu bahan
bakar karena:
- menurunkan nilai kalor dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan,
- menurunkan titik nyala,
- memperlambat proses pembakaran, dan menambah volume gas buang.
Keadaan tersebut mengakibatkan:
- pengurangan efisiensi ketel uap ataupun efisiensi motor bakar,
- penambahan biaya perawatan ketel,
- menambah biaya transportasi, merusak saluran bahan bakar cair (“fuel line”)
dan ruang bakar.
c. Kandungan Abu
Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tak dapat
terbakar (non-BDT) yang tertinggal setelah proses pembakaran dan perubahan-
perubahan atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Abu berperan
menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor. Di dalam dapur
atau dalam generator gas, abu dapat meleleh pada suhu tinggi, menghasilkan massa
yang disebut “slag”. Sifat kandungan abu dapat ditandai oleh perubahan-perubahan
yang terjadi bila suhunya naik. Kalau suhu diberi lambang t, maka:
t 1 = suhu pada saat abu mulai deformasi,
t 2 = suhu pada saat abu mulai lunak,
t 3 = suhu pada saat abu mulai mencair.
Kalau abu meleleh pada suhu t 3 < 1300
0
C, maka abu bertitik leleh rendah.
Kalau abu meleleh pada suhu 1300
0
C < t 3 < 1425
0
C; abu bertitik leleh sedang.
Kalau abu meleleh pada suhu t 3 > 1425
0
C; abu bertitik leleh tinggi.
Slag dapat menutup aliran udara yang masuk di antara batang-batang rooster (kisi-
kisi) dalam ruang pembakaran, menutupi timbunan bahan bakar dan merusak
dapur, serta abu yang terbawa oleh gas asap mengikis bidang pemanasan ketel.
d. Kandungan Belerang
Apabila bahan bakar yang mengandung belerang dibakar, belerang akan terbakar
membentuk gas belerang dioksida (SO 2 ) dan belerang trioksida (SO 3 ). Gas-gas ini
bersifat sangat korosif terhadap logam dan meracuni udara sekeliling.
e. Kandungan BTG dan Daya Pembentukan Kokas
Jika bahan bakar padat dibakar tanpa udara berlebihan, pertama -tama yang
menguap adalah air, baru kemudian gas-gas yang terbentuk dari terbakarnya BTG.
Sisa akhir pembakaran adalah KT atau kokas serta abu. Makin tua umur geologis
bahan bakar padat, makin rendah kandungan BTG-nya.
f. Berat Jenis (Spesific Gravity)
Berat jenis dinyatakan dalam gram per ml, dalam derajat API, dalam lb (baca:
“pound”) per galon, atau lb per cuft, dan derajat Baume. Berat jenis disingkat sp.
gr. atau sg.
Definisi: perbandingan berat bahan bakar terhadap berat air, diukur pada 60
0
F,
yang pada suhu tersebut berat air = 62.4 lb/cuft.
Sg bahan bakar cair berubah oleh suhu, karena adanya ekspansi, terlebih-lebih sg
bahan bakar gas.
Ada beberapa satuan sg seperti antara lain:
1. Sg 60/60
0
F =
5 . 131 API
5 . 141
0
+
, dimana
0
API diukur pada 60
0
F.
Bahan Bakar dan Pembakaran
4
2. =
130 Be
140
0
+
, dimana
0
Be diukur pada 60
0
F.
3. =
4 . 62
cuft / lb
, dimana lb/cuft diukur pada 60
0
F.
4. =
34 . 8
gal / lb
, dimana lb/gal diukur pada 60
0
F.
Banyak hubungan antara sg dengan sifat-sifat penting bahan bakar minyak, yaitu:
1. Untuk pembakaran pada volume tetap;
Nilai kalor atas, Btu/lb = 22 320 – [3 780 ´ (sg)
2
]
2. Untuk pembakaran pada tekanan tetap;
Nilai kalor bawah, Btu/lb = 19 960 – [3 780 ´ (sg)
2
] + (1 362 ´ sg)
3. Persen hidrogen, % = 26 – (15 ´ sg)
4. Kalor spesifik, Btu/lb
0
F = kal/gr
0
C =
( ) [ ]
sg
F t 00045 . 0 388 . 0 ° ´ +
5. Kalor laten penguapan, Btu/lb =
( ) [ ]
sg
F t 09 . 0 9 . 110 ° ´ -
Rumus pada butir 4 dan 5 sebenarnya hanya berlaku untuk bahan bakar
hidrokarbon murni tanpa adanya ikutan, namun karena biasanya bahan ikutan
jumlahnya kecil sekali, maka kedua rumus tersebut masih aman untuk digunakan.
g. Viskositas atau Kekentalan
Viskositas adalah kebalikan fluiditas atau daya alir. Makin tinggi viskositas makin
sukar mengalir. Mengingat kecepatan mengalir juga tergantung pada berat jenis,
maka pengukuran viskositas demikian dinyatakan sebagai “viskositas kinematik”.
Viskositas absolut = viskositas kinematik ´ berat jenis cairan.
Satuan viskositas antara lain: poise, gram/cm detik, atau dengan skala Saybolt
Universal diukur dalam detik.
Catatan: Agar minyak dapat dipompa harus mempunyai viskositas £ 10 000 detik
SU (Saybolt Universal), dan agar dapat dikabutkan dengan tekanan udara
³ 1 psi harus mempunyai viskositas £ 100 detik SU.
Pengaruh viskositas pada pengabutan sangat menentukan dalam mencapai
pembakaran sempurna dan bersih. Jika pengabutan berlangsung dengan viskositas
> 100 detik SU dan tekanan udara < 1 psi, maka butiran-butiran kabut minyak
terlalu besar hingga susah bercampur dengan udara sekunder. Akibatnya akan
terbentuk gumpalan karbon yang mengganggu burner dan dapur. Bagi minyak-
minyak berat, pemanasan pendahuluan harus dilakukan sebelum pengabutan.
Pemanasan pendahuluan ini gunanya untuk menurunkan viskositas sampai di
bawah 100 detik SU.
h. “Flash Point”
“Flash point” adalah suhu dimana bahan bakar terbakar dengan sendirinya oleh
udara sekelilingnya disertai kilatan cahaya.
Untuk menentukan kapan minyak terbakar sendiri, Pensky-Martens memakai
sistem “closed cup”, sedang Cleveland memakai “open cup”. Uji dengan open cup
menunjukkan angka 20-30
0
F lebih tinggi daripada dengan closed cup.
i. Titik Bakar atau “Ignition Point”
Titik bakar adalah suhu dimana bahan bakar cair yang dipanaskan pada keadaan
baku dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik.
j. Bau
Bau tak enak yang khas biasanya ditimbulkan oleh senyawa belerang dalam bahan
bakar cair. Senyawa itu adalah belerang hidrokarbon atau merkaptan yang bersifat
korosif.
k. Titik Anilin
Titik anilin adalah suhu dimana sejumlah volume yang sama dari bahan bakar cair
dan anilin tepat bercampur. Atau, suhu terendah dimana terjadi awan yang
disebabkan karena batas pemisahan fase cair dari campurannya yang homogen
sejumlah volume anilin yang sama dengan volume sampel menjadi hilang.
l. Faktor Karakterisasi dan Titik Didih
Faktor karakterisasi ini memberi petunjuk tentang watak dan sifat-sifat termal
fraksi minyak bumi. Di samping itu, juga menyatakan perbedaan sifat parafinitas
Bahan Bakar dan Pembakaran
5
hidrokarbon secara kuantitatif atau indeks parafinitas minyak bumi mentah. Faktor
karakterisasi UOP (Universal Oil Products Company) dinyatakan dalam K.
sg
3 T
K
B
=
T B = titik didih rata-rata pada 1 atmosfer dalam
0
Rankine.
III. Macam-macam Bahan Bakar
III.1 Bahan Bakar Padat
Bahan bakar padat yang biasa dipakai dalam industri dan transportasi adalah
batubara. Batubara termasuk bahan bakar fosil karena terbentuk dari sisa tumbuh-
tumbuhan yang mengalami proses geologis dalam jangka waktu jutaan tahun.
Berdasarkan perbedaan umur geologis, berturut-turut dari yang paling tua, batubara
dibagi sebagai:
- antrasit,
- semi -bitumen,
- bitumen,
- sub-bitumen,
- lignit.
Makin muda umur batubara, makin besar kandungan unsur hidrogennya, makin rendah
nisbah KT terhadap BTG. Karena berasal dari tumbuh-tumbuhan maka batubara
tersusun terutama oleh bahan organik. Untuk menyatakan komposisi batubara,
digunakan analisis pendekatan dan analisis tuntas. Nilai kalor berkisar antara 9 000-10
000 kkal/kg, yang dipengaruhi oleh kadar C, H dan S.
Beberapa rumus pendekatan yang diperoleh secara empiris, menyatakan
hubungan antara nilai kalor, kadar C, kadar H dan kadar S, ataupun kadar KT dan
BTG.
Rumus Dulong:
Nilai kalor atas, NKA = 14 490 C + 61 000 H a + 5 550 S
C, S, H a = fraksi berat karbon, belerang dan hidrogen bebas.
NKA = dalam Btu/lb.
Catatan: 1 Btu = 252 kalori
1 lb = 453.6 gram.
Rumus Calderwood:
C = ( )
55 . 1
kt
BTG
100 80 0053 . 0 S 5 . 40 NKA 00512 . 0 88 . 5
ú
û
ù
ê
ë
é
- ± - +
C, S, BTG, KT = % berat C, S, BTG, KT dalam batubara
Kalau 100 BTG/KT > 80, tanda pada suku terakhir negatif.
III.2 Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair yang biasa dipakai dalam industri, transportasi maupun
rumah tangga adalah fraksi minyak bumi. Minyak bumi adalah campuran berbagai
hidrokarbon yang termasuk dalam kelompok senyawa: parafin, naphtena, olefin, dan
aromatik. Kelompok senyawa ini berbeda dari yang lain dalam kandungan
hidrogennya.
Minyak mentah, jika disuling akan menghasilkan beberapa macam fraksi,
seperti: bensin atau premium, kerosen atau minyak tanah, minyak solar, minyak bakar,
dan lain-lain. Setiap minyak petroleum mentah mengandung keempat kelompok
senyawa tersebut, tetapi perbandingannya berbeda. Perbedaan minyak mentah yang
utama ialah:
- minyak aspaltik, yang terdiri sebagian besar naphtena dan aromatik,
- minyak prafin, sebagian besar berupa parafin (lilin).
III.2.1 Bensin atau Gasolin atau Premium
Gasolin dibuat menurut kebutuhan mesin, seperti avgas (aviation gasoline),
premium dan gasolin biasa, terdiri dari C 4 sampai C 12 . Sifat yang terpenting pada
gasolin adalah “angka oktana”. Angka oktana adalah angka yang menyatakan besarnya
kadar isooktana dalam campurannya dengan normal heptana. Isooktana mempunyai
Bahan Bakar dan Pembakaran
6
angka oktana = 100, sedang normal heptana mempunyai angka oktana = 0. Makin
tinggi angka oktana gasolin semakin baik unjuk kerjanya.
III.2.2 Kerosen
Termasuk kerosen adalah:
- Bahan bakar turbin gas pada pesawat terbang.
- Minyak bakar, biasa dipakai untuk dapur rumah tangga, bahan bakar kapal laut,
dan penerangan lampu kereta api di masa lalu.
Mutu kerosen tergantung pada sifatnya dalam uji lamu (lamp test) dan uji bakar, seperti
timbulnya asap dan kabut putih. Asap disebabkan oleh hidrokarbon aromatik sedang
kabut putih oleh disulfida.
III.2.3 Bahan Bakar Diesel
Bahan bakar diesel atau minyak diesel dipakai untuk mengoperasikan mesin
diesel atau “compression ignition engine”. Mutunya ditentukan oleh angka cetana.
Makin tinggi angka cetana, makin tinggi unjuk kerja yang diberikan oleh bahan bakar
diesel. Angka cetana adalah besarnya kadar volume cetana dalam campurannya dengan
metilnaphtalen. Cetan murni mempunyai angka cetana = 100, sedang aromatik
mempunyai angka cetana = 0. Unjuk kerja adalah persentase rata-rata daya yang dapat
diperoleh dari mesin dengan bahan bakar tertentu dibandingkan dengan daya yang
diperoleh dari bahan bakar yang mempunyai angka cetana = 100.
III.2.4 Minyak Residu
Minyak residu biasa digunakan pada ketel uap, baik yang stasioner maupun
yang bergerak. Dalam hal instalasinya, pemakaian minyak residu dalam ketel uap akan
lebih murah dibanding batubara. Disamping itu, pemakaian minyak residu tidak
menimbulkan masalah abu. Akan tetapi pada ketel uap tekanan tinggi dan suhu tinggi
dapat menimbulkan korosi dan kerusakan pada “superheater tube”. Pemakaian minyak
residu kecuali dalam ketel uap antara lain:
- Tanur dalam industri baja, tanur tinggi dalam industri semen dan industri lain
yang mempunyai kaitan dengan semen, serta berbagai dapur dalam industri
petroleum dan industri kimia.
- Mesin diesel, kecuali pada mesin diesel kecepatan tinggi seperti pada truk dan
lokomotif, pada mesin diesel kapal serta mesin diesel berkecepatan rendah untuk
pembangkit tenaga listrik.
- Turbin gas.
III.3 Bahan Bakar Gas
Termasuk dalam bahan bakar gas antara lain:
III.3.1 Asetilin
Gas asetilin digunakan dalam pengelasan dan pemotongan logam, yang
memerlukan suhu nyala yang tinggi, dapat juga dipakai untuk lampu karbida. Gas
asetilin dapat membentuk asetilida yang eksplosif jika dicampur dengan tembaga (Cu),
terlebih-lebih dengan udara.
III.3.2 “Blast Furnace Gas”
Gas ini merupakan hasil samping peleburan bijih besi dengan kokas dan udara
panas di dalam “blast furnace”.
III.3.3 Gas Air Biru (Blue Water Gas)
Dibuat dari reaksi antara kukus (steam) dengan karbon padat yang dipanasi
pada suhu tinggi, merupakan campuran antara gas H 2 dan gas CO.
III.3.4 Gas Batubara
Gas batubara disebut juga gas kota, dibuat dari dis tilasi destruktif batubara
dalam retort tertutup dengan pemanasan tinggi.
Bahan Bakar dan Pembakaran
7
III.3.5 Gas Alam
Gas alam tersusun dari parafin hidrokarbon, khususnya gas metana bercampur
dengan nitrogen, N 2 , dan karbon dioksida, CO 2 , diperoleh dari tambang dengan
pengeboran tanah melalui batuan kapur atau batuan pasir. Kandungan metananya di
atas 90%.
III.3.6 Gas Petroleum
Gas petroleum diperoleh dari fraksionasi minyak bumi mentah, dan dapat juga
dari gas alam, mengandung propana dan butana sebagai komponen terbesar.
IV. Proses dan Operasional Pembakaran
IV.1 Proses Pembakaran
Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai
berikut:
Karbon + oksigen = Karbon dioksida + panas
Hidrogen + oksigen = Uap air + panas
Sulfur + oksigen = Sulfur dioksida + panas
Pembakaran di atas dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan oksigen (dari
udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa.
Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran “lean” (kurus). Pembakaran ini
menghasilkan api oksidasi.
Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (atau tidak cukup oksigen), dikatakan
campuran “rich” (kaya). Pembakaran ini menghasilkan api reduksi. Api reduksi
ditandai oleh lidah api panjang, kadang-kadang sampai terlihat berasap. Keadaan ini
juga disebut pembakaran tidak sempurna.
Seperti diketahui, oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang terdiri
dari 20% O 2 dan 80% N 2 . Sebagai contoh, bila diperlukan 1 lb O 2 , berarti memerlukan
4.32 lb udara atau setiap cuft O 2 perlu 4.78 cuft udara. Gas N 2 yang mengisi 80% dari
udara, tidak ikut dalam reaksi pembakaran, malahan menghisap panas dari hasil reaksi
pembakaran. Untuk menentukan jumlah O 2 yang tepat pada setiap pembakaran,
merupakan hal yang tidak mudah. Pada umumnya dipakai kelebihan udara.
Keuntungannya tidak terjadi pemborosan bahan bakar. Kerugiannya mengurangi panas
hasil pembakaran. Untuk ini dijaga ada kelebihan udara, tetapi tidak terlalu banyak
(antara 5-15%).
Dalam pembakaran, ada pengertian udara primer yaitu udara yang
dicampurkan dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan udara
sekunder yaitu udara yang dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah burner,
melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain pada dinding dapur.
IV.2 Perbandingan Udara-Bahan Bakar
Untuk memperoleh reaksi pembakaran yang baik diperlukan:
1. Perbandingan tertentu antara bahan bakar dengan udara.
2. Pencampuran yang baik antara bahan bakar dengan udara.
3. Permulaan dan kelangsungan penyalaan campuran.
Penjelasan 1: lihat tabel 1.
Penjelasan 2: Campuran yang baik adalah yang homogen dan tiap partikel bahan bakar
harus kontak langsung dengan partikel udara.
Pada umumnya bahan bakar telah berubah menjadi uap (combustible vapor) sebelum
terbakar. Untuk mempercepat terjadinya “combustible vapor” diperlukan proses
pengabutan.
Butiran-butiran kabut tersebut luas permukaannya menjadi sangat besar, hingga
mempercepat penguapan. Untuk bahan bakar padat, tentunya tidak dapat dilakukan
pengabutan. Untuk mendekati bentuk kabut tersebut diperlukan
pemecahan/penghalusan butirannya dalam “pulverizer” dan sprayer.
Penjelasan 3: Pada awal pembakaran, diperlukan nyala api atau loncatan api listrik
setelah sebagian kecil bahan bakar mulai terbakar, maka sebagian
panas pembakaran digunakan untuk menaikkan suhu bahan bakar
Bahan Bakar dan Pembakaran
8
ruang
embakaran
bahan bakar = a
udara uap air = b
gas hasil pembakaran = c kg
sisa udara + air = d
sisa pembakaran = e kg
- sisa bahan bakar
- abu
- air
sampai suatu saat suhu bahan bakar cukup tinggi untuk terbakar
sendiri. Bila kondisi ini sudah dicapai, bantuan nyala api sudah tidak
diperlukan lagi.
IV.3 Susunan Gas Asap
Apabila pembakaran berlangsung sempurna, maka susunan gas asap hanya
terdiri dari: CO 2 , H 2 O, SO 2 , N 2 dari udara dan O 2 kelebihan. Pembakaran tidak
sempurna, maka disamping gas-gas tersebut di atas, terjadi pula gas CO serta sisa
bahan bakar yang tidak terbakar. Besarnya kadar gas CO 2 dalam gas asap merupakan
indikator sempurna atau tidak sempurnanya pembakaran.
IV.4 Neraca Bahan dan Neraca Kalor
Berat massa bahan yang masuk ruang pembakaran = berat massa bahan yang keluar.
(a + b) = (c +d +e)
a = berat bahan bakar kering + air (kelembaban).
b = berat udara + uap air yang terkandung dalam udara.
Air dalam d dan e = (air yang terkandung dalam bahan bakar) + (air dari kelembaban
udara) + (air yang terbentuk dari reaksi pembakaran).
IV.5 Operasi Pembakaran
Kalor pembakaran yang diperoleh dari reaksi bahan bakar dengan udara,
dipergunakan untuk:
- Menaikkan suhu bahan bakar yang dibakar dalam dapur.
- Menaikkan suhu campuran bahan bakar dan udara.
- Sebagian besar yang lain terbuang sebagai:
- radiasi ke sekeliling,
- terbawa keluar cerobong dalam gas asap,
- konduksi dan konveksi ke peralatan dapur.
Temperatur dapur akan maksimum bila kehilangan-kehilangan di atas minimum.
Pada pengoperasian burner memperhatikan kecepatan nyala:
- Pada nyala yang stabil, kecepatan nyala sama dengan kecepatan campuran
bahan bakar dan udara yang keluar dari burner.
- Bila kecepatan nyala lebih besar akan terjadi “flash back”.
- Bila kecepatan nyala lebih kecil akan terjadi “blow off”.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan nyala:
- tekanan campuran bahan bakar dan udara,
- suhu pembakaran,
- perbandingan udara primer dan bahan bakar,
- efek pendinginan dari lingkungan.
Kecepatan nyala ini tidak dapat diperhitungkan lebih dahulu, kecuali pada keadaan
yang sangat tertentu saja.
Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi dalam pengoperasian dapur, perlu
alat-alat kontrol sebagai berikut:
- Kontrol Suhu
Bahan Bakar dan Pembakaran
9
Bahan bakar yang masuk ke dalam dapur banyaknya dikontrol oleh temperatur
dalam dapur, antara lain pirometer radiasi dan temperatur atap dapur. Bila
dibaca terlalu tinggi, maka jumlah bahan bakar harus dikurangi dan seterusnya.
- Kontrol Pembakaran
Pengaturan bahan bakar/udara digunakan flow meter yang disambungkan
dengan mekanisme servo pada katup kontrol otomatis.
- Kontrol Aliran
Menjaga kesetimbangan aliran pemasukan udara/bahan bakar dan pengeluaran
gas asap.
IV.6 Petunjuk kepada Operator
Di bawah ini beberapa petunjuk yang akan membantu para Operator dalam
menangani beberapa jenis oven.
Oven dengan bahan bakar batubara.
1. Kedalaman api ± 15 inchi dari pintu.
Pemasukan batubara ± 1.5-2 sekop penuh tiap sqft luas pembakaran. Bila
kebanyakan menghasilkan asap dan boros bahan bakar.
2. Kisi-kisi pembakaran harus selalu tertutup oleh bahan bakar, dijaga ketinggian nyala
api, garukan digunakan bila perlu.
3. Bara api yang tertutup abu harus dicegah dengan membersihkan api secara hati-hati.
Setelah pembersihan nyala api akan bersih kembali.
4. Jarak batangan penyangga api harus teratur dan bila bengkok harus segera
diluruskan.
5. Pemasukan udara dijaga agar nyala api baik.
6. Kebocoran oven harus dicegah agar tidak ada udara luar masuk.
Oven dengan bahan bakar gas.
1. Burner harus selalu bersih dan dipelihara secara rutin. Semua bagian pengatur harus
mudah digerakkan. Pengontrol udara pada injektor seringkali macet oleh
kotoran/korosi atau rusak.
2. Penutup oven harus bebas, bekerja baik dan rapat, agar udara luar tidak masuk.
3. Pengendalian udara yang tepat harus selalu dijaga agar nyala api baik. Untuk lebih
tepat dilakukan analisa gas asap. Akan lebih membantu para Operator bila dilengkapi
alat pencatat CO 2 .
4. Pada blast furnace yang umumn ya bekerja dengan nyala api non luminous, nyala api
yang panjang dan lemah, menunjukkan terlalu banyak gas. Aliran gas harus
dikecilkan, hingga nyala api lebih pendek dan berwarna kekuning-kuningan. Atau
menambah suplai udara hingga terdengar nyala api terkuat.
Nyala api kekuning-kuningan dan cerah adalah yang paling baik. Makin cerah makin
baik.
5. Sekali burner disetel dengan menghasilkan nyala yang baik, jangan diubah-ubah
lagi.
6. Klep pada cerobong harus disetel untuk memperoleh kesetimbangan aliran dalam
dapur.
Cara pengetesan:
Hembuskan asap/dekatkan nyala api kecil pada lubang di dinding oven. Bila asap
tidak terisap masuk atau lidah api nyala tidak menuju ke lubang, maka letak
“damper” betul.
7. Bila oven tidak dipakai, saluran gas, udara dan damper harus ditutup.
Oven dengan bahan bakar minyak.
1. Viskositas minyak harus benar.
2. Minyak harus bebas air, karena dapat menunda pembakaran dan membentuk asap
tebal.
3. Burner harus dilengkapi dengan katup berskala yang menunjukkan besar-kecilnya
aliran minyak.
Bahan Bakar dan Pembakaran
10
4. Burner harus dibuka dan dibersihkan secara teratur, sebaiknya tiap penggantian shift.
5. Bila oven dimatikan, burner harus dipindahkan untuk melindungi dari panas radiasi.
6. Celah lubang burner harus dicek secara periodik.
Aturan umum untuk penghematan bahan bakar:
1. Dengan alat yang ada harus dibuat rencana agar beban oven selalu penuh.
2. Nyala api harus selalu dijaga berada dalam oven. Agar dicegah terjadinya
pembakaran di luar oven atau pada aliran gas asap.
3. Pintu-pintu harus selalu dijaga dalam kondisi baik dan tertutup rapat/tidak bocor.
4. Penggunaan bahan bakar harus disesuaikan dengan kondisi pembakaran.
5. Jumlah bahan bakar harus selalu dicatat, demikian juga dengan berat bahan yang
dipanaskan.
6. Kebocoran pada dinding oven adalah penyebab besarnya kehilangan panas.
Dinding oven harus selalu disemir dengan bahan tertentu antara lain campuran tanah
liat dan semen api untuk mencegah bocoran udara.
V. Pencemaran
Pada proses pembakaran bahan bakar konvensional (bukan bahan bakar
nuklir), tak dapat dihindari kemungkinan terjadinya pencemaran, baik oleh komponen-
komponen dalam gas asap yang bersifat racun bagi kesehatan serta mengganggu
kenyamanan manusia, maupun oleh radiasi kalor.
Khusus pencemaran oleh bahan-bahan hasil pembakaran, meliputi 5 macam
bahan pencemar utama yaitu:
1. Partikulat, yaitu padatan atau cairan yang sangat kecil, tersuspensi dalam gas asap.
Partikulat ini terlepas ke atmosfer, dan efek yang ditimbulkan berupa:
- terganggunya penglihatan oleh kabut partikulat,
- menyebabkan bronkhitis, emphysema dan kanker.
2. Bas belerang oksida, atau SO x , yaitu SO 2 dan SO 3 .
Biasanya gas SO 3 terbentuk dalam dapur karena oksidasi SO 2 menjadi SO 3 . Akibat
yang ditimbulkan oleh gas-gas ini ialah:
- Apabila terjadi kontak dengan air akan terbentuk asam belerang (H 2 SO 4 ) yang
bersifat korosif terhadap logam dan merusak instalasi dapur.
- Gas SO 2 dan SO 3 membentuk kabut di atmosfer, mengakibatkan terjadinya
hujan asam yang membahayakan kehidupan tumbuh-tumbuhan.
- Menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
3. Gas nitrogen oksida, terbentuk apabila pembakaran dilakukan dalam udara, pada
suhu yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena gas nitrogen N 2 dan gas oksigen O 2
bereaksi membentuk NO dan NO 2 . Efek yang ditimbulkan oleh gas ini ialah:
- dapat merusak kehidupan tanaman dan binatang,
- mengganggu kesehatan manusia karena menimbulkan iritasi pada saluran
pernafasan,
- bersifat korosif pada logam,
- menimbulkan hujan asam oleh terbentuknya asam nitrat di atmosfer,
- apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar
matahari dapat menimbulkan kabut fotokimia.
4. Gas karbon monoksida yang terbentuk apabila pembakaran tidak sempurna. Efek
yang ditimbulkan oleh gas CO bagi kesehatan manusia ialah:
- apabila gas tersebut terhisap melalui pernafasan, gas CO bereaksi dengan
haemoglobin dalam darah, sehingga menghambat transfer oksigen yang
membahayakan kehidupan manusia.
5. Gas-gas senyawa organik.
Akibat yang ditimbulkan oleh adanya gas ini adalah:
– Di atmosfer dengan gas NO x membentuk oksidant, berupa kabut. Kabut oksidant
ini menimbulkan iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan.
Bahan Bakar dan Pembakaran
11
Table 1 Proper Combining Proportions for Perfect Combustion
Fuel
State Symbol
cu ft O 2
per
cu ft fuel
cu ft air
per
cu ft fuel
lb O 2
per
lb fuel
lb air
per
lb fuel
cu ft O 2
per
lb fuel
cu ft air
per
lb fuel
Carbon Solid C … … 2.667 11.52 31.65 151.3
Hydrogen Gas H 2 0.5 2.39 8 34.5 94.8 453
Carbon
monoxide Gas CO 0.5 2.39 0.572 2.47 6.79 32.5
Sulfur Solid S … … 1 4.32 11.87 56.7
Methane Gas CH 4 2 9.56 4 17.28 47.4 226.5
Ethane Gas C 2 H 6 3.5 16.72 3.735 16.12 44.3 212
Propane Vapor C 3 H 8 5 23.9 3.635 15.68 43.1 206.5
Butane Vapor C 4 H 10 6.5 31.1 3.585 15.48 42.6 203.5
Octane Liquid C 8 H 18 … … 3.51 15.15 41.6 199
Table 2 Gross and Net Heating Values of Simple Fuels
Gross heating value Net heating value
Fuel Symbol
Btu/cu ft Btu/lb Btu/cu ft Btu/lb
Carbon C 14,093 14,093
Hydrogen H 2 325.0 61,100 275.0 51,623
Carbon monoxide CO 321.8 4,347 321.8 4,347
Sulfur S 3,982 3,982
Methane CH 4 1013.2 23.879 913.1 21,520
Ethane C 2 H 6 1792.0 22,320 1641 20,432
Propane
2
C 3 H 8 2590.0 21,661 2385 19,944
Normal butane
2
N-C 4 H 10 3370.0 21,308 3113 19,680
Acetylene
2
C 2 H 2 1488.0 21,344 1438 20,617
Hydrogen sulfide
2
H 2 S 647.0 7,100 596 6,545
2
Heating values may be somewhat less for commercial forms of these compounds
Bahan Bakar dan Pembakaran
12
Table 3 combustion Characteristics of Fuels
a
(See also Table 18)
Theoretical flame
temperature
0
F
(dissociation considered)
Flammability limits
% by volume gas
in mixture
Fuel Minimum
ignition
temp
0
F in air in oxygen Lower limit Upper limit
Maximum
flame
velocity
ft per sec
% theore -
ical air
for max
flame
velocity
Hydrogen (H 2 ) 1056 3887 5385 4.00 74.2 9.2
c
57
Carbon Mono-xide
(CO) 1128 3850 … 12.50 74.2 1.7 57
Acetylene (C 2 H 2 ) 804 … 5630 2.50 80.0 4.9
c
91
Methane (CH 4 ) 1170 3484 … 5.00 15.0 1.5
c
90
Ethane (C 2 H 6 ) 882 3540 … 3.10 12.45 1.4
c
94
Propane (C 3 H 8 ) 898 3573 … 2.10 10.10 1.4 c 96
Normal Butane
(n-C 4 H 10 ) 826 3583 … 1.86 8.41 1.3
c
97
Hydrogen Sulfide
(H 2 S) 558 … … 4.3 45.5 … …
Natural Gas … 3525
d
4790
d
4.9 15.0 0.99 100
Producer Gas … 3010 … 20.7 73.7 0.87 69
Carbureted
Water Gas … 3700 5050 6.4 37.7 2.15 90
Blast Furnace Gas … 2650 … 35.0 73.5 … …
Coke Oven Gas … 3610 … 5.1 30.0 2.2 93
Commercial
Propane
b
920-1020 3595 … 2.4 9.6 … …
Commercial
Butane
b
900-1000 3615 … 1.9 8.6 … …
Gasoline 536-804 … … 1.4-1.5 7.4-7.6 … …
a
Data in this table is for combustion in air at atmospheric
pressure. Theoretical flame temperatures are calculated
for 100% theoretical air, dissociation considered. Data is
primarily from Gaseous Fuels, L. Shaidman (Editor),
American Gas Association, New York, 1948.
b
Data is from The Science of Petroleum, Vol. II, Oxford
University Press, 1938.
c
From Scholte and Vaags as reported in Combustion And
Flame , Vol. 3, No. 4, Dec. 1959, page 498.
d
From “Gas-Air-Oxygen Combustion Studies,” AGA
Project IGR-61


Bahan bakar cair’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’
Sumber utama dari bahan bakar cair antara lain Minyak Bumi (Petroleum),Batu bara,dan Bio fuel.

Berdasarkan the theory of vegetable origin,Minyak Bumi (Petroleum) berasal dari fosil-fosil tumbuhan dan hewan yang terkubur di dasar laut,yang kemudian diurai oleh bacteri anaerobic. Minyak mentah kemudian terbentuk dari uraian fosil-fosil tersebut akibat adanya pengaruh tekanan dan temperature tinggi. Contohnya : Gasoline,Kerosene,Diesel fuel,dll.

Komposisi dari Petroleum :
1. Carbon 80 - 89 %
2. Hydrogen 12 - 14 %
3. Nitrogen 0,3 - 1,0 %
4. Sulphur 0,3 - 3,0 %
5. Oxygen 2,0 - 3,0 %

Sementara itu batu bara juga menjadi salah satu sumber bahan bakar cair. Bukan sumber utama,melainkan semacam bahan baku. Methanol diproduksi dari pencairan batu bara dengan proses pirolisis,atau mereaksikan batu bara dengan hidrogen bertekanan tinggi. Methanol merupakan hasil dari proses diatas dan menjadi bahan bakar cair.

Kemudian bio fuel adalah sumber yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan diekstak menjadi minyak dan menjadi minyak mentah. Minyak mentah ini kemudian diproses persis dengan proses dari petroleum. Selain minyak mentah dari tumbuh-tumbuhan,produk lain adalah ethanol.

sumber: Bahan bakar cair http://id.shvoong.com/exact-sciences/1975406-bahan-bakar-cair/#ixzz1HySOhuVs

== Jenis-jenis bahan bakar ==
* Bahan bakar padat
Bahan bakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat, dan kebanyakan menjadi sumber energi panas. Misalnya kayu dan batubara. Energi panas yang dihasilkan bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap untuk menggerakkan peralatan dan menyediakan energi.
* Bahan bakar cair
Bahan bakar yang berbentuk cair, paling populer adalah [[bahan bakar minyak]] atau BBM. Selain bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap, bahan bakar cair biasa digunakan kendaraan bermotor. Karena bahan bakar cair seperti [[Bensin]] bisa dibakar dalam [[karburator]] dan menjalankan mesin.
* Bahan bakar gas
Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compressed Natural Gas ([[CNG]]) dan Liquid Petroleum Gas ([[LPG]]. CNG pada dasarnya terdiri dari metana sedangkan LPG adalah campuran dari propana, butana dan bahan kimia lainnya. LPG yang digunakan untuk kompor rumah tangga, sama bahannya dengan Bahan Bakar Gas yang biasa digunakan untuk sebagian kendaraan bermotor.
=== Berdasarkan materinya ===
* Bahan bakar tidak berkelanjutan
Bahan bakar tidak berkelanjutan bersumber pada materi yang diambil dari alam dan bersifat konsumtif. Sehingga hanya bisa sekali dipergunakan dan bisa habis keberadaannya di alam. Misalnya bahan bakar berbasis karbon seperti produk-produk olahan minyak bumi.
* Bahan bakar berkelanjutan
Bahan bakar berkelanjutan bersumber pada materi yang masih bisa digunakan lagi dan tidak akan habis keberadaannya di alam. Misalnya tenaga matahari.

Bahan Bakar Padat
47
Modul : Bahan Bakar Padat
Bahan Bakar Padat
48
Bahan Bakar Padat
Contoh:
1. Kayu dan sisa tumbuhan: kadar abu rendah, kadar air relatif tinggi (tergantung pada
spesies dan umur pohon, iklim, kondisi penyimpanan).
Kandungan air = W
Nilai kalor (rumus pendekatan):
kg
kkal
) W 50 4400 ( Q L
- =
Termasuk sis a tanaman: batang tebu, kulit buah, sekam, jerami, dll.
2. “Peat”, bahan yang terbentuk dari dekomposisi dan disintegrasi tanaman graminae
(seperti tebu, bambu, alang-alang) oleh tekanan air di dalam rawa. Kandungan
abunya tergantung pada lumpur rawa. Bahan bersifat higroskopis. Kandungan airnya
tergantung pada kondisi pengeringan, transportasi dan penyimpanan. Nilai kalor
bawahnya 1700-3000 kkal/kg.
3. Batubara (= Bahan Bakar Fosil)
Berdasarkan asal dan umur geologisnya, digolongkan sebagai berikut:
- lignite,
- bituminous coal,
- anthracite.
3.1. Lignite: terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami karbonisasi atau
perkayaan akan kandungan C di bawah lapisan tanah dalam jangka waktu yang
lama.
Berdasarkan umur geologisnya digolongkan atas:
- pitch lignite: lebih muda daripada lignite,
- lignite.
Kadar N, O, VCM, S dan air tinggi. Lignite bersifat higroskopis, nilai kalor bawah
sekitar 1500-4500 kkal/kg.
3.2. Bituminous coal: terbentuk pada periode geologi “carboniferous” dari tumbuh-
tumbuhan yang mengala mi karbonisasi. Nilai kalor 7000-8000 kkal/kg.
Kandungan abu dan airnya rendah (5-10%). Kalau kandungan abunya tinggi,
biasanya dipakai pada “steam power plant”. Batubara yang berwarna hitam tidak
bersifat higroskopis.
3.3. Anthracite: batubara yang terjadi pada umur geologi yang paling tua. Struktur
kompak, berat jenis tinggi, berwarna hitam metalik, kandungan VCM rendah,
kandungan abu dan air rendah, mudah ditepung. Kalau dibakar, hampir seluruhnya
habis terbakar tanpa timbul nyala. Nilai kalor atas ³ 8300 kkal/kg.
Semi -anthracite mempunyai sifat antara bituminous coal dan anthracite.
3.4. Shale, adalah hasil penguraian tumbuh-tumbuhan dan binatang mikroorganisme
di dasar rawa atau danau membentuk bahan seperti lumpur yang disebut
“sapropel”. Sapropel yang bercampur dengan sedimen mineral membentuk massa
yang kompak yang disebut “combustible shale”.
Kadar abunya tinggi, VCM tinggi, nilai kalor rendah. Nilai kalor antara 1350-2700
kkal/kg. Batubara digolongkan menurut kandungan C-nya, dengan istilah “rank”.
“Rank” menunjukkan derajat perubahan komposisi kimiawi selama transisi dari
selulosa menjadi grafit. Kalau rank rendah, derajat perubahan kimiawinya kecil,
kandungan VCM -nya rendah.
Rasio bahan bakar (= fuel ratio) =
VCM %
FC %
Rasio bahan bakar untuk anthracite = 10-60
semi -anthracite = 6-10
semi-bituminous = 3-7
bituminous = 0.5-3
3.5. Nilai Kalor Batubara
* Rumus pendekatan Mendeleyev; berlaku juga untuk semua bahan bakar padat.
W 6 ) S O ( 26 H 246 C 81 Q
V L
- - + + =
= = = LHV NHV Q L
nilai kalor bawah (kkal/kg).
C, H, O,
V
S , W : kandungan karbon, hidrogen, oksigen, belerang, air (% berat).
* Persamaan Calderwood; berlaku khusus untuk bituminous coal.
Bahan Bakar Padat
49
( )
55 . 1
H
FC
VCM
100 80 0053 . 0 S 5 . 40 Q 00512 . 0 88 . 5 C
ú
û
ù
ê
ë
é
- ± - + =
C, VCM, FC, S = % berat karbon, VCM, FC, belerang dalam batubara.
=
H
Q nilai kalor atas (BTU/lb).
Semua perhitungan persentase berdasarkan “udara kering”. Kalau:
80
FC
VCM
100 > , tanda negatif.
* Rumus Dulong; berlaku untuk semua batubara.
S 4050
8
O
H 62028 C 14544 Q H
+ ÷
ø
ö
ç
è
æ
- + =
H
Q = nilai kalor atas (BTU/lb)
C, H, O, S = fraksi berat karbon, hidrogen, oksigen, belerang
÷
ø
ö
ç
è
æ
-
8
O
H = fraksi berat “net hydrogen” =
net
H
=
net
H total berat hidrogen -
8
1
berat oksigen
* 1050 H 94 . 8 Q Q
H L
´ ´ - =
H L
Q , Q dalam BTU/lb
H = fraksi berat hidrogen, termasuk
net
H , H dalam air kelembaban, H dalam air
senyawa.
Analisa bahan bakar padat (khususnya batubara):
- ultimate analysis (analisis tuntas),
- proximate analysis (analisis pendekatan).
Ultimate analysis: menentukan komposisi unsur-unsur yang ada dalam bahan
bakar, yaitu: C, H, O, N, S, P, abu, dll. Data pada analisis tuntas:
- kandungan air eksternal, yang menguap pada suhu ³ 100
0
C,
- kandungan air senyawa = air yang terbentuk dari H dan O yang jumlahnya
ekivalen,
- abu, bahan mineral yang tak dapat terbakar,
-
net
H , hidrogen yang terbakar oleh oksidator, tidak termasuk dalam H yang ada
dalam air eksternal dan air senyawa,
O dengan ekivalen yang H H H
total net
- = ,
- C (karbon),
- belerang (S), nitogen (N), dll.
Proximate analysis: pengujian (laboratoris) terhadap bahan bakar padat
berdasarkan atas sifat komponen yang mudah membentuk gas (volatile matter) dan
yang tidak mudah membentuk gas (non-volatile matter).
Data proximate analysis:
- air eksternal,
- VCM = volatile combustible matter,
- FC = fixed carbon = non-volatile combustible matter,
- abu = mineral.
Air eksternal + VCM + FC + abu = 100%.
Bahan yang dapat terbakar (BDT) = combustible matter = VCM + FC.
Perhitungan/analisis didasarkan pada:
- udara kering, atau
- bahan yang dibakar.
Bahan Bakar Padat (Tambahan)
Yang dibicarakan umumnya batubara, meskipun ada beberapa industri
menggunakan kayu seperti genting. Industri kelapa sawit menggunakan tempurung
kelapa. Bahan bakar padat umumnya terjadi karena proses alami selama berjuta-juta
tahun yang lalu dan umumnya mengandung C, H, O, N, S, P dan yang pokok C, H, O,
S.
Proximate analysis: analisis pendekatan, perhitungannya didasarkan pada :
- udara kering (analisa orsat), atau
- bahan bakar yang dibakar (contoh: 100 kg, 1 mol).
Bahan Bakar Padat
50
Contoh Soal
Sisa pembakaran = refuse : - kering,
- VCM,
- FC,
- abu.
Abu terpisah karena abu adalah bahan yang tidak dapat terbakar sehingga abu jika
diketahui jumlahnya dapat digunakan/dijadikan sebagai basis.
Kalau
refuse batubara
FC
VCM
FC
VCM
÷
ø
ö
ç
è
æ
= ÷
ø
ö
ç
è
æ
maka ada sebagian dalam batubara yang tidak
terbakar.
Kalau
refuse batubara
FC
VCM
FC
VCM
÷
ø
ö
ç
è
æ
¹ ÷
ø
ö
ç
è
æ
maka sebagian batubara hampir habis terbakar.
Dalam perhitungan nilai kalor batubara:
1 kal/kg = 1.8 BTU/lb
1 BTU/lb
0
F =
kal/gr
0
C ¾® ¾ satuan
p
c
Semua H 2 O ikut gas buang artinya tidak ada air yang menetes di dapur (“combustion
chamber”).
Istilah-Istilah Penting pada Bahan Bakar Padat
Analisa Tuntas (“Ultimate Analysis”)
Analisa ini menentukan susunan unsur-unsur yang ada di dalam bahan bakar,
yaitu: C, H, O, N, S, P, dll., serta abu. Analisa ini digunakan untuk menentukan atau
mengetahui struktur senyawa atau kemurnian senyawa.
Data analisa tuntas meliputi:
- kandungan air: merupakan pengurangan berat cuplikan/sampel pada pemanasan
dengan suhu 105
0
C;
- kandungan air senyawa : ekivalen dengan kandungan oksigen;
- karbon;
- hidrogen yang terbakar = hidrogen net atau “available hydrogen”, yaitu H yang
tidak termasuk dalam air (“moisture:”) maupun air senyawa (“combined water”);
- sulfur, biasanya dalam jumlah kecil;
- nitrogen, juga dalam jumlah kecil, yaitu antara 1-3%.
Hidrogen net adalah jumlah seluruh hidrogen dalam bahan bakar dikurangi dengan
hidrogen yang ekivalen dengan oksigen yang ada dalam bahan bakar.
Analisa Pendekatan (“Proximate Analysis”)
Analisa ini adalah pengujian laboratoris terhadap bahan bakar padat
didasarkan pada sifatnya yang dapat/mudah menguap atau membentuk gas (“volatile”),
yaitu:
- kandungan air,
- kandungan bahan yang dapat terbakar dan mudah membentuk gas = “volatile
combustible matter” = VCM,
- kandungan bahan yang dapat terbakar dan tidak mudah membentuk gas = “non-
volatile combustible matter” = karbon tetap = fixed carbon = FC,
- kandungan abu.
Jumlah air + VCM + FC + abu = 100%
Combustible = VCM + FC
= bagian yang berperan sebagai bahan bakar.
* Penentuan berat VCM: pembakaran cuplikan kering di dalam krus tertutup pada suhu
950
0
C selama 7 menit.
Pengurangan berat cuplikan = berat air senyawa + hidrogen + karbon yang mudah
membetuk gas = berat kandungan VCM.
Hidrogen dan karbon yang mudah membentuk gas adalah hidrokarbon yang terkandung
dalam batubara.
Keseluruhan bahan yang tertinggal setelah pembakaran di atas adalah campuran FC
dan abu.
Bahan Bakar Padat
51
* Abu: residu yang tertinggal setelah pembakaran sempurna dalam udara terbuka pada
suhu 725
0
C = konstituen mineral dalam bahan bakar secara kimia.
* Refuse: sisa pembakaran yang dikeluarkan dari dapur atau ruang pembakaran, yaitu
bahan yang tidak ikut terbakar (“unburnt combustible matter”). Jumlah refuse beragam
menurut beragamnya jumlah bahan yang tidak ikut terbakar. Banyaknya bahan yang
tidak ikut terbakar tergantung pada sistem pembakaran dan metoda pembakaran.
Contoh Soal
Batubara masuk dapur : 100 lb/jam;
mengandung: C = 70%, VCM = 37%, FC = 55%, abu = 6%, H 2 O = 2%.
(1) Berat sisa pembakaran tiap 100 lb batubara dibakar?
Abu dalam batubara = 6 lb.
Semua abu dalam batubara, setelah pembakaran akan tertinggal dalam sisa pembakaran
(atau refuse).
Abu dalam refuse = 40% = 6 lb.
Refuse = lb. 15 lb 6
40
100
= ´
(2) Berapa karbon dalam refuse tiap 100 lb batubara dibakar?
673 . 0
55
37
FC
VCM
batubara
= = ÷
ø
ö
ç
è
æ
667 . 0
36
24
FC
VCM
refuse
= = ÷
ø
ö
ç
è
æ
Jadi:
refuse batubara
FC VCM
C
FC VCM
C
÷
ø
ö
ç
è
æ
+
= ÷
ø
ö
ç
è
æ
+
Karbon dalam refuse = lb. 6.85 lb 15
) 55 . 0 37 . 0 (
6 . 0 7 . 0
= ´
+
´
(3) Berapa jumlah lbmol gas buang (kering) tiap 100 lb batubara?
Karbon dalam gas buang = 70 – 6.85 = 63.15 lb
= lbmol 2625 . 5 lbmol
12
15 . 63
=
Gas buang = y lbmol
C dalam gas buang = 0.1180y + 0.0142y = 0.1322y
0.1322y = 5.2625 lbmol
y = lbmol 807 . 39
(4) Jumlah lbmol udara digunakan tiap 100 lb batubara ?
N 2 dalam gas buang berasal dari udara.
N 2 = 80.58% = 0.8085 ´ 39.807 lbmol = 32.0765 lbmol
Asumsi : batubara tidak mengandung N.
Udara digunakan untuk membakar batubara = lbmol 40.60 lbmol 0765 . 32
79
100
= ´ .
(5) Nilai kalor batubara?
Rumus Calderwood:
( )
55 . 1
H
FC
VCM
100 80 0053 . 0 S 5 . 40 Q 00512 . 0 88 . 5 C
ú
û
ù
ê
ë
é
÷
ø
ö
ç
è
æ
- ± - + =
C, S, VCM, FC dalam % berat.
H
Q dalam BTU/lb.
dapur
batubara
Udara
25
0
C, 1 atm
kelembaban = 80%
gas buang
N 2 = 80.58%
CO 2 = 11.80%
CO = 1.42%
O 2 = 6.00%
SO 2 = 0.20%
Sisa pembakaran = refuse
- kering
- VCM = 24%
- FC = 36%
- Abu = 40%
}
jadi
refuse batubara
FC
VCM
FC
VCM
÷
ø
ö
ç
è
æ
= ÷
ø
ö
ç
è
æ
Bahan Bakar Padat
52
SO 2 dalam gas buang = lbmol 807 . 39 10 2 . 0 % 20 . 0
2
´ ´ =
-
S dalam gas buang = SO 2 dalam gas buang
= lbmol 10 6 . 79
3 -
´
= lb 2.5472 lb 32 10 6 . 79
3
= ´ ´
-
Berat (VCM + FC) dalam refuse = lb 9 lb 15
100
36 24
= ´
+
Berat (VCM + FC) yang terbakar membentuk gas buang = (37 + 55) – 9 = 83 lb.
Karena
refuse batubara
FC
VCM
FC
VCM
÷
ø
ö
ç
è
æ
= ÷
ø
ö
ç
è
æ
,
maka
terbakar refuse batubara
FC VCM
S
FC VCM
S
FC VCM
S
÷
ø
ö
ç
è
æ
+
= ÷
ø
ö
ç
è
æ
+
= ÷
ø
ö
ç
è
æ
+
0307 . 0
83
5472 . 2
FC VCM
S
terbakar
= = ÷
ø
ö
ç
è
æ
+
S dalam batubara = 0.0307 ´ (37+55) =
b. b. lb 100
lb 2.8234
Kadar S dalam batubara = 2.8234%
Persamaan Calderwood:
{ }
55 . 1
H
55
37
100 80 0053 . 0 ) 8234 . 2 )( 5 . 40 ( Q 00512 . 0 88 . 5 70
þ
ý
ü
î
í
ì
- ± - + =
BTU/lb 41 . 12584
00512 . 0
2733 . 0 5855 . 0 88 . 5 70
Q H
=
- + -
=
(6) Kadar net hidrogen dalam batubara:
net
H = kadar H yang tidak punya pasangan O (oksigen) dalam bahan bakar untuk
membentuk H 2 O.
net
H membentuk H 2 O dengan O dari udara.
Komposisi Gas Buang dan Unsur-Unsur dalam Gas Buang
Gas Buang y lbmol Lbmol C Lbmol O 2 Lbmol N 2
N 2 0.8058 y - - 0.8058 y
CO 2 0.1180 y 0.1180 y 0.1180 y -
CO 0.0142 y 0.0142 y 0.0071 y -
O 2 0.0600 y - 0.0600 y -
SO 2 0.0020 y - 0.0020 y -
Jumlah 1.0000 y 0.1322 y 0.1871 y 0.8058
Asumsi: semua N 2 dalam gas buang berasal dari udara.
O 2 dari udara = y 2142 . 0 y 8058 . 0
79
21
= ´
O 2 terhitung = 0.1871y
O 2 tak terhitung = 0.2142y – 0.1871y = 0.0271y lbmol
Kalau batubara tidak mengandung oksigen, maka O 2 tak terhitung bereaksi dengan
net
H membentuk H 2 O.
H 2 O terbentuk = 2 ´ 0.0271y
net
H = 2 ´ 2 ´ 0.0271y = 0.1084y lbmol
y = 39.807 lbmol
net
H = 0.1084 ´ 39.807 lbmol = 4.315 lbmol
= 4.315 lb tiap 100 lb batubara
= % 315 . 4
(7) Kadar uap air dalam gas buang, jika semua H 2 O ikut gas buang terdiri dari:
a. H 2 O terkandung dalam batubara?
b. H 2 O terbentuk dalam pembakaran antara
net
H dengan O 2 dari udara?
c. H 2 O terbentuk dalam pembakaran antara H dan O yang ada dalam
batubara?
d. H 2 O dari kelembaban udara?
Bahan Bakar Padat
53
Jadi , dari hasil perhitungan:
a. H 2 O terkandung dalam batubara = 2% = 2 lb.
b. =
lbmol
lb
18 lbmol 807 . 39 0271 . 0 2 y 0271 . 0 2 ´ ´ ´ = ´ ´ = 38.836 lb.
c. = 0
d. = H 2 O dari kelembaban udara.
2
C 25 maks, O H
lb/in 4744 . 0 p
0
2
= (lihat di “steam table”).
4744 . 0
p
p
p
80 . 0 % 80
C 25 maks, O H
0
2
= = =
. lb/in 3795 . 0 4744 . 0 80 . 0 p
2
= ´ =
p = tekanan uap air dalam udara.
Fraksi H 2 O dalam udara = 0265 . 0
0.3795 - 696 . 14
3795 . 0
p bar
p
= =
-
H 2 O dari udara lb 19.366 lbmol 1.0759 lbmol 60 . 40 0265 . 0 = = ´ =
H 2 O dalam gas buang = (2 + 38.836 + 0 + 19.366) lb
= 60.20 lb dalam 39.807 lbmol
= ? lb/cufts
= ? gr/l standar.
(8) Kalau 60% kalor hasil pembakaran hilang (diserap dinding dapur, di refuse, karena
radiasi, dll.), berapa suhu gas buangnya setelah keadaan tunak?
Tiap 1 lb batubara dibakar, kalor untuk menaikkan suhu (yang dibawa oleh) gas
buang = 40% =
lb 100
BTU
503376.4 lb 100
lb
BTU
41 . 12584 4 . 0 = ´ ´
Dalam perhitungan untuk mendapatkan suhu nyala, suhu gas buang, dll. dari kalor
yang dapat dimanfaatkan, biasanya diambil
L
Q (bukan
H
Q ). Dalam perhitungan
ini dipakai
H
Q .
Untuk menghitung
L
Q , digunakan rumus Dulong, hitung dulu
H
Q , lalu hitung
L
Q .
BTU/lb S, 4050
8
O
H 62028 C 14544 Q H
+ ÷
ø
ö
ç
è
æ
- + =
1050 H 94 . 8 Q Q
H L
´ ´ - =
% 315 . 4 H
8
O
H
net
= = -
S = 2.8234%, C = 70%
BTU/lb 66 . 12971 ) 028234 . 0 ( 4050 ) 04315 . 0 ( 62028 ) 70 . 0 ( 14544 Q H
= + + =
) (H H H H
eksternal air kelembaban net tot
+ =
H 2 O = 2% = 2.lb/100 lb batubara
0.4444 batubara lb 100 / lb 2
18
2
H = ÷
ø
ö
ç
è
æ
´ =
% 7594 . 4 4444 . 0 315 . 4 H total
= + =
BTU/lb 895 . 12524 1050 047594 . 0 94 . 8 66 . 12971 Q L
= ´ ´ - =
Kalor yang terkandung dalam gas buang = 0.4 ´ 12524.895
= 5009.958 BTU/lb batubara
= 500995.8 BTU/100 lb batubara.
{ } 2 2 2 2
SO , p O , p CO , p CO , p N , p
c 002 . 0 c 06 . 0 c 0142 . 0 c 1180 . 0 c 8058 . 0 958 . 5009 + + + + =
( ) ( ) C 25 T c
100 18
20 . 60
C 25 T
100
807 . 39
0
f O H , p
0
f
2
- ´
´
+ - ´ ´
Karena
p
c merupakan fungsi T, maka mencari
f
T dihitung dengan integrasi atau
dengan “trial-error” untuk T. Suhu ruang bakar (combustion chamber) kira -kira =
suhu gas buang yang menuju stack.
(9) Berapa % kalor hilang karena adanya “combustible” dalam refuse?
Bahan Bakar Padat
54
Berat refuse = 15 lb
( ) lb 9 15 ) 36 . 0 24 . 0 ( FC VCM
refuse
= ´ + = +
Berat ( )
batubara lb 100
lb 92
) 55 37 ( FC VCM
batubara
= + = +
% kalor hilang (tak termanfaatkan) = % 86 . 10 % 100
92
9
= ´
(10) Berapa kg “steam” suhu 200
0
C dapat dihasilkan dari dapur ini tiap jam? Tekanan
steam = 1 atm, efisiensi boiler = 60%? Kerjakan di rumah!
(11) Berapa % kalor hilang seandainya sisa pembakaran pada pembakaran batubara
tersebut mempunyai komposisi FC = 54%, VCM = 6%, abu = 40%, H 2 O = 0%?
Soal:
Boiler menghasilkan “saturated steam” (110
0
C, 1.1 atm) sebanyak 100 kg/menit.
Kalor tak termanfaatkan dari proses pembakaran = 40%; dengan catatan bahwa air
masuk boiler suhu 25
0
C dan boiler sudah panas (steady state).
Batubara mempunyai komposisi: VCM = 38%, FC = 44%, abu = 8%, air = 10%, kadar
C = 66%.
(1) Massa (kg) batubara diperlukan tiap jam.
Penyelesaian:
- Dianggap tak ada penyerapan kalor dari proses pembakaran oleh peralatan
boiler.
- Nilai kalor batubara dihitung dengan rumus pendekatan, seperti persamaan
Calderwood.
- Komposisi dan kondisi gas asap serta refuse tak diperlukan untuk menghitung
berat batubara yang diperlukan tiap jam.
Rugi kalor = 40%, terdiri dari:
- kalor yang terkandung dalam gas asap,
- kalor yang terkandung dalam refuse,
- radiasi kalor ke lingkungan.
- Suhu acuan = 25
0
C, tekanan acuan = 1 atm.
Kalor untuk menghasilkan 100 kg steam/menit, suhu steam 110
0
C dan tekanan =
1.1 atm terdiri dari:
- Kalor untuk menaikkan suhu 100 kg air, 25
0
C menjadi air 100 kg, suhu
100
0
C.
air: 100 kg, 25
0
C ¾® ¾ 100 kg, 100
0
C
kal 10 7.5 kal 75 1 10 T Ä mc
6 5
p a
´ = ´ ´ =
- air: 100 kg, 100
0
C ¾® ¾ steam: 100 kg, 100
0
C, 1 atm
kal 10 54 kal 540 10 H Ä m
6 5
v
´ = ´ =
- steam: 100 kg, 100
0
C, 1 atm ¾® ¾ steam: 100 kg, 110
0
C, 1 atm
Dapur
Boiler
bahan bakar
udara
25
0
C
H=80%
CO 2 = 11.80%
gas asap: CO = 1.42
900
0
C N 2 = 80.58
O 2 = 6.20
VCM = 5 %
Refuse: FC = 64%
200
0
C abu = 30%
air = 1 %
efisiensi=
60%
batubara
Q kal/menit
100 kg/menit
25
0
C
100 kg/menit steam
(110
0
C, 1.1 atm)
rugi kalor = 40% Q
Bahan Bakar Padat
55
kal 10 0.496 kal 10 496 . 0 10 T Ä mc
6 5
p s
´ = ´ ´ =
- steam: 100 kg, 110
0
C, 1.0 atm ¾® ¾ steam: 100 kg, 110
0
C, 1.1 atm
2
RT
H Ä
dT
p ln d
= ;
÷
÷
ø
ö
ç
ç
è
æ
- =
2 1 1
2
T
1
T
1
R
H Ä
p
p
ln
÷
ø
ö
ç
è
æ
- =
383
1
373
1
987 . 1
H Ä
1 . 1 ln
mol
kal
749 . 1361 H Ä =
gram
kal
65 . 75 H H
1 2
= -
( ) kal 10 565 . 61 65 . 75 540 10 H Ä m
6 5
´ = + ´ = ´
Total kalor diperlukan = ( )
menit
kal
565 . 61 496 . 0 54 5 . 7 10
6
+ + +
=
menit
kal
10 56 . 123
6
´
Persamaan Calderwood:
55 . 1
FC
VCM
100 80 0053 . 0 ) S 5 . 40 Q ( 00512 . 0 88 . 5 C
ú
û
ù
ê
ë
é
- ± - + =
55 . 1
44
3800
80 0053 . 0 ) 0 5 . 40 Q ( 00512 . 0 88 . 5 66
ú
û
ù
ê
ë
é
- ± ´ - + =
gram
kal
31 . 6513
lb
BTU
96 . 11723
00512 . 0
02667 . 60
Q = = =
Efisiensi dapur = 60%
Kalor efektif batubara =
gram
kal
99 . 3907 6 . 0 31 . 6513 = ´
Kebutuhan bahan bakar tiap menit =
gram
6 . 0
18970
gram
kal
31 . 6513 6 . 0
kal ) 565 . 61 496 . 0 54 5 . 7 ( 10
6
=
´
+ + +
Kebutuhan bahan bakar tiap jam = kg 1897 kg 970 . 18
6 . 0
60
= ´
(2) Kalor terbuang karena combustible yang tersisa dalam refuse (dalam %).
; 1579 . 1
38
44
VCM
FC
batubara
= = ÷
ø
ö
ç
è
æ
8 . 12
5
64
VCM
FC
refuse
= = ÷
ø
ö
ç
è
æ
( )
( )
9 05 . 11
1579 . 1
8 . 12
VCM
FC
VCM
FC
batubara
refuse
> = =
Jadi combustible dalam refuse » kokas » C.
gr
kal
33 . 8083
gr
kal
12
97000
gmol
kal
97000 H karbon
= = =
Basis: 100 kg batubara dibakar.
Berat refuse kg 26.6667 kg 8
30
100
= ´ =
Berat combustible dalam refuse kg 18.4 kg 6667 . 26 69 . 0 = ´ =
Berat FC dalam refuse = 0.64 ´ 26.6667 kg = 17.07 kg
Kalor terbuang dapat dihitung atas dasar combustible dalam refuse, dapat pula atas
dasar FC dalam refuse. Kita ambil atas dasar FC dala m refuse:
Kalor terbuang % 07 . 17 % 100
100
07 . 17
= ´ =
(3) Kalor terbuang karena suhu refuse yang dikeluarkan dari “ash pit” = 200
0
C (masih
panas).
Catatan:
steam , p
c pada 100
0
C, 1 atm = 2.080 kJ/kg
0
K (Perry, hal. 235)
steam , p
c pada 100
0
C, 1 atm = 2.080 ´ 0.239 kal/gr
0
K
Bahan Bakar Padat
56
= 0.496 kal/gr
0
K
1 joule = 0.239 kal
Kalau
refuse , p
c antara T =25
0
C – 200
0
C rata-rata = 0.3 kal/gr
0
K
Kalor hilang di refuse bersuhu 200
0
C =
kkal 26558 K 175
K kg
kkal
0.3 kg 6667 . 26
100
1897
0
0
= ´ ´ ´ =
(4) Total kalor terbuang di refuse.
Nilai kalor batubara = 6531.13 kal/gr
Kalor yang masuk dapur tiap jam dari batubara
= 1397 ´ 6531.13 kkal = kkal 10 1239
4
´
Kalor yang terbuang karena combustible tersisa di refuse tiap jam
kkal 10 49 . 211 kkal 10 1239 1707 . 0
4 4
´ = ´ ´ =
Total kalor terbuang di refuse
kkal 2141458 kkal ) 2114900 26558 ( = + =
(5) Kalor terbuang di gas asap dan radiasi tiap jam
kkal 2815542 kkal 10 55142 . 281 10 1458 . 214 10 1239 4 . 0
4 4 4
= ´ = ´ - ´ ´ =
(6) Kalor terbuang di gas buang
ò
=
2
1
T
T
i , p i
dT c m
Contoh Soal (dari Lewis & Radasch, Industrial Stoichiometry)
Gas asap dari dapur boiler mempunyai komposisi: CO 2 = 10.8%, O 2 = 9%, CO = 0.2%,
N 2 = 80.0%. Gas masuk stack pada suhu 760
0
F dan pada tekanan dorong = 0.5 in H 2 O.
Batubara yang dibakar = 1200 lb/jam. Analisis pendekatan (proximate analysis)
batubara: uap air = 1.44%, VCM = 34.61%, FC = 57.77%, abu = 6.18%. Nilai kalor =
14350 BTU/lb.
“Ultimate analysis” menunjukkan kadar: C = 78.76%, S = 0.78%, dan N = 1.3%.
Refuse mengandung: VCM = 4%, FC = 21%.
Udara di lingkungan rang boiler suhunya 74
0
F, kelembaban = 65%, barometer = 29.7
in.
Hitung! 1. Kalor terbuang karena adanya “combustible” yang tak terbakar, (%).
2. Kalor terbuang karena adanya CO dalam gas asap, (%).
3. Kalor dari batubara untuk menguapkan seluruh H 2 O yang terbentuk pada
prosespembakaran, dalam %.
4. Kalor terbuang sebagai kalor sensibel gas asap, dalam %.
5. % udara berlebihan dipakai untuk pembakaran.
6. Volume udara (kondisi standar) diperlukan tiap menit.
7. Volume gas asap masuk cerobong
Penyelesaian
- Komposisi gas asap ditentukan dari bahan bakar yang terbakar.
- Hubungan antara bahan bakar yang dibakar dengan yang terbakar dapat diketahui
dari analisis bahan bakar dan analisis refuse.
- Dari analisis gas buang dapat diketahui hubungan antara hidrogen net (
net
H ) dengan
karbon C.
Basis: 100 lb batubara.
Batubara: VCM = 34.61
FC = 77 . 57
Combustible = 92.38
Carbon = 78.76
853 . 0
38 . 92
76 . 78
combustile
C
= =
375 . 0
38 . 92
61 . 34
combustble
VCM
= =
Jika refuse = 100 lb
Bahan Bakar Padat
57
VCM = 4 lb
lb 21 FC =
combustible = 25 lb
abu = 75 lb
Combustible yang tidak membentuk kokas lb 7 . 10
375 . 0
4
= =
Kokas (» karbon) = 25 – 10.7 = 14.3 lb
Karbon dalam combustible yang tak membentuk kokas = 10.73 ´ 0.853 = 9.1 lb
Total C = (14.31 + 9.1) lb = 23.4 lb
Jika gas asap kering = 100 lbmol
Gas Mol Mol C Mol O 2
CO 2 10.8 10.8 10.8
CO 0.2 0.2 0.1
O 2 9.0 - 9.0
N 2 80.0 - -
100.0 11.0 19.9 = O 2 terhitung
O 2 dari udara 51 . 21 0 . 80
79
21
= ´ =
O 2 tak terhitung = 21.25 – 19.9 = 1.35 mol
O 2 ini membentuk H 2 O dengan
net
H yang ada dalam batubara.
H 2 O terbentuk = 2 ´ 2 ´ 1.35 = 5.4 lb
net
H yang terbakar = 2.02 ´ 2 ´ 1.35 = 5.45 lb atau (2 ´ 1.35) lbmol = 2.7 lbmol
C yang terbakar = 11.0 ´ 12 = 132 lb
Þ =
132
45 . 5
terbakar yang C
terbakar yang H net
dicari untuk mengetahui air yang ada di dalam gas
buang, karena dalam gas buang masih tersedia air.
Basis: 100 lb batubara
lb
C (total) = 78.76
C dalam refuse 4 . 23
75
18 . 6
´ =
= 1.93
C dalam gas asap = 78.76 – 1.93 = 76.83
= 6.40 mol
C sebagai batubara tak membentuk kokas dalam refuse 1 . 9
75
18 . 6
´ =
= 0.75
C yang sebanding dengan
net
H dalam gas asap = 78.76 – 0.75 = 78.01
net
H yang membentuk H 2 O dalam gas asap 83 . 76
132
45 . 5
´ =
= 3.17
= 1.57 mol
net
H dalam refuse 75 . 0
01 . 78
17 . 3
´ =
= 0.0305
Total
net
H dalam batubara = 3.17 + 0.0305 = 3.2005
Analisis Batubara (dalam 100 lb batubara)
C 78.76 ¢
net
H 3.20
S 0.78 ¢
N 1.30 ¢
abu 6.18 ¢
H 2 O eksternal 1.44 ¢ = 0.08 mol
total = 91.66
Combined H 2 O = 8.34 (100 – 91.66)
= 100
Combined H 2 O dalam gas asap mol 0.46 lb 26 . 8 01 . 78
76 . 78
34 . 8
= = ´ =
Total H 2 O dalam gas buang yang berasal dari batubara:
Bahan Bakar Padat
58
- H 2 O terbentuk dari
net
H = 1.57 mol
- H 2 O eksternal = 0.08 mol
- combined H 2 O = 0.46 mol +
= 2.11 mol
(1) % kalor hilang karena combustible yang tak terbakar:
Kalor hilang karena combustible tak terbakar tiap lb batubara terdiri dari:
- kalor hilang karena batubara tak terbakar,
- kalor hilang sebagai kokas.
Kalor hilang karena batubara tak terbakar:
Tiap 1 lb batubara:
Berat combustible dalam refuse yang tak membentuk kokas
lb 10 8.817 lb 0618 . 0
75
7 . 10
3 -
´ = ´ =
Berat combustible dalam batubara (= VCM + FC) = 0.9238 lb
Fraksi batubara yang tak termanfaatkan
% 95 . 0 % 100 10 544 . 9
9238 . 0
10 817 . 8
3
3
= ´ ´ =
´
=
-
-
Kalor hilang sebagai kokas (=C)
Kokas dalam refuse lb 01178 . 0 0618 . 0
75
3 . 14
= ´ =
Nilai kalor C
lb
BTU
14550
gram / kal
BTU/lb 8 . 1
gram
kal
12
97000
= ´ =
Kalor yang hilang sebagai kokas = 0.01178 ´ 14550 BTU/lb = 171.446 BTU
BTU 171.446 = % 19 . 1 % 100
14350
446 . 171
= ´ =
Total kalor hilang % 14 . 2 )% 19 . 1 95 . 0 ( = + =
(2) Kalor hilang karena adanya CO dalam gas buang:
C dalam gas asap
batubara lb 100
mol 40 . 6
Mol gas buang mol 182 . 58 mol 40 . 6
11
100
= ´ =
Mol CO dalam gas buang mol 0.1164 mol 182 . 58
100
2 . 0
= ´ =
Nilai kalor CO kal/gmol 68300 =
Kalor hilang karena adanya CO BTU 2 . 14310 8 . 1 68300 1164 . 0 = ´ ´ =
Tiap 1 lb batubara, kalor hilang % 1 % 100
14350
102 . 143
= ´ =
(3) Kalor terbuang untuk menguapkan air yang terbentuk:
Air dalam gas buang yang berasal dari batubara
batubara lb 100
lbmol 11 . 2
=
batubara lb 100
BTU 1052
18 11 . 2 ´ ´ =
Kalor terbuang (rugi kalor) 1052 18 11 . 2 ´ ´ = % 79 . 2 % 100
14350 100
1052 18 11 . 2
= ´
´
´ ´
=
(4) Kalor terbuang sebagai kalor sensibel gas asap:
- Hitung jumlah gas asap bas ah.
- Air dalam gas asap berasal dari air yang terbentuk dan air dari kelembaban udara,
dan air eksternal, serta combined water.
Air terbentuk + air eksternal + combined H 2 O = 2.11 lbmol tiap 100 lb batubara
kering asap gas lbmol 100
lbmol
182 . 58
100
100
11 . 2
´ =
kering asap gas mol 100
mol 3.62
=
Udara untuk pembakaran: H = 65%, T = 74
0
F, bar = 29.7 in.
Dari tabel, F 74 , air
0
0
p = 0.84 in Hg
in 84 . 0
p
p
p
% 65 H
air
F 74 , air
0
air
0
= = =
in 54 . 0 84 . 0 65 . 0 p air
= ´ =
in 16 . 29 54 . 0 7 . 29 p
ing ker udara
= - =
Bahan Bakar Padat
59
CO
N 2
Basis: 100 lbmol gas asap kering
Udara kering yang dipakai lbmol 80
79
100
´ =
Air dari udara dalam gas buang lbmol 80
79
100
16 . 29
54 . 0
÷
ø
ö
ç
è
æ
´ ´ = lbmol 88 . 1 =
Jumlah air dalam gas asap
gas lbmol 100
lbmol ) 88 . 1 62 . 3 ( +
=
asap gas lbmol 100
lbmol 5.5
=
Komposisi gas asap basah?
Tiap 100 lbmol gas asap kering
Gas Asap
Basah
Lbmol M(C p )
BTU/lbmol
DT (
0
F)
760-74
Kalor Sensibel
BTU
CO 2 10.8 10.5 686 78000
80.2 7.1 686 392000
O 2 9.0 7.4 686 46000
H 2 O 5.5 8.4 686 32000
105.5 548000
Tiap 1 lb batubara:
Kalor hilang sebagai kalor sensibel gas asap % 2 . 22 % 100 `
143500
548000
11
064 . 0
= ´ ´ =
(5) % udara berlebih yang dipakai untuk pembakaran:
Tiap 100 lbmol gas asap:
CO = 0.2 mol, perlu O 2 untuk membentuk CO 2 sebanyak 0.1 mol; O 2 diberikan = 9.0
mol.
O 2 berlebih = (9.0 – 0.1) mol = 8.9 mol
Udara dipakai lbmol 1142.86 mol 80
79
100
= ´ =
O 2 dari udara mol 21.25 mol 80
79
21
= ´ =
O 2 berlebih % 06 . 72 % 100
9 . 8 25 . 21
9 . 8
= ´
-
=
(6) Volume udara diperlukan tiap menit:
Batubara dibakar = 1200 lb/jam = 20 lb/menit
Pada (2), itap 100 lb batubara, gas asap = 58.182 mol
Pada (5), tiap 100 lbmol gas asap, udara diperlukan = 1142.86 lbmol.
20 lb batubara dibakar, gas asap dihasilkan = mol 182 . 58
20
100
´
= 11.6364 mol
Udara diperlukan t. lbmol/meni 132.99 lbmol 86 . 1142
100
6364 . 11
= ´ =
(7) Volume gas asap masuk cerobong /menit
= 11.6364 lbmol
atm
92 . 29
6 . 13
5 . 0
7 . 29
R ) 460 760 ( R . lbmol / atm.ft 0.7302 lbmol 6364 . 11
3
÷
ø
ö
ç
è
æ
+
° + ´ ° ´
=
menit / ft 10259
3
=
}

thermodinamika pembakaran
Definisi:
Termodinamika adalah ilmu yang mempelajari hubungan panas dengan kerja.
energi panas---> energi mekanik

motor bakar
Motor bakar adalah salah satu jenis dari mesin penggerak yang banyak dipakai dengan memanfaatkan energi kalor dari proses pembakaran menjadi energi mekanik.

Jenis-Jenis Motor bakar
Motor bakar bensin
Motor diesel

klasifikasi motor bakar
---berdasar sistem pembakaran
Mesin pembakaran dalam (ICE)
Yaitu mesin dimana proses pembakarannya berlangsung di dalam motor bakar itu sendiri sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja

Mesin pembakaran luar (ECE)
yaitu dimana proses pembakarannya terjadi di luar mesin, energi termal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin.

---> berdasar penyalaan

Motor bensin (motor otto)
Motor ini dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan loncatan bunga api listrik yang membakar campuran bahan bakar dan udara karena motor ini cenderung disebut spark ignition engine. Pembakaran bahan bakar dengan udara ini menghasilkan daya. Di dalam siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut dimisalkan sebagai pemasukan panas pada volume konstan.

Motor diesel
Motor diesel adalah motor bakar torak yang berbeda dengan motor bensin. Proses penyalaannya bukan menggunakan loncatan bunga api listrik. Pada waktu torak hampir mencapai titik TMA bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar. Terjadilah pembakaran pada ruang bakar pada saat udara udara dalam silinder sudah bertemperatur tinggi. Persyaratan ini dapat terpenuhi apabila perbandingan kompresi yang digunakan cukup tinggi, yaitu berkisar 12-25.

siklus thermodinamika
Analisa siklus termodinamika penting untuk mempelajari motor bakar, sebab proses kimia dan termidinamika yang terjadi pada motor bakar sangatlah rumit untuk dianalisis. Jadi diperlukan suatu siklus yang di idealkan sehingga mempermudah untuk menganalisa motor bakar. Sebagai contoh adalah urutan proses dan perbandingan kompresi.

Siklus udara pada motor bakar yang akan dibahas adalah
1. Siklus udara pada volume konstan ( Siklus Otto)
2. Siklus udara pada tekanan kostan ( Siklus Disel)


siklus udara volume konstan motor bakar
Siklus ideal volume konstan ini adalah siklus untuk mesin bensin (Otto), siklus ini sering disebut dengan Siklus ledakan (explostion cycle) karena secara teoritis proses Pembakaran terjadi sangat cepat dan menyebabkan peningkatan tekanan yang tiba-tiba. Penyalaan untuk proses pembakaran ini dibantu dengan loncatan bunga api.Nikolaus August Otto menggunakan siklus ini untuk membuat mesin sehingga siklus ini sering disebut dengan siklus otto.


---> urutan siklus
Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan.
Langkah kompresi (1-2) merupakan proses adiabatis Proses pembakaran volume konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor pada volume kostan.
Langkah kerja (3-4) merupakan proses adiabatis Proses pembuangan kalor (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume konsatan
Langkah buang (1-0) merupakan proses tekanan konstan, gas pembakaran dibuang lewat katup buang.

siklus udara tekanan konstan


urutan proses sikuls
[1] Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan.
[2] Langkah kompresi (1-2) merupakan proses adiabatis, Proses pembakaran tekanan konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor pada tekanan konstan.
[3] Langkah kerja (3-4) merupakan proses adiabatis
Proses pembuangan kalor (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume konsatan.
[4] Langkah buang (1-0) merupakan proses tekanan konstan.


Jika dilihat dari urutan proses siklus tekanan konstan bahwa pemasukan kalornya pada tekanan konstan berbeda dengan siklus volume konstan yang pemasukan kalornya pada kondisi volume konstan. Siklus tekanan konstan sering disebut dengan siklus diesel. Rudolf diesel yang pertama kali merumuskan siklus ini dan sekaligus sebagai pembuat pertama mesin diesel. Proses penyalaan penyalaan pembakaran terjadi tidak menggunakan busi tetapi terjadi penyalaan sendiri karena temperatur di dalam ruang bakar tinggi karena kompresi.

efisiensi siklus otto
Energi kalor yang masuk pada volume konstan adalah

Qm=mCvΔT
Qm=mCv(T3 – T2)

Dengan, Q m = adalah kalor masuk
m = massa fluida
c v = panas jenis pada volume konstan
T ∆ = perbedaan temperatur


Energi yang keluar sistem pada volume konstan adalah

QI = mCvΔT
QI = mCv(T4 – T1)

Dengan, Q l = adalah kalor keluar
m = massa fluida
c v = panas jenis pada volume konstan
T ∆ = perbedaan temperatur


1
BAB I
GASOLIN DI INDONESIA
I.1. Kebutuhan Gasolin Indonesia

Gasolin adalah suatu senyawa organik yang dibutuhkan dalam suatu pembakaran dengan tujuan untuk mendapatkan energi/tenaga. Gasolin ini merupakan hasil dari proses distilasi minyak bumi (Crude Oil) menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. Di Indonesia Badan Usaha Milik Negara Pertamina saat ini menjadi pemeran tunggal yang sekaligus melaksanakan fungsi mencari sumber minyak dan gas bumi, mengolah dan menyediakan bahan bakar. Adapun jenis-jenis bahan bakar minyak yang diproduksi dan diperdagangkan di Indonesia untuk keperluan kendaraan bermotor, rumah tangga, industri dan perkapalan adalah sebagai berikut:
1. Super TT, Premix, Premium (gasolin untuk motor) dan BB2L,
2. ELPIJI dan BBG,
3. Minyak Tanah (kerosene),
4. Minyak Solar (gas oil),
5. Minyak Diesel (diesel oil),
6. Minyak Bakar (fuel oil)

Sekarang di Indonesia jumlah kendaraan bermotor terus meningkat, yang melebihi 2.818.305 mobil penumpang, 1.609.440 mobil beban, 633.368 bus dan 12.877.527 sepeda motor. Semua alat transportasi ini memakai bensin. Peningkatan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan peningkatan sarana dan prasarana jalan akan menimbulkan kemacetan yang dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar dan polusi udara yang meningkat. Dari 17.938.640 buah kendaraan tersebut, 3,14 juta mobil dan 12,88 juta sepeda motor menggunakan gasolin dan selebihnya adalah kendaraan berbahan bakar solar atau lainnya.
2

Kebutuhan gasolin 1998-1999 untuk jumlah kendaraan di atas adalah 11.608.994 KL (kilo liter) dan sulit bagi Pertamina memenuhi angka ini bila tidak menggunakan tambahan timbal yang murah. Produksi dan kebutuhan premium dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi dan Kebutuhan Premium
NO
TAHUN
PRODUKSI (KL) KEBUTUHAN (KL)
1
1988 - 1989
N/A
5.289.690


2
1989 - 1990
N/A
5.831.259
3
1990 - 1991
N/A
6.477.240
4
1991 - 1992
N/A
6.931.165
5
1992 - 1993
N/A
7.263.589
6
1993 - 1994
N/A
7.598.067
7
1994 - 1995
N/A
8.593.916
8
1995 - 1996
N/A
9.281.429
9
1996 - 1997
N/A
10.116.757
10
1997 - 1998
N/A
10.976.682
11
1998 - 1999*
10.000.000
11.608.994
12
1999 - 2000*
10.000.000
12.533.999
13
2000 - 2001*
10.000.000
13.602.340
14
2001 - 2002*
10.000.000
14.788.483
15
2002 - 2003*
12.000.000
16.103.453
Dari data yang ada diketahui bahwa konsumsi gasolin di Indonesia pada tahun
1997-1998 mencapai 10,97 KL dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun 8,5%.

Jenis gasolin yang diproduksi dan dipasarkan oleh Pertamina dengan nama premium saat ini memiliki angka oktan 88 dengan kandungan timbal maksimum 3 gram/liter dan kadar belerang maksimum 2% bobot. Di samping premium disediakan pula gasolin yang beroktan lebih tinggi , yaitu Premix, dengan angka oktan 94. Proses produksinya ditempuh dengan cara pencampuran premium dengan 15% MTBE (Methyl Tertiery Butyl Ether) sehingga kandungan timbalnya sama dengan premium. Jenis gasolin dengan kandungan timbalnya dapat dilihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Jenis gasolin dan kandungan timbalnya
NO
JENIS
KANDUNGAN TEL (CC/LJSG)
1
Premium 88
1.0
2
Premix 94
1.0
3
Super TT 98
0.0
4
BB2L (Bensin Biru 2 Langkah)
0.0
I.2. Spesifikasi Gasolin

Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar motor harus memenuhi beberapa spesifikasi. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran pada mesin dan mengurangi dampak negatif dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar yang dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan. Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus memenuhi spesifikasi yang berlaku di Indonesia pada saat ini, sebagaimana ditetapkan pemerintah melalui surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 22K/72/DDJM/1990 dan No. 18K/72/DDJM/1990.

Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus memiliki nilai oktan yang cukup tinggi dan memiliki kandungan bahan – bahan berbahaya seperti timbal, sulfur, senyawa – senyawa nitrogen , yang dapat menimbulkan efek kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan. Nilai oktan yang harus dimiliki oleh gasoline yang digunakan sebagai bahan bakar ditampilkan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Nilai oktan gasolin Indonesia
No
Jenis
Bensin
Angka Oktan
Minimum
Kandungan
Timbal
1
Premium
88
88RO N
0,3 g/l
2
Premix 94
94 RON
0,3 g/l
3
Super TT
95 RON
0,005
4
Prima TT
98 RON
0,005

Jangkauan titik didih senyawa gasolin antara 40°C sampai 220°C yang terdiri dari senyawa karbon C5 sampai C12. Gasolin tersebut berasal dari berbagai jenis minyak mentah yang diolah melalui proses yang berbeda-beda baik secara distilasi langsung maupun dari hasil perengkahan, reformasi, alkilasi dan
4

isomerisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komposisi kimia gasolin terdiri dari senyawa hidrokarbon tak jenuh (olefin), hidrokarbon jenuh (parafin) dan hidrokarbon siklik atau hidrokarbon aromatik.

Pada dasarnya spesifikasi bensin mengatur parameter – parameter tertentu sesuai dengan yang diperlukan oleh gasoline dalam penggunaannya. Parameter – parameter tersebut dikelompokan mejadi tiga kelompok. Ketiga kelompok sifat tersebut adalah :
1. Sifat Pembakaran.

Karakteristik utama yang diperlukan dalam gasoline adalah sifat pembakarannya. Sifat pembakaran ini biasanya diukur dengan angka oktan. Angka oktan merupakan ukuran kecenderungan gasoline untuk mengalami pembakaran tidak normal yang timbul sebagai ketukan mesin. Semakin tinggi angka oktan suatu bahan bakar, semakin berkurang kecenderungannya untuk mengalami ketukan dan semakin tinggi kemampuannya unutk digunakan pada rasio kompresi tinggi tanpa mengalami ketukan.
Angka oktan diukur dengan menggunakan mesin baku, yaitu mesin CFR (
Cooperative Fuel Reseach ) yang dipoerasikan pada kondisi tertentu, di mana

bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n – heptana ( angka oktan 0) san isooktana (angka oktan 100). Angka oktan bensin yang diukur didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji.

Ada dua macam angka oktan, yaitu angka oktan riset (RON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi pengendaraan biasa dan angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi pengendaraan yang lebih berat.

Kecenderungan bahan bakar untuk mengalami ketukan bergantung pada struktur kimia hidrokarbon yang menjadi penyusun bensin. Pada umumnya, hidrokarbon aromatik, olefin dan isoparafin mempunyai sifat antiketuk yang relatif baik, sedangkan n – paraffin mempunyai angka oktan yang kurang baik, kecuali yang berat molekulnya rendah.
5
Untuk mendapatkan mendapatkan bensin dengan angka oktan yang cukup tinggi,
dapat dilakukan dengan cara – cara sebagai berikut:
a. Memilih minyak bumi yang mempunyai kandungan aromat tinggi, dalam
trayek didih bensin.
b. Meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi, atau alkana
bercabang, atau olefin bertitik didih rendah.
c. Menambah aditif peningkat angka oktan seperti timbal alkil, biasanya timbal
tetra etil (TEL) dan timbal tetra metil (TML).
d. Menggunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai ramuan, misalnya
alcohol atau eter.
2. Sifat Volatilitas

Ada tiga sifat volatilitas yang biasa digunakan dalam spesifikasi bensin / gasoline antara lain: kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan V/L. Dua parameter pertama digunakan dalam spesifikasi bensin di Indonesia, sedangkan parameter ketiga belum digunakan di Indonesia.

Kurva distilasi dihasilkan dari distilasi gasoline menurut metode baku ASTM. Kurva distilasi ASTM berkaitan dengan masalah operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor. Bagian ujung depan kurva distilasi berkaitan dengan kemudahan mesin dinyalakan pada waktu dingin, penyalaan pada waktu panas dan kecenderungan mengalami pembentukan es pada karburator . bagian ujung belakang kurva berkaitan dengan masalah pembentukan getah bensin / gasoline, pembentukan endapan di ruang bakar dan busi serta pengenceran terhadap minyak pelumas. Sedangkan bagian tengah berkaitan dengan daya dan percepatan, kemulusan operasi serta konsumsi bahan bakar.

Beberapa sifat bagian depan kurva distilasi yang disebutkan di atas berkaitan dengan ukuran kedua volatilitas yaitu tekanan uap. Pada spesifikasi bensin digunakan pengukuran tekanan uap yang agak khusus yaitu tekanan uap reid (RVP), dimana tekanan uap diukur dalam tabung tekanan udara pada suhu 1000F.
3. Sifat Stabilitas dan Kebersihan
Bensin / gasoline harus bersih, aman , tidak rusak dan tidak merusak dalam
penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan dengan
6
sifat ini antara lain adalah zat getah, korosi dan berbagai uji tentang kandungan
senyawa belerang yang bersifat korosif.

Bensin yang diuapkan biasanya meninggalkan sisa berbentuk getah padat yang melekat pada permukaan saluran dan bagian – bagian mesin. Apabila pengendapan getah ini terlalu banyak, kemulusan operasi mesin dapat terganggu. Oleh karena itu kandungan getah dalam bensin harus dibatasi dalam spesifikasi.

Selain getah yang sudah ada sejak awal dalam bensin, getah juga dapat terbentuk karena komponen – komponen bensin bereaksi dengan udara selama penyimpanan. Hidrokarbon jenuh mempunyai kecenderungan unutk mengalami pembentukan getah bensin.

Minyak bumi mengandung senyawa belerang dalam jumlah kecil. Senyawa belerang ini ada yang bersifat korosif dan semuanya akan terbakar di dalam mesin dan menghasilkan belerang oksida yang korosif dan dapat merusak bagian – bagian mesin, selain itu juga beracun dan dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Karena itu kandungan belerang dalam bensin dibatasi dalam suatu spesifikasi.
I.3. Penyaluran Bahan Bakar Minyak

Di dalam pengangan bahan bakar minyak, termasuk bensin Super TT, terdapat berbagai prosedur dimana pemakai harus mengetahui dan mengikutinya dengan maksud menjaga kualitas/mutu bahan bakar minyak yang akan digunakan sekaligus mempertimbangkan faktor keselamatan kerja bagi penggunanya. Prosedur tersebut terbagi atas 3 kelompok penanganan, yaitu:
1. Penerimaan
2. Penimbunan
3. Penyaluran
Adapun penyerahan bahan bakar minyak dari Pertamina kepada konsumen terdapat

beberapa macam cara, antara lain:
1. Melalui SPBU untuk kendaraan umum,
2. Melalui kapal/tongkang untuk industri- industri besar,
3. Melui mobil tangki untuk industri- industri sedang,
7
4. Melalui pipa untuk PLN,
5. Melalui container/drum untuk daerah-daerah terpencil
1. Penerimaan
Di dalam proses penerimaan bahan bakar minyak oleh industri, hal- hal yang
perlu diketahui dan dilaksanakan adalah:
- Rencana nominasi penerimaan bahan bakar minyak harus sesuai atau tersedia
ruang kosong pada tangki penimbun di lokasi penerimaan.
- Untuk persiapan penerimaan, lakukan pemeriksaan dokumen yang berkaitan
dengan jumlah dan mutu bahan bakar minyak.

- Memeriksa segel-segelnya, apabila ada yang rusak buatkan berita acara atas kejadian tersebut serta segera menghubungi bagian penjualan Pertamina terdekat.

- Memeriksa mutu bahan bakar minyak tersebut secara visual (warna, bau, spesific grafity), apabila terjadi kecurigaan atas mutunya segera konsultasi dengan wira penjualan atau sales engineer Pertamina setempat.
- Memasang Bonding Cable yang ada pada mobil tangki ke tanah.
- Memeriksa tangki timbun, meyakinkan masih ada volume yang cukup untuk
menerima serta mencatat volume bahan bakar minyak sebelum penimbunan.
- Menyiapkan selalu Fire and Safety (pemadam kebakaran dan keselamatan
kerja) guna pencegahan apabila terjadi kebakaran.
- Menyiapkan fasilitas pembongkaran (memasang slang pembongkaran,
membuka valve, menghidupkan pompa inlet)

- Apabila proses pembongkaran bahan bakar minyak telah selesai, mencatat volume akhir dalam tangki timbun, mengurangi dengan volume awal sehingga didapat volume penerimaan, bila tidak sesuai lakukan pemeriksaan kalibrasi tangki.
- Khusus untuk penerimaan dalam drum milik konsumen, industri kecil dan
untuk daerah terpencil tanggung jawab Pertamina hanya sampai ujung nozzle.

- Khusus penerimaan melalui pipa sebelum dimulai pemompaan pihak konsumen melakukan pengecekan kuantitas dan kualitas pada tangi yang akan dioperasikan di depot Pertamina.
- Menyelesaikan administrasi penerimaan.
8
- Melakukan
pendiaman
minyak
hingga
stabil
dengan
maksud
memisahkan/mengendapkan air yang teremulsi di dalam bahan bakar minyak.
2. Penimbunan
Pelaksanaan penimbunan dapat dilakukan dengan beberapa cara/tempat
penimbunan, yaitu:
a. Tangki Vertikal,
b. Tangki Horizontal.

Untuk penimbunan bahan bakar minyak yang menggunakan tangki horizontal umumnya dibuat dengan kapasitas 15 m3 sampai dengan 100 m3, sedangkan untuk keperluan penimbunan bahan bakar minyak dengan jumlah yang lebih besar dapat dipergunakan tangki tegak/vertikal.

Di dalam proses penimbunan bahan bakar minyak, untuk menjaga faktor kebakaran dan keselamatan kerja, perlu dierhatikan desain tangki timbun yag dipergunakan serta peralatan-peralatan yang harus dilengkapi. Sedangkan hal- hal yang harus diketuhui dan dilakukan dalam penimbunan bahan bakar minyak adalah sebagai berikut:
- Lakukan pemeriksaan dan pencatatan jumlah/volume bahan bakar minyak
dalam tangki timbun setiap hari dan setiap kali ada mutasi atau pergerakan.

- Periksalah secra periodik mutu baha bakar minyak secra visual (contoh diambil dari bagian atas, tengah dan bawah), apabila terdapat kecurigaan atas mutu bahan bakar minyak tersebut, dapat dikonsultsikan dengan sales engineer/wira penjualan Pertamina setempat.

- Setiap 6 tahun sekali dilakukan pembersihan tangki timbun, hal ii dimaksudkan untuk membersihkan segala macam bentuk kotoran dalam tangki yang dapat merusak mutu bahan bakr minyak dalam tangi timbun.
- Lakukan draining setiap pagi untuk membuang air yang mengendap.

- Fasilitas serta perlengakapan pendukung penimbunan diusahakan yang kedap terhadap percikan listrik (flame proof) guna mencegah kemungkinan kebakaran.
- Harus disediakan fasilitas serta saranafire and safety di lokasipenimbunan
bahan bakar minyak.
9
3. Penyaluran/Penggunaan
Di dalam proes penyaluran/penggunaan bahan bakar minyak, hal-hal yang
perlu diperhatikan dan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Memeriksa selalu jalur-jalur perpipaan penyaluran dari kebocoran dan
memeriksa saringan/filter.
- Fasilitas serta peralatan pendukung penyaluran diusahakan yang kedap
terhadap percikan listrik (flame proof) guna mencegah terjadinya kebakaran.

- Melakukan pencatatan terhadap pemakaian bahan bakar minyak setiap harinya sehingga dapat diperkirakan konsumsi setiap bulan serta waktu permintaan penyuplaian bahan bakar minyak.

- Menghindari penyaluran/pengeluaran pada saat yang sama dari tangki yang sama dengan tangki penerimaan. Hal ini untuk menghindari kesalahan perhitungan penerimaan/penyaluran.
10
BAB II
ADITIF PADA GASOLIN
II.1. Pendahuluan

Menaikkan angka oktan pada bensin adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas bensin. Angka oktan bensin sendiri didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji. Terdapat dua jenis angka oktan, yaitu: (1) angka oktan riset (RON) yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset, dan (2) angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi. Bilangan oktan di pasaran merupakan rata-rata aritmetis dari MON dan RON.

Untuk mendapatkan bensin dengan angka oktan yang cukup tinggi dapat ditempuh beberapa cara: memilih minyak bumi dengan kandungan aromat yang tinggi dalam trayek didih gasoline; meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi atau alkana bercabang dengan alkilasi atau isomerisasi atau olefin bertitik didh rendah; mengunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai bahan ramuan seperti alcohol atau eter; menambahkan aditif peningkat angka oktan.

Dalam makalah ini akan dibahas berbagai macam aditif peningkat angka oktan yang digunakan selama ini maupun yang akan datang. Hal ini disebabkan kebutuhan akan angka oktan bensin yang tinggi semakin meningkat seiring dengan kemajuan perkembangan teknologi kendaraan bermotor. Dan kebutuhan akan lingkungan yang lebih bersih juga menjadi salah satu penyebab berkembangnya penelitian untuk menemukan aditif-aditif baru yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan kesehatan.
II.2. Tetraethyl Lead (TEL)
Zat aditif yang masih digunakan di Indonesia hingga saat ini adalah Tetraethyl
Lead (TEL). Namun penggunaan zat aditif tersebut did uga sebagai penyebab utama
11

keberadaan timbal di atmosfer. Para ahli lingkungan meneliti sampai sejauh mana mekanisme transportasi timbal di atmosfer serta dampak yang ditimbulkannya terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya.

Timbal adalah neurotoksin - racun penyerang syaraf - yang bersifat akumulatif clan dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ). Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang luas pada manusia clan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencemaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa clan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi spontan.

Ada beberapa pertimbangan mengapa timbal digunakan sebagai aditif bensin, di antaranya adalah timbal memiliki sensitivitas tinggi dalam meningkatkan angka oktan, di mana setiap tambahan 0.1 gram timbal per 1 liter gasoline mampu menaikkan angka oktan sebesar 1.5 - 2 satuan angka oktan. Di samping itu, timbal merupakan komponen dengan harga relatif murah untuk kebutuhan peningkatan 1 satuan angka oktan dibandingkan dengan menggunakan senyawa lainnya. Pertimbangan lain adalah bahwa pemakaian timbal dapat menekan kebutuhan aromat sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan produksi gasoline tanpa timbal.

Berbagai pertimbangan di atas menyimpulkan bahwa dengan menambahkan senyawa timbal pada gasoline berangka oktan rendah akan didapatkan gasoline dengan angka oktan tinggi melaui proses produksi berbiaya murah - meski berdampak inefisiensi pada perawatan mesin - dibandingkan dengan proses produksi gasoline dengan campuran senyawa lainnya. Dampak positif lainnya bahwa adanya timbal dalam gasoline juga bermanfaat dengan kemampuannya memberikan fungsi pelumasan pada dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya untuk kendaraan produksi tahun lama. Adanya fungsi pelumasan ini akan mendorong dudukan katup terlindung dari proses keausan sehingga lebih awet - untuk mobil yang diproduksi tahun lama.

Satu hal yang menjadi kegalauan kita, bahwa timbal pada gasoline memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup termasuk kepada kesehatan manusia. Dampak negatif ini adalah bahwa pencemaran timbal dalam udara menurut penelitian merupakan penyebab potensial terhadap peningkatan akurnulasi kandungan timbal
12

dalam darah terutarna pada anak-anak. Akumulasi timbal dalam darah yang relatif tinggi akan menyebabkan sindroma saluran pencernaan, kesadaran (cognitive effect), anemia, kerusakan ginjal hipertensi, neuromuscular dan konsekuensi pathophysiologis serta kerusakan syaraf pusat dan perubahan tingkah laku. Pada kondisi lain, akumulasi timbal dalam darah ini juga menyebabkan ganggua n fertilitas, keguguran janin pada wanita hamil, serta menurunkan tingkat kecerdasan (IQ) pada anak-anak. Penyerapan timbal secara terus menerus melalui pernafasan dapat berpengaruh pula pada sistem haemopoietic.

Di Amerika Serikat sendiri telah ada suatu studi yang mendalam mengenai sejauh mana kemungkinan keterlibatan gasoline bertimbal dalam peningkatan timbal dalam darah. Studi ini dinamakan NHANES (National Health and Nutrition Examination Study ) 2 dan 3. NHANES 2 mensurvey 27,801 orang antara tahun 1976-1980dengan rentang umur 6 bulan hingga 74 tahun yang tinggal di 64 daerah di Amerika Serikat.

Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan penggunaan timbal dalam gasoline sebesar 50% juga berakibat menurunkan 30% kandungan timbal dalam darah. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa timbal dalam gasoline merupakan penyebab utama timbulnya penumpukan timbal dalam darah yang nantinya akan dapat menyebabkan timbulnya kanker.

Untuk selanjutnya, sebagai lanjutan dari apa yang telah dilakukan oleh NHANES 2, NHANES 3 juga telah melakukan penelitian pada rentang tahun 1988- 1991, dimana pada saat itu, penggunaan timbal di Amerika Serikat telah hampir dihilangkan, dan hal ini mengakibatkan penurunan yang sangat drastis pada penumpukan timbal di dalam darah, pada orang dengan rentang umur 1-74 tahun, yaitu sekitar 2.8 µg dl-1.
Tabel 3. Dampak kesehatan akibat Pb.
KADAR
DAMPAK KESEHATAN
Pb (ìg/dl)
ANAK
DEWASA
0 s/d 10
Penurunan
tingkat
kecerdasan
Gg. Pertumbuhan tulang
13
10 s/d30 Gg. Metabolisme Vit D
Gg. systolic tek darah
Gg. protoporthyrin eritrosit
30 s/d 50 Gg.sintesa haemoglobin
Gg. Sistim sayaraf pusat
Gg. Ginjal
Gg.Infertilitas (pada pria)
50 s/d 100 Anemia
Gg. Ginjal
Gg. Otaksis syaraf pus
Anemia
Gg. Sintesa haemoglobin
> 100
Kematian
Kematian

Kerugian pemakaian timbal pada mesin kendaraan adalah timbulnya kerak - deposit sisa pembakaran yang menumpuk pada sistem pembuangan maupun pada ruang pembakaran (combustion chamber). Apabila kerak ini semakin membesar akan berdampak pada menurunkan kinerja mesin, konsumsi bahan bekar semakin meningkat yang pada gilirannya mendorong tingginya biaya operasional dan pemeliharaan kendaraan. Satu hal yang disayangkan, bahwa meskipun teknologi otomotif akhir-akhir ini telah dikembangkan sehingga seluruh kendaraan keluaran baru menuntut digunakannya bensin tanpa timbal dengan oktan yang tinggi, namun sering terjadimisfueling, yaitu kendaraan yang semestinya menggunakan bensin tanpa timbal tetapi diisi dengan bensin timbal. Kondisi ini merusak fungsicatalytic
converter. Berdasarkan survei yang dilakukan US - EPA, kasus misfueling ini cukup

banyak terjadi (12% dari seluruh kendaraan yang dilengkapicatalytic converter). Hal ioi terjadi karena masih adanya substitusi bahan bakar oktan tinggi dengan harga murah berupa leaded ga soline (kasus di Indonesia).
II.3. Senyawa Oksigenat

Di Amerika dan beberapa negara-negara Eropa Barat, penggunaan TEL sebagai aditif anti ketuk di dalam bensin makin banyak digantikan oleh senyawa organic beroksigen (oksigenat) seperti alkohol (methanol, etanol, isopropil alkohol) dan eter (Metil Tertier Butil Eter (MTBE), Etil Tertier Butil Eter (ETBE) dan Tersier Amil Metil Eter (TAME)). Oksigenat adalah senyawa organic cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Selama pembakaran, oksigen tambahan di dalam bensin dapat mengurangi emisi karbon monoksida, CO dan material- material pembentuk ozon atmosferik. Selain itu
14

senyawa oksigenat juga memiliki sifat-sifat pencampuran yang baik dengan bensin. Semua oksigenat mempunyai angka oktan di atas 100 dan berkisar antara 106 RON untuk TBA dan 122 RON untuk methanol.

Penggunaan alkohol sebagai zat aditif pengganti TEL masih terbatas karena beberapa masalah antara lain tekanan uap dan daya hidroskopisnya yang tinggi. Oleh karena itu senyawa eter lebih banyak digunakan daripada alkohol. Senyawa eter yang telah banyak digunakan adalah MTBE, sedangkan ETBE dan TAME masih terbatas karena teknologi prosesnya masih belum banyak dikembangkan. Namun berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian dalam satu dasawarsa ini, MTBE juga menimbulkan masalah pencemaran air tanah, sehingga penggunaannya sebagai zat aditif bensin banyak ditinjau lagi. Penggunaan eter tersebut sebagai zat aditif saat ini agaknya mulai digantikan dengan alternatif aditif yang lain, seperti di Amerika mulai dilakukan pengkajian terhadap penggunaan etanol sebagai pengganti MTBE. Di Indonesia walaupun masih menggunakan MTBE, namun Bapedal melakukan pengkajian terhadap Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT), senyawa organologam.

Metanol memiliki angka oktan yang tinggi dan mudah didapat dan penggunaannya sebagai aditif bensin tidak menimbulkan pencemaran udara. Namun perbedaan struktur molekul methanol yang sangat berbeda deari struktur hidrokarbon bensin menimbulkan permasalahan dalam penggunaannya, antara lain kandungan oksigen yang sangat tinggi dan rasio stoikiometri udara per bahan bakar. Nilai bakarnya pun hanya 45% dari bensin. Metanol merupakan cairan alkohol yang tak berwarna dan bersifat toksik. Pada kadar tertentu (kurang dari 200 ppm) methanol dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata, kulit dan selaput lendir dalam tubuh manusia. Efek lain jika keracunan methanol adalah meningkatnya keasaman darah yang dapat mengganggu kesadaran.

Etanol memiliki angka oktan yang hampir sama dengan metanol. Daya toleransi etanol terhadap air lebih baik daripada metanol. Di negara-negara yang mempunyai kelebihan produksi pertanian etanol dibuat dari fermentasi produk pertanian. Etanol juga bersifat toksik. Di dalam tubuh manusia keberadaan etanol diproses di dalam hati di mana enzim dehidrogenasi mengubah etanol menjadi asetaldehida. Akumulasi asetaldehida itu dapat mengganggu sistem kesadaran otak manusia. Namun begitu penggunaan etanol sebagai aditif bensin dinilai relatif lebih aman dibanding metanol.
BAHAN CAIR