Minggu, 17 Juli 2011

telaah kurikulum fite

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

Saat ini telah ada Standar Nasional Pendidikan (SNP) melalui PP 19/2005. SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI.



STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN MELIPUTI :
Standar Isi
Standar proses
Standar kompetensi lulusan
Standar pendidik dan tenaga kependidikan
Standar sarana dan prasarana
Standar pembiayaan
Standar pengelolaan
Standar penilaian

SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan (kompetensi) yang mencakup;
sikap,
Pengetahuan,
keterampilan
sebagaimana ditetapkan pada Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.
Standar Isi disusun berdasarkan SKL sehingga KTSP saat ini juga mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi (lihat Gambar 1: Kerangka KBK).

SI adalah lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai SKL pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu se-bagaimana ditetapkan dengan Kepmen-diknas No.23/2006.

Kerangka dasar
Struktur Kurikulum
Beban Belajar
Kalender Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
- Cakupan Kelompok Mata Pelajaran - Prinsip Pengembangan Kurikulum - Prinsip Pelaksanaan kurikulum
Struktur Kurikulum terdiri dari:
Mata pelajaran
Muatan Lokal
Pengembangan diri
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti program pembelajar-an oleh peserta didik melalui sistem;
tatap muka,
penugasan terstruktur, dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang di-gunakan sebagai pedoman penye-lenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU 20/2003).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
Struktur dan muatan kurikulum (berisi mata pelajaran, muatan lokal, pengembangan diri, pengaturan beban pelajaran, kriteria ketun-tasan belajar, ketentuan mengenai kenaikan kelas dan kelulusan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis lokal dan global)
Kalender pendidikan
Lampiran-lampiran (yaitu program tahunan, program semester, silabus, contoh RPP, SK, dan KD mulok, program pengembangan diri, dan perangkat lainnya, misalnya pemetaan KD atau indikator)
Esensi KTSP adalah pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Dengan demikian, sekolah dituntut untuk memiliki kemandirian, kreativitas, inovasi, inisiatif dan prakarsa dalam mengelola KTSP.
KTSP menuntut sekolah memiliki kapasitas/ kemampuan sumberdaya (SDM & selebih-nya) dan kelembagaan yang memadai agar mampu mengelola KTSP;
Untuk itu, sekolah harus melakukan pe-ngembangan kapasitas sumberdaya dan ke-lembagaan dalam pengelolaan KTSP;
Sekolah membentuk Tim Pengembang KTSP;
Sekolah melakukan lokakarya penyu-sunan KTSP;
Sekolah menyusun KTSP secara partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur terkait, khususnya guru;
Sekolah merancang pelaksanaan KTSP dan pemantauannya;


Sekolah melakukan koordinasi dalam pengelolaan KTSP;
Sekolah merencanakan evaluasi KTSP;
Sekolah merencanakan penyusunan lapor-an hasil evaluasi KTSP;
Sekolah merencanakan cara-cara merevisi KTSP berdasarkan hasil evaluasi;
Sekolah harus pro-perubahan (kreatif, inovatif, eksperimentatif, initiatif) dalam mengelola KTSP.


Sekolah melakukan analisis standar kompetensi lulusan, standar isi dan KTSP untuk menemukan implikasinya bagi pengembangan bahan ajar, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, pembiayaan, penilaian, pengelolaan kelas, dsb.
Rencana KTSP yang baik harus bersumber pada Standar Isi dan kebutuhan serta kemampuan sekolah. Rencana KTSP harus dinamis, dalam arti, aktif dan pro- aktif mengikuti perubahan konteks misalnya peraturan perundang-undangan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, dan kebutuhan (peserta didik, keluarga, sektor-sektor serta sub-sub sektornya).
Implementasi KTSP sangat terkait dengan pertanyaan apakah pelaksanaan yang telah digariskan dalam pase rencana KTSP di-gunakan sepenuhnya dan seberapa efektif. Untuk menjawab pertanyaan ini, pengawasan pelaksanaan KTSP yang akan memberikan informasi. Bagian pengawasan pelaksanaan KTSP ini bertugas memantau kesesuaian pelaksanaan dengan spesifikasi dan mengecek-nya apakah sudah sesuai dengan yang ditulis dalam rencana KTSP.
Hasil KTSP sangat ditentukan oleh implementasi dan implementasi juga ditentukan oleh rencana. Jika salah satu atau dua-duanya yaitu rencana KTSP dan implementasi rendah mutunya, maka mutu hasil KTSP akan rendah pula. Untuk itu, penjamin dan pengawas KTSP harus terlibat secara intensif dalam dua wilayah tersebut (rencana dan implementasi KTSP).
KTSP harus memberikan bekal dasar untuk meng-aktualkan potensi spiritual, intelektual, emosional dan pisikal peserta didik;
KTSP memiliki sifat alamiah untuk menjadi tua, layu dan kering, jika tidak dijaga, dipelihara, disiram, dan dikembangkan;
KTSP SSN merupakan pusat keunggulan dan pusat gravitasi dari SMP-SMP di sekitarnya sehingga harus mampu menunjukkan keunggulannya;
KTSP SSN harus pro-perubahan yaitu kreatif dan inovatif berdasarkan hasil eksperimentasi yang dilakukan untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan KTSP baru;
Oleh karena itu, KTSP SSN jangan sampai tertambat pada tradisi dan kelumrahan masa lalu;


Pengembang KTSP SSN harus memperbanyak bentuk-bentuk sinergi positif dengan pihak-pihak lain;
PBM SSN jangan hanya mementingkan jawaban baku yang dianggap benar oleh guru, tetapi harus mengembangkan daya kreasi, inovasi dan eksperimentasi;
Untuk memacu kemajuan KTSP perlu di-tumbuhkan persaingan tetapi perlu diimbangi dengan nilai kolaborasi dengan model-model kegiatan kolektif (tim, gugus tugas, regu kerja, dsb.);

Perlu dikembangkan proses belajar mengajar yang bermatra individual-sosial-kultural agar sikap dan perilaku peserta didik sebagai makhluk individual tidak terlepas dari kaitan-nya dengan kehidupan masyarakat;
Harmonisme proses pendidikan antara nilai-nilai religi (sebagai acuan makna hidup dan penangkal arus materialisme dan pragmatis-me), solidaritas (kesetiakawanan), seni (syahdu, memperhalus dan memperkaya citarasa), ekonomi (materalisme), teori/iptek (untuk keenakan hidup), dan kuasa (politik).

Bangunlah kultur akademik di sekolah sebagai sumber penggalangan konformisme sikap dan perilaku bagi warga sekolah;
Harmonisme lingkungan pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat harus di- jaga dalam menanamkan nilai-nilai tertentu dan jangan sampai ada diskrepansi, apalagi konflik atau bahkan kotradiksi/benturan.
Kepala sekolah dan guru SSN harus tahu persis kebutuhan pelaksanaan KTSP dan menanggapinya dengan hati nurani, menggunakan pikiran sebaik-baiknya dan mengupayakannya dengan sungguh-sungguh, penuh semangat, penuh harapan dan motivasi yang tinggi; dan
Rumuskan tujuan yang akan dicapai secara jelas, cari orang-orang yang memiliki kemampuan dan komitmen, tanamkan investasi pada mereka dan interaksikan serta koordinasikan mereka agar solid untuk mencapai tujuan.
SSN harus menerapkan manajemen mutu terpadu (perbaikan secara terus menerus, pelibatan secara total unsur-unsur sekolah, dan berpusat pada pelanggan/ siswa);
Agar siswa belajar, mereka disuruh mengajar melalui presentasi tugas-tugas di depan para siswa dan guru;
Pelatih/penatar SSN sebaiknya juga diambil dari praktisi yang sukses (guru, kepala sekolah, dsb.) selain dari akademisi.
Keseimbangan tujuan pendidikan antara daya pikir, daya kalbu dan daya pisik;
Keseimbangan antara tujuan pribadi dan sosial
Keseimbangan antara kreativitas dan disiplin;
Keseimbangan antara persaingan & kerjasama;
Keseimbangan antara kemampuan berfikir holistik dan atomistik;
Keseimbangan antara berfikir deduktif dan induktif;
Keseimbangan antara tuntutan dan prakarsa.



Proaktif, tidak sekadar aktif dan reaktif;
Mulailah dengan tujuan akhir dalam pikiran;
Lakukan pertama yang utama (prioritas)
Berpikir menang-menang (saling menghidupi);
Pahamilah orang lain terlebih dahulu, baru minta dipahami;
Bersinergi (kerjasama kreatif) untuk memperoleh nilai tambah;
Tajamkan gergaji anda (lakukan pembaruan secara terus menerus); dan
Bukalah jalan untuk berpikir, bersemangat, dan bertindak yang lebih baik (memerlukan kebiasaan baru). Lihat Stephen Covey, 2006.


IMPLIKASI KBK
Jabarkan standar kompetensi menjadi sub-sub kompetensi/ kompetensi dasar termasuk indikator-indikator setiap kompetensi dasar.
Kembangkan silabus dan materi ajar yang benar-benar mengacu pada standar kompe-tensi dasar, rencanakan pengalaman belajar-nya, alokasi waktunya, dan pilih sumber bahannya.

3. Kembangkan dan laksanakan proses belajar dan mengajar berdasarkan KBK dengan meng-gunakan pendekatan pembelajaran tuntas, belajar dengan mengejakan, pembelajaran mandiri, pembelajaran kontekstual, dan pendekatan lain yang relevan.
4. Rencanakan dan laksanakan evaluasi ber-dasarkan standar kompetensi (evaluasi otentik) termasuk di dalamnya jenis penilaian, jenis instrumen, dan rumusan soalnya.
5. Berikan sertifikat sebagai pengakuan terhadap kompetensi yang telah dicapai oleh peserta didik.


1918 : Bobbit , The Curriculum
Kurikulum adalah serangkaian kegiatan yang harus dilakukan atau dialami oleh anak-anak didik atau anak muda dengan maksud me-ngembangkan kemampuan mengerjakan sesuatu yang termasuk dalam kehidupan orang dewasa dengan sebaik-baiknya dan agar memiliki sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang dewasa dalam segala aspeknya.

1935 : Caswell dan Campbell, Curriculum Development
Kurikulum adalah semua pengalaman yang dialami anak-anak di bawah bimbingan para guru.

1957 : Krug, Curriculum Planning
Kurikulum adalah serangkaian strategi pengajaran yang diperguna-kan disekolah untuk menyediakan kesempatan terwujudnya penga-laman belajar bagi anak didik untuk mencapai hasil yang diinginkan.

1962 : Taba, Curriculum Development : Theory and Practice
Suatu curikulum adalah rencana untuk belajar

1966 : Saylor & Alexander, Curriculum Planning for Modern Schools
Kurikulum mencakup semua kesempatan belajar yang disediakan oleh sekolah

1967 : Johnson, Definitions and Models in Curriculum Theory
Kurikulum adalah serangkaian hasil belajar yang terencana da terstruktur. Kurikulum menentukan atau setidak-tidaknya mengharapkan hasil pelajaran. Kurikulum tidak menetukan cara yang harus dipakai untuk mencapai hasil itu.

1968 : Harnack, The Teacher : Decision Maker and Curriculum Planner
Kurikulum menyangkut semua pengalaman belajar – mengajar yang dibimbing dan diarahkan oleh sekolah

1977 : Oliver , Currculum Improvement (2nd Edition)
Kurikulum adalah program pendidikan di sekolah dengan focus pada (1) elemen program studi, (2) elemen pengalaman, (3) elemen pelayanan, dan (4) elemen kurikulum tersembunyi.

1978 : Doll , Curriculum Improvement : Decision Making & Processes
Kurikulum adalah isi dan proses formal dan informal dengan mana anak didik memperoleh pengetahuan dan pengalaman, mengembangakan ketrampilan, mengubah sikap, apresiasi dan nilai-nilai dibawah tanggung jawab sekolah.


1979 : Finch & Crunkilton, Curiculum Development in Vocational and Technical Education
Kurikulum adalah sejumlah kegiatan dan pengalaman belajar yang di- alami oleh anak didik di bawah pengarahan dan tanggung jawab sekolah.

1980 : Hass, Curriculum Planing : A New Approach (3nd Edition)
Kurikulum adalah semua pengalaman yang dialami pribadi-pribadi anak didik dalam suatu program pendidikan yang bermaksud untuk mencapai tujuan-tujuan umum dan tujuan-tujuan khusus yang relevan, yang di- rencanakan berdasarkan kerangka teoritik dan riset atau praktek-praktek professional masa lalu dan masa sekarang.

1982 : Olivia , Developing the Curriculum
Kurikulum adalah rencana atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati anak didik di bawah pengarahan sekolah.

1986 : Beane, at. Al., Curriculum Planning and Development
Batasan tentang kurikulum dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu :
(1) kurikulum sebagai produk,
(2) kurikulum sebagai program,
(3) kurikulum sebagai belajar yang direncanakan dan
(4) kurikulum sebagai pengalaman anak didik.

Sukamto, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Tahun 1988
Prinsip-prinsip dasar proses perencanaan dan pengembangan kurikulum yang terpenting antara lain: 1. Perencanaan kurikulum pada hakekatnya adalah suatu upaya untuk membentuk anak
didik, atau dengan kata lain fokus dari upaya perencanaan kurikulum adalah siswa dan
pengalaman belajar yang akan diperolehnya.

2. Dalam proses perencanaan kurikulum melibatkan banyak pihak, dan dilakukan dalam
berbagai tingkat atau hirarki vertikal, sesuai dengan jenis dan kuantitas informasi yang
terlibat didalamnya.

3. Karena luasnya dimensi kurikulum sekolah, perencanaan kurikulum harus mengkaji
banyak aspek dan persoalan, disamping yang terutama tentang isi dan proses belajar
mengajar.

4. Dengan banyaknya tahapan dan dinamika pendidikan dalam masyarakat yang harus
dipertimbangkan dalam proses perencanaan, maka perencanaan dan pengembangan
kurikulum harus dipandang sebagai suatu proses ang berkesinambungan dan berjalan
terus menerus tanpa mengenal ujung pembehentian, dan bukan sebagai usaha yang
selesai dalam sekali tindakan.
(Sukamto, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum PTK, 1988)
Perencanaan mulai dari tingkat makro (nasional) sampai ketingkat mikro (interaksi guru & murid dikelas)

Informasi dikumpulkan menyangkut aspek demografis, aspek sosiologis dan aspek ekonomis.

Untuk menyusun urutan dan struktur kurikulum diperlukan bantuan para ahli psikologi belajar, para pakar bidang studi yang mumpuni dan para ahli pendidikan.

Dalam fase evaluasi; tidak ketinggalan dilibatkan pihak masya-rakat luas disamping kelompok spesifik seperti pemakai lulusan, para lulusan itu sendiri, dan para pelaksana seperti guru dan administrator.
Perencanaan mulai dari tingkat makro (nasional) sampai ketingkat mikro (interaksi guru & murid dikelas)

Informasi dikumpulkan menyangkut aspek demografis, aspek sosiologis dan aspek ekonomis.

Untuk menyusun urutan dan struktur kurikulum diperlukan bantuan para ahli psikologi belajar, para pakar bidang studi yang mumpuni dan para ahli pendidikan.

Dalam fase evaluasi; tidak ketinggalan dilibatkan pihak masya-rakat luas disamping kelompok spesifik seperti pemakai lulusan, para lulusan itu sendiri, dan para pelaksana seperti guru dan administrator.
Ada tiga ( 3 ) komponen pokok yang saling terkait dalam perencanaan kurikulum :

1. Komponen landasan
(filosofi, sosiologi dan psikologi)
2. Komponen konteks
(falsafah negara, struktur sosial ekonomi, politik dan budaya)
3. Komponen penyaring
(sarana/prasarana, prinsip-prinsip belajar, dan karakteristik
anak didik)
Tujuan hidup manusia
Hal apa yang harus diajarkan kepada generasi muda agar dapat membimbing mereka ke kehidupan yang baik.
Seberapa jauh peranan dan tanggung jawab sekolah
Relevansi pendidikan umum dan kejuruan terhadap kebutuhan dan struktur masyarakat
Peranan teknologi dan struktur kurikulum keluarga terhadap praktek pendidikan disekolah
Pemenuhan kebutuhan dasar manusia lewat jalur pendidikan
Relevansi struktur kurikulum dengan tahap-tahap perkembangan kedewasaan anak didik
Dsb.
Melalui kajian filosofis, kajian sosiologis dan kajian psi-kologis sangat bermanfaat untuk mencegah agar program pendidikan yang lahir tidak mudah goyah dan berubah-ubah karena rapuhnya fondasi yang mendasarinya.
Selain komponen yang termasuk kelompok yang pertama yang sifatnya relatif universal, perencanaan kurikulum dalam dunia pendidikan haruslah juga memperhatikan faktor-faktor yang sifatnya kontekstual yang menyangkut suatu lingkungan atau setting tertentu.
Pendekatan Filosofis
Pendekatan Introspektif
Pendekatan DACUM
Pendekatan Fungsional
Analisis Tugas (Task Analysis)
1. Pendekatan Filosofis
Pendekatan yang didasarkan pada pemikiran seseorang atau sekelompok orang yaang dipandang mengerti tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik tentang seluk beluk pendidikan yang akan direncanakan.

Pendekatan instrospektif adalah penentuan isi kurikulum didasar-kan pada pemikiran dan perasaan dari mereka yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti para guru dan administrator yang sehari-hari bekerja dilingkungan sekolah.

Mereka secara individual maupun kelompok merenungkan apa yang sebaiknya yang dianggap baik masuk dalam isi kurikulum sekolah, dengan mempertimbangkan pengalaman dan informasi yang langsung dapat diolah sesuai dengan konteks dimana mereka bekerja.
Dalam penentuan isi kurikulum ini dapat pula dengan melakukan studi banding ditempat lain, baik dengan cara datang langsung atau hanya dengan membaca literatur seperti katalog sekolah, buku laporan tahunan atau sumber infor-masi lain sebelum meng-ambil keputusan tentang isi kurikulum yang akan dibuat.
Pendekatan yang didasarkan pada pemikiran-pemikiran para ahli, pengusaha, para pekerja dan lain-lain dimana pihak sekolah justru tidak dilibatkan.
Keunikan dari pendekatan Dacum ini adalah urutan dan intensitas partisipasi peserta ditargetkan sedemikian rupa, sehingga yang di-hasilkan selama proses tidak terbatas hanya pada inventarisasi skill saja atau penge-tahuan yang spesifik yang menjadi kerangka kurikulum, namun sampai pada tingkat kemahiran atau kompetensi sesuai dengan apa yang diperlukan dalam situasi kerja yang nyata.

Pada pendekatan fungsional yaitu penetuan isi kuri-kulumnya lebih bersifat obyektif, dimana anak didik yang belajar harus mempelajari fungsi-fungsi apa yang se-harusnya ada untuk menjamin kelangsungan kerja suatu industri atau dunia usaha tertentu, yang kemudian di-jabarkan menjadi penampilan-penampilan (performance) yang terkait dengan fungsi atau tugas tertentu untuk di-jadikan masukan bagi perencanaan kurikulum.

Rabu, 13 Juli 2011

ABSTRAK
Guru adalah profesi luhur yang tidak semua orang bisa menekuninya. Menjadi guru berarti siap untuk mengabdikan diri demi kemajuan pendidikan bangsa. Guru tak hanya sebatas menyampaikan materi di kelas, tapi harus mampu memahami dan melaksanakan kurikulum dengan baik, disamping harus bisa memberdayakan aspek-aspek kepribadian peserta didiknya. Menjadi guru tak boleh setengah hati. Guru harus memiliki kepribadian yang komplit, cerdas, tangkas, cekatan dan berakhlak mulia sehingga ia pantas untuk digugu dan ditiru. Guru yang baik adalah guru yang bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Masih banyak guru di indonesia yang ketinggalan jaman, ketinggalan informasi, dan susah untuk mengubah diri karena faktor kondisi yang menjadikan para Guru hanya dapat pasrah saja, karena kondisi didesa dan kota pun berbeda {Fakta}, penerapan metode- metode yang kuno sering terjadi di desa- desa karena faktor pemerintah yang pusing memberikan dana karena banyak sekali sekolahan-sekolahan yang tidak kurang kompetitif atau kondisi keuangan sekolah dan pribadi yang sangat tidak menunjang guru untuk mengubah cara pembelajaran menjadikan sangat terhambatnya iformasi untuk siswa- siswa dalam mencari pengalaman. jadi akan sangat menonjol perbedaan siswa-siswa didesa dan dikota, sangat memprihatinkan jika masih terjadi seperti ini, tingkat intelektual yang rendah akan sangat menghambat perkembangan negara kita ini Indonesia.
APA YANG SAYA LAKUKAN KETIKA SAYA MENJADI GURU
Dari kedua penjelasan mengenai profesi guru dan kendala guru di Indonesia maka saya akan membahas sedikit tentang bagaimana jika saya menjadi seorang guru, namun demikian ada beberapa point penting yang akan saya lakukan ketika saya menjadi seorang guru, diantaranya:
I. CARA MENJADI GURU YANG BAIK
II. SIFAT- SIFAT SEORANG GURU YANG BAIK
III. KRITERIA GURU YANG BAIK
IV. TUJUAN MENJADI SEORANG GURU
Dari 4 point tentang guru diatas akan coba saya jabarkan tentang pengertianya secara rinci dan semoga bias selalu saya ingat ketika kelak saya menjadi seoran guru.


I. CARA MENJADI GURU YANG BAIK
Banyak sekali sekolahan- sekolahan yang kurang kompetitif atau kondisi keuangan sekolah dan pribadi yang sangat tidak menunjang guru untuk mengubah cara pembelajaran menjadikan sangat terhambatnya iformasi untuk siswa- siswa dalam mencari pengalaman. jadi akan sangat menonjol perbedaan siswa-siswa didesa dan dikota, sangat memprihatinkan jika masih terjadi seperti ini, tingkat intelektual yang rendah akan sangat menghambat perkembangan negara kita ini Indonesia.
Menanggapi permasalahan tersebut diatas maka yang saya ingin sarankan pada pemerintah kepada pemerintah melalui kepala sekolah dan persetujuan dari kepala dinas pendidikan setempat untuk membuat tempat- tempat di kota- kota besar dan kota- kota kecil diseluruh indonesia dan harus merata yaitu tempat dimana anak- anak, remaja, orang dewasa dan orang tua dapat mengakses informasi.
Menjadi guru yang baik bukan berarti kita selalu mempermudah siswa dalam mencontek, akan tetapi saya harus senantiasa mencari jalan bagaimana caranya untuk menjadikan siswa saya menjadi lebih mengerti tentang konsep yang saya ajarkan dengan kata lain saya akan membuat sebagaimana mestinya sehingga siswa saya mengerti apa yang saya berikan.
Kesabaran saya ketika menjadi guru juga sangat saya perlukan dan akan bervariasi berdasarkan latar belakang sifat- sifat anak didik saya. Memang berat karena belum ada “formula” yang bisa diterapkan kesemua guru tentang bagaimana menjadi guru yang baik dihadapan siswa. Tapi disitulah seninya menjadi guru dalam dunia sosial yang selalu berubah. Antisipasi dan kemampuan saya menangkap perubahan, namun tidak melonggarkan peraturan sekolah karena takut dianggap melanggar HAM.
II. SIFAT- SIFAT SEORANG GURU YANG BAIK
Bagi saya menjadi seorang guru harus dilandasi sifat- sifat yang menunjukkan bahwasanya guru yang baik mempunyai sifat yang mencerminkan kepribadian seorang guru, diantaranya:
1. Memiliki Akhlak Yang Mulia
Bagi saya guru merupakan suri tauladan bagi murid-murid saya. Segala gerak-gerik, perkataan, dan tingkah laku saya sedikit banyaknya akan dicontoh oleh murid-murid saya. Oleh karena itu, saya mesti mencontohkan akhlak yang mulia bagi murid-murid saya. Agar mereka juga bisa menjadi manusia yang berakhlak mulia.
Sebisa mungkin saya akan mencoba menghindari sifat-sifat tercela seperti membenci, marah yang berlebihan, mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor, mencaci maki murid, dendam terhadap murid, dan berlaku tidak sopan terhadap murid. mengargai murid terlebih dahulu sebelum saya minta murid untuk mengahargai saya. Menyayangi murid, sebagaimana saya sayang pada anak saya sendiri. Jika saya tidak mampu untuk menampilkan ahlak yang mulia, maka kecil harapan saya bisa mencetak siswa yang berakhlak mulia. Bagi saya Akhlak itu sangat penting dalam proses pendidikan manusia?
2. Tidak merasa yang paling benar
Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Meskipun saya guru dan lebih tua dari murid, tetap saja berpeluang untuk salah. Dan murid, meskipun lebih muda dan mungkin ilmuya belum sebanyak saya, tetap berpeluang untuk lebih benar dari saya. Kita sama-sama manusia, yang memiliki peluang yang sama untuk berbuat salah. Bagi saya mengajar itu ibadah, jadi. Saya akan berusaha untuk tidak pernah berputus asa atas berbagai masalah yang saya temui selama menjalani proses pendidikan ini. Insyaallah, amal baik saya selama menjadi guru akan membawa kita pada derajat kemuliaan di sisi Nya. “ amin “
3. Memandang murid sesuai dengan potensi masing- masing
Saya akan mencoba tidak memandang mereka sebagai gelas kosong yang siap kita tuangi air sampai penuh, bahkan meluber. Setiap manusia pasti memiliki potensi, paling tidak saya akan mencoba menggali dan mengembangkannya saja potensi merka masing- masing. Dengan demikian, proses belajar akan lebih bermakna dan memperoleh hasil yang maksimal.
4. Meluruskan niat menjadi seorang guru
Kebanyakan orang menjadi guru hanya sekedar pelarian saja. Karena tidak dapat pekerjaan lain, karena kebutuhan PNS guru lebih besar dibandingkan dengan PNS lainnya, dan karena banyak hal yang lain. Jika begini, maka saya tidak akan pernah memiliki target dan visi yang jelas ketika menjadi guru. Mungkin cenderung hanya berorientasi pada materi semata, bukan keberhasilan pendidikannya. Oleh karena itu, sebelum menjalani profesi sebagai guru atau yang sudah menjadi guru, terlebih dahulu saya akan niat lagi, kenapa saya menjadi guru? Hanya sekedar mencari nafkah atau memang benar-benar ingin mengabdikan diri di dunia pendidikan agar dapat mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas?
III. KRITERIA GURU YANG BAIK
Sebagai seorang guru yangbaik saya akan selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan. Melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain itu saya akan berusaha memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Sebagai guru saya akan selalu mencoba agar layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut ketika saya menjalankan tugas. Tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Senantiasa saya akan bertanggung jawab mengatarkan siswa saya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan.
1. Ketika saya berhadapan dengan anak didik saya
Sebisa mungkin saya akan berusaha untuk berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas- tugas diantaranya mendididik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran, membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat. Saya akan mencoba mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. Semaksimal mungkin saya akan menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. Saya secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. Saya akan menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. Saya akan berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik. Secara langsung atau tidak langsung saya akan mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik didalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya. Saya akan bertindak dan memandang semua tindakan peserta didik saya secara adil. Saya akan berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. Saya akan membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
2. Ketika saya berhadapan dengan orang tua murid
Saya akan berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan. Sebisa mungkin saya akan memberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan anak didik saya. Secara langsung saya akan memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Saya akan selalu mencoba berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. Saya akan menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. Saya tidak akan melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan- keuntungan pribadi saya.
3. Ketika saya berhadapan dengan masyarakat
Saya sebisa mungkin akan menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. Setidaknya saya akan mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Saya akan mencoba untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Saya akan berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. Saya akan berusaha melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya. Saya akan memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. Saya akan berusaha untuk tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat.
IV. TUJUAN MENJADI SEORANG GURU
Sebagai guru yang baik saya mempunyai tujuan setiap berhadapan dengan siswa, tidak meremehkan apa yang dipikirkan oleh siswa karena setiap siswa telah memiliki tujuan sekalipun tidak pernah diungkapkannya dengan guru, memberikan penilain yang berimbang, objektif pada siswa dan menghargai setiap dia menemukan sesuatu yang baru dalam pembelajaran.
Selain itu tujuan saya menjadi seorang guru adalah menabdi kepada peserta didik sehingga ilmu yang saya transferkan harus bias dimengerti dan dipahami oleh peserta dididk saya, jika saya memberikan sebuah pemahaman tentang ilmu say berharap peserta didik saya bias menerimanya sebaik munkin dan bias mengembangkanya diluar jam belajar sehinggga peserta didik saya ilmunya bias lebih mumpuni dari saya karena yang saya ajarkan, atau setidak- tidaknya peserta didik saya mempunyai kemampuan yang sama dengan saya.
Sebagai penunjang keberhasilan pendidikan di Negara Indonesia yang akhir- akhir ini dikaitkan dengan politik transaksional saya akan memcoba menanamkan dalam diri saya bahwa pendidikan adalah gerbang menuju kesuksesan, kesejahteraan, kemandirian sehingga tidak dapat diperjual belikan hanya demi kepentingan individu semata, sehingga ketika saya mengahdapi situasi yang demikian itu saya bisa menyadari bahwa tujuan utama menjadi seorang guru adalah mengajar dan setidak- tidaknya saya bias terhindar dari pengaruh politik transaksional.
Selain itu pemerataan pendidikan diberbagai daerah di Negara Indonesia maka ketika saya harus ditugaskan di daerah pedalaman atau luar pulau jawa dengan ikhlas saya akan menjalankan tugas mulia tersebut demi kepentingan bangsa dan Negara.
PENUTUP
Demikian sedikit uraian saya ketika suatu saat saya menjadi guru semoga apa yang saya tuliskan dapat saya lakukan demi kepentingan bangsa dan Negara. “ AMIN “




Nama : Bayunet Fajar Toufik TUGAS MENGULANG SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2010/ 2011 Mata kuliah : Profesi Kependidikan
NIm : 29 006 038 Dosen pengampu : Tjiptoo,M.Pd/ Arif Bintoro Johan, M.Pd
Prodi : Pendidikan Teknik Mesin Selasa, 31 mei 2011
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA


1. Jelaskan konsep seorang guru menurut kihajar dewantara?
Menurut konsep Ki Hadjar, guru bukanlah orang sembarangan. Guru itu adalah seorang pemimpin. Guru adalah seorang pamong yang tugas utamanya adalah mengemong sang anak. Dalam hal ini mahasiswa itulah yang dimaksud Sang Anak, meski usianya lebih tua daripada dosen atau gurunya. Anak dal Pengertian dan konotasi anak dalam konsep ini tidaklah selalu anak dalam pengertian biologis akan tetapi anak dalam pengertian psikologis dan sosiologis.
Anak dalam pengertian psikologis adalah siapa saja yang kedewasaan jiwa dan kedewasaan ilmunya lebih rendah daripada guru. Kedewasaan jiwa siswa TK, SD,SMP dan SMA umumnya lebih rendah dari pada guru maka para siswa itulah yang dimaksud Sang Anak. Di perguruan tinggi banyak mahasiswa yang usianya jauh lebih tua daripada dosennya akan tetapi kedewasaan ilmunya lebih rendah daripada dosenya pengertian sosiologis adalah siapa saja yang secara sosial memerlukan bantuan orang lain menyangkut pendidikan. Kalau ada anak tunawisma yang tidak sekolah karena alasan biaya tetapi memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengikuti pendidikan maka anak tunawisma itulah yang dimaksud Sang Anak. Di sisi lain kalau ada putera pejabat yang terkena kasus narkoba dan memerlukan bantuan orang lain untuk mengikuti pendidikan khusus maka putera pejabat itulah yang dimaksud Sang Anak.
Dari konsep guru dan anak tersebut, muncullah konsep kepemimpinan yang terdiri dari tiga matra, masing-masing ialah “ ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani”. Konsep kepemimpinan ini di lingkungan Tamansiswa, suatu lembaga pendidikan dan kebudayaan yang langsung didirikan oleh Ki Hadjar, lazim disebut dengan Trilogi Kepemimpinan. Antara lain penjelasanya dibawah ini:

• Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ketika berada di depan, seorang guru haruslah mampu menjadi teladan bagi anak didik dan masyarakat. Artinya: Di sekolah, guru menjadi teladan dalam berperilaku akademis. Di masyarakat, guru harus mampu menjadi teladan dalam beberapa hal diantaranya bersosiabilitas dengan komunitas.
• Ing Madya Mangun Karsa
Ketika berada di tengah, guru harus mampu memberikan dorongan dan dukungan kepada anak didik dan masyarakat. Artinya: Di sekolah, guru pandai memberikan semangat kepada siswa atau mahasiswa yang menghadapi ujian nasional atau ujian semesteran. Di masyarakat, guru harus mampu memberi dorongan kepada tetangga sekitar dalam menciptakan lingkungan sehat.
• Tutwuri Handayani
Ketika dibelakang, seorang guru harus mampu memahami sambil mengarahkan kehendak anak didik dan masyarakat. Di sekolah, guru pandai mengikuti cara akademis siswa sembari mengarahkan kalau ada beberapa hal yang kurang pas. Di masyarakat, guru cakap menjalankan kesepakatan warga sambil memperbaiki kekurangannya.
Selain itu konsep seorang guru juga ada pada Azas ke-7 Tamansiswa berbunyi Dengan tidak terikat lahir batin, serta dengan suci hati, berniatlah kita berdekatan dengan Sang Anak. Kita (pamong) tidak meminta sesuatu hak, akan tetapi menyerahkan diri akan berhamba kepada Sang Anak. Tanpa keikhlasan berkorban demi sang anak, mustahil misi pendidikan karakter dapat tercapai sesuai tujuannya.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan profesi kependidikan dan berikan 5 contoh profesi dalam kehidupan kita?
Pada hakekatnya profesi kependidikan bersal dari dua kata yaitu:
A. Profesi
Pada hakikatnya profesi merupakan suatu pernyataan atau suatu janji terbuka [to profess artinya menyatakan], yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Mengenai istilah profesi ini Everett Hughes menjelaskan bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi perbedaan itu sendiri. (Chandler, 1960). Chandler menjelaskan ciri dari suatu profesi yang dikutipnya dari suatu publikasi yang dikeluarkan oleh British Institute of Management. Disitu dikemukakan ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut:
 Suatu profesi menunjukan bahwa orang itu lebih mementingkan layanan kemanusiaan daripada kepentingan pribadi
 Masyarakat mengakui bahwa profesi itu punya status yang tinggi
 Praktek profesi itu didasarkan pada suatu penguasaan pengetahuan yang khusus
 Profesi itu selalu ditantang agar orangnya memeliki keaktivan intelektual
 Hak untuk memiliki standar kualifikai profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi profesi
Sedangkan menurut Lieberman, ciri suatu profesi itu adalah sebagai berikut:
 Suatu profesi menampakkan diri dalam bentuk layanan sosial. [mengutamakan tugas layanan sosial lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri]
 Suatu profesi diperoleh atas dasar sejumlah pengetahuan yang sistematis
 Suatu profesi membutuhkan jangka waktu panjang untuk di didik dan di latih
 Suatu profesi memiliki ciri bahwa seseorang itu punya otonomi yang tinggi. Maksudnya, orang itu memiliki kebebasan akademis di dalam mengungkapkan kernampuan atau keahliannya itu
 Suatu profesi mempunyai kode etik tertentu
 Suatu profesi umumnya juga ditandai oleh adanya pertumbuhan dalam jabatan. Dari kedua pendapat di atas nampaknya berlaku dalam bidang management dan bisnis
B. Pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogie.
Paedagogie asal katanya adalah pais dan again yang terjemahannya berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie tersebut berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Melihat uraian di atas, maka yang dimaksud dengan ilmu pendidikan atau paedagogie ialah ilmu yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan, atau dengan perkataan lain, ilmu pendidikan adalah suatu ilmu yang mempersoalkan pendidikan dan kegiatan mendidik. Persoalan-persoalan pokok yang dibiearakan oleh ilmu pendidikan itu di antaranya adalah apakah pendidikan, untuk apa pendidikan itu, bagaimana cara melaksanakan pendidikan, siapa saja Yang terlibat dalam pendidikan, alat apa saja yang menunjang terhadap pendidikan tersebut. Ilmu pendidikan pada dasarnya adalah suatu program yang mempersiapkan calon guru atau tenaga kependidikan yang profesional. Pengertian ini memberi makna bahwa:
a. Ilmu pendidikan adalah suatu program, yakni sebagai pendidikan professional
b. Ilmu pendidikan mempersiapkan calon guru secara professional
c. Ilmu pendidikan berada dalam ruang lingkup profesionalisasi tenaga kependidikan
Telah dikemukakan diatas bahwa ilmu pendidikan mempersoalkan tentang tumbuhnya pendidikan, tentang tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan, dan praktek pendidikan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu fungsi ilmu pendidikan adalah menguraikan persoalan-persoalan pokok tentang pendidikan. Uraian mengenai pokok-pokok tentang pendidikan itu amat berguna bagi para pendidik dan calon pendidik. Sebab, dengan pengetahuan tersebut para pendidik dan calon pendidik dibekali dengan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mendidik.
Berdasarkan dua pengertian diatas maka profesi kependidikan dapat diartikan suatu pernyataan atau suatu janji terbuka [to profess artinya menyatakan], yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan dibidang kependidikan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu selain itu diperlukan pendidikan profesi untuk mencapainya. Chandler mencoba menerapkan ciri - ciri profesi bidang pendidikan. karena menurut pendapatnya guru merupakan suatu profesi yang memiliki ciri sebagai berikut:

• Mengutamakan layanan sosial, lebih dari kepentingan pribadi. Memiliki status yang tinggi
• Memiliki pengetahuan yang khusus. Memiliki kegiatan intelektual. - Memiliki hak untuk memperoleh standard kualifikasi profesional
• Mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi
Juga Robert Richey [19621 mengernukakan ciri - ciri guru sebagai suatu profesi, yaitu sebagai berikut:
• Adanya kornitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri
• Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu
5 macam profesi antara lain:
A. Profesi Dokter
B. Profesi Guru
C. Profesi Arsitektur
D. Profesi Pilot
E. Profesi Perawat

3. Profesional sering diartikan uatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang, harus dapat dipandang menurut 3 dimensi yaitu: expert (ahli), responsibility (rasa tanggung jawab) baik intelektual maupun moral, dan memiliki rasa kesejawatan. Jelaskan maksud dari 3 dimensi tersebut?
 Expert (ahli)
Pengertian ahli disini dapat diartikan sebagai ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas mendidik. Seorang guru bisa disebut ahlinya apabila tidak hanya menguasai isi pengajaran yang diajarkan saja, tetapi juga mampu dalam menanamkan konsep mengenai pengetahuan apa- apa yang diajarkan dan mampu menyampaikan pesan-pesan didik. Mengajar adalah sarana untuk mendidik, untuk menyampaikan pesan pesan didik. Guru yang ahli memilki pengetahuan tentang cara mengajar [teaching is a knowledge ], juga keterampilan [teaching is skill] dan mengerti bahwa mengajar adalah juga suatu seni [teaching is an art].
Didalam prosesnya kita harus ingat bahwa siswa bukanlah sebuah manusia tetapi merupakan seorang manusia, pengetahuan yang diberikan padanya merupakan bahan untuk membentuk pribadi yang utuh [holistik], membentuk konsep berpikir, sikap jiwa dan menyentuh afeksi yang terdalam. Oleh sebab itu guru tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan terampil saja tetapi harus memiliki seni mengajar. Jadi kesimpulannya guru yang ahli itu disamping memiliki ilmu dan terampil dibidangnya, juga harus memiliki seni mengajar. sehingga dalam proses belajar mengajar mampu menciptakan situasi belaj'ar yang mengandung makna relasi interpersonal sehingga siswa merasa "diorangkan", memiliki jati dirinya.
 Responsibility (tanggung jawab) intelektual maupun moral
Pengertian bertanggung jawab menurut teori ilmu mendidik mengandung arti bahwa seseorang mampu memberi pertanggung jawaban dan beresedia untuk diminta pertanggung jawaban. Tanggung jawab juga mengandung makna sosial, artinya orang yang bertanggung jawab harus mampu memberi pertanggung jawaban terhadap orang lain. Tanggung jawab juga mengandung makna yang sangat etis artinya tanggung jawab itu merupakan perbuatan yang baik. Dan tanggung jawab juga mengandung maknayang sangat religius, artinya ia juga harus punya rasa tanggung jawab tehadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Guru yang profesional mempersiapkan diri sematang-matangnya sebelum ia mengajar. Guru yang profesional menguasai apa yang diajarkannya dan bertanggung jawab atas semua yang disampaikan dan bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.
 Rasa Kesejawatan
Salah satu tugas dari organisasi profesi adalah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Melalu organisasi profesi diciptakan rasa kesejawatan. Semangat korps dikembangkan agar harkat martabat guru dijunjung tinggi, baik oleh guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya.


Jadi seseorang bisa disebut sebagai profesional apabila tidak hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis namun harus ahli dibidangnya [expert], memiliki rasa tanggung jawab [responsibility] baik dalam tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan.

4. Dalam konsep pendidikan guru, LPTK tugas guru dipersyaratkan menyangkut kompetensi personal, kompetensi sosial, kompetensi profesional. Jelaskan maksud dari 3 kompetensi tersebut?
 Kompetensi personal
Kompetensi pribadi ini menyangkut pribadi guru, itulah sebabnya setiap guru perlu menatap dirinya dan memaharni konsep dirinya. Guru itu digugu dan ditiru. Dalam bukunya Student teacher in Action, P Wiggens menulis tentang potret diri sebagai pendidik, la menuliskan bahwa seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya, ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi tiga pribadi yaitu :
a. Saya dengan konsep diri saya [ self Concept ]
b. Saya dengan ide diri saya [ self Idea ]
c. Saya dengan realita diri saya [ self Reality ]
setelah mengajar guru perlu mengadakan refleksi pada diri sendiri, apakah ada hasil yang diperoleh dari hasil didiknya? atau selesai mengajar ia bertanya pada dirinya sendiri apakah siswa mengereti apa yang telah dia ajarkan.
 Kompetensi Sosial
Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru punya tugas sosial. Menurut Langeveld, 1955 " Guru adalah seorang penceramah jaman". Lebih seram lagi tulisan Ir, Soekamo tentang " Guru dalam Masa Pembangunan". Dia menyebutkan pentingnya guru dalam masa pembagunan. Tugas guru adalah mengabdi kepada masyarakat. Oleh karena itu tugas guru adalah tugas pelayanan manusia [gogos Humaniora).



 Kompetensi Profesional
Sebagai suatu profesi, guru melaksanakan peran profesi [profesional role]. Sebagai peran profesi, guru memiliki kualifikasi profesional, seperti yang telah dikernukakan, kualifikasi profesional itu antara lain ;menguasai pengetahuan yang diharapkan sehingga ia dapat memberi sejumlah pengetahuan kepada siswa dengan hasil yang baik.

5. Apa yang dimaksud dengan politik Transaksional? Bagaimana ketika anda mengalami hal tersebut ketika menjabat kepala sekolah? Bagaimana cara saudara biar politik transaksional ini dihilangkan dei kemajuan dunia pendidikan kita?
Ada beberapa pengertian tentang politik transaksional antara lain:
A. Menurut teori kepemimpinan transaksional
Teori Kepemimpinan Transaksional (Transactional Leadership Theory) mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin disini adalah kepala daerah atau Bupati dan para pengikutnya yang bias kita asumsikan sebagai kepal sekolah merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi konflik.
Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada para pengikutnya. Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:
1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para pengikutnya
2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi ketika terjadi pertukaran
3) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang disediakan oleh pemimpin.
4) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk mempertahankan suatu hubungan sosial
B. Budaya Politik Transaksional
Budaya politik transaksional menempatkan uang sebagai jalan untuk menang dalam berpolitik. Di lapis elite terjadi politisasi kekuasaan sangat kuat, sementara di tingkat rakyat berlangsung pragmatisme politik. Politisasi kekuasaan di kalangan elite dan petinggi negara menyebabkan tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan untuk membayar kompensasi politik.
C. Politik Transaksional
Transaksi politik atas penempatan pejabat publik bagian dari upaya melanggengkan kekuasaan. Penempatan pejabat publik atau pejabat di lembaga penegak hukum tidak lagi mendasari kompetensi ataupun profesionalistas.
Pejabat itu dipilih atas rekomendasi atau kesepakatan politik dari mereka yang terlibat dalam kekuasaan. Disini dapat diatikan bahwasanya telah tercapai kesepakatan antara Kepala sekolah dengan pejabat public setempat atau bias kita sebut Bupati sehingga secara umum tidak mementingkan dan mengesampingkan kepentingan pendidikan dan hanya memenuhi ambisi masing- masing dari yang berkompeten.
 Bagaimana ketika anda mengalami hal tersebut ketika menjabat kepala sekolah?
Ketika saya menjabat sebagai kepala sekolah saya akan mencoba secara sosial bahwa Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru punya tugas sosial mengingat kepala sekolah adalah pengajar yang dismpiri jabatan saja sedangkan tugas utamanya adalah sebagai pengajar, mengingat bahwa pendidik itu harus bertanggung jawab baik secara moral maupun intelektual selain saya harus bertanggung jawab terhadap anak didik, saya juga mempunyai pertanggung jawaban kepada Tuhan YME dari tugas yang saya emban jadi sebagai pendidik walaupun ada banyak tekanan dari pejabat setempat say akan selalu mencoba untuk mengemban tugas saya dengan penuh tanggung jawab.



 Bagaimana cara saudara biar politik transaksional ini dihilangkan dei kemajuan dunia pendidikan kita?
Contoh konkret adalah Dalam kasus UN, kalau semua pihak dapat mengeliminasi kecurangan-kecurangan yang terjadi di dalamnya, praktik pendidikan transaksional tentu bisa dieliminasi. Untuk mengeliminasi kecurangan pelaksanaan UN, diperlukan komitmen semua pihak, termasuk penyelenggara pendidikan, disinyalir kecurangan pelaksanaan UN tidak saja dilakukan oknum siswa, tetapi juga oknum guru, kepala sekolah, sampai pejabat pendidikan.
Saya berpendapat bahwa untuk menghilangkan politik transaksional demi kemajuan dunia pendidikan kita bisa mengadakan penyuluhan- penyuluhan kepada sekolah- sekolah dan memberikan pengertian bahwa pendidikan itu sangatlah penting dibandingkan dengan kepentingan individu semata, selain itu kita beri pengertian dan simulasi terhadap parahnya dunia pendidikan di Negara kita, sebagai pendidik yang profesional hendaknya kita menanamkan rasa responbility (tanggung jawab) baik secara moral ataupun secara intelektual sebagai Praktik pendidikan transaksional bisa menjerumuskan kita pada kinerja semu. Maka, praktik pendidikan transaksional harus dihentikan sehingga secara perlahan tapi pasti politik transaksional yang telah menggerogoti duna pendidikan kita ini dapat dihapuskan demi kemajuan dunia pendidikan kita



azmara's blog
Thursday, January 15, 2009
PROFESI KEPENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun bangsa dan negara. Maju-mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu. Mengingat sangat pentingnya bagi kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. Untuk melaksanakan pendidikan harus dimulai dengan pengadaan tenaga pendidikan sampai pada usaha peningkatan mutu tenaga kependidikan. Kemarnpuan guru sebagai tenaga kependidikan, baik secara personal, sosial, maupun profesional, harus benar-benar dipikirkan karena pada dasarnya guru sebagai tenaga kependidikan merupakan tenaga lapangan yang langsung melaksanakan kependidikan dan sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan. Untuk itu, ilmu pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan merupakan ilmu yang mempersiapkan tenaga ke pendidikan yang profesional, sebab kemampuan profesional bagi guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar merupakan syarat utama. Ilmu pendidikan merupakan salah satu bidang pengajaran yang harus ditempuh para siswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam rangka mempersiapkan tenaga guru dan tenaga ahli kependidikan lainnya yang profesional. Seorang guru memerlukan pengetahuan tentang ilmu pendidikan secara general. Itu sebabnya dalam perkembangan kurikulurn terakhir untuk IKIP/FKIP /STKIP, ilmu pendidikan merupakan suatu bidang pengajaran yang pokok-pokoknya meliputi kurikulum, program pengajaran, metodologi pengajaran, media pendidikan, pengelolaan kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi pendidikan.

1.1. Konsepsi Tentang Ilmu Pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais dan again yang terjemahannya berarti "bimbingan yang diberikan kepada anak". Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie tersebut berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Bertitik tolak dari pengertian pendidikan di atas, maka ada pendidikan lalu lintas, pendidikan agama, pendidikan keterampilan, dan lain-lain. Di dalam pendidikan lalu lintas, pendidikan agama, da:n pendidikan keterampilan, keterangan tentang lalu lintas, keterangan tentang agama, dan keterangan tentang keterampilan merupakan bahan Yang diberikan dalam perbuatan atau kegiatan mendidik. Melihat uraian di atas, maka yang dimaksud dengan ilmu pendidikan atau paedagogie ialah ilmu yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan, atau dengan perkataan lain, ilmu pendidikan adalah suatu ilmu yang mempersoalkan pendidikan dan kegiatan mendidik. Persoalan-persoalan pokok yang dibiearakan oleh ilmu pendidikan itu di antaranya adalah apakah pendidikan, untuk apa pendidikan itu, bagaimana cara melaksanakan pendidikan, siapa saja Yang terlibat dalam pendidikan, alat apa saja yang menunjang terhadap pendidikan tersebut. Ilmu pendidikan pada dasarnya adalah suatu program yang inempersilapkan calon guru atau tenaga kependidikan yang profesional. Pengertian ini memberi makna bahwa:
a. Ilmu pendidikan adalah suatu program, yakni sebagai pendidikan profesional.
b. Ilmu pendidikan mempersiapkan calon guru secara profesional.
c. Ilmu pendidikan berada dalam ruang lingkup profesionalisasi tenaga kependidikan.
Telah dikemukakan di atas bahwa ilmu pendidikan mempersoalkan tentang tumbuhnya pendidikan, tentang tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan, dan praktek pendidikan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu fungsi ilmu pendidikan adalah menguraikan persoalan-persoalan pokok tentang pendidikan. Uraian mengenai pokok-pokok tentang pendidikan itu amat berguna bagi para pendidik dan calon pendidik. Sebab, dengan pengetahuan tersebut para pendidik dan calon pendidik dibekali dengan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mendidik. Pengetahuan tentang pendidikan dan ilmu pendidikan tersebut menjadi pedoman, menjadi pengontrol atau pengawas bagi para pendidik dan calon pendidik. Kecuali itu, fungsi ilmu pendidikan adalah untuk pembentuk pribadi para pendidik dan calon pendidik, sebab dengan mempelajari ilmu tersebut, mereka, pendidik dan calon pendidik, dituntut untuk berpikir kritis dan logis, berperasaan tajam dan berkemauan keras. Sebagai suatu program pendidikan profesional, ilmu pendidikan memuat sejumlah bidang pengajaran, terdiri atas konsep dasar kurikulum, program pengajaran, pengelolaan kegiatan belajar-mengajar media pendidikan, penetaian dalam belajar-mengajar, serta pengelolaan kelas. Program ini hirus ditempuh oleh semua siswa calon guru yang mengarah pada pencapaian tujuan institusional, kurikuler, dan instruksional sebagaimana ditetapkan dalam kurikulum.

1.2. Pengertian Profesi
Pada hakikatnya profesi merupakan suatu pernyataan atau suatu janji terbuka [to profess artinya menyatakan], yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Mengenai istilah profesi ini Everett Hughes menjelaskan bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi perbedaan itu sendiri. (Chandler, 1960). Chandler menjelaskan ciri dari suatu profesi yang dikutipnya dari suatu publikasi yang dikeluarkan oleh British Institute of Management. Disitu dikemukakan ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut: - Suatu profesi menunjukan bahwa orang itu lebih mementingkan layanan kemanusiaan daripada kepentingan pribadi. - Masyarakat mengakui bahwa profesi itu punya status yang tinggi - Praktek profesi itu didasarkan pada suatu penguasaan pengetahuan yang khusus. - Profesi itu selalu ditantang agar orangnya memeliki keaktivan intelektual. - Hak untuk memiliki standar kualifikai profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi profesi. Sedangkan menurut Lieberman, ciri suatu profesi itu adalah sebagai berikut: - Suatu profesi menampakkan diri dalam bentuk layanan sosial. [mengutamakan tugas layanan sosial lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri]. - Suatu profesi diperoleh atas dasar sejumlah pengetahuan yang sistematis. - Suatu profesi membutuhkan jangka waktu panjang untuk di didik dan di latih. - Suatu profesi memiliki ciri bahwa seseorang itu punya otonomi yang tinggi. Maksudnya, orang itu memiliki kebebasan akademis di dalam mengungkapkan kernampuan atau keahliannya itu. - Suatu profesi mempunyai kode etik tertentu. - Suatu profesi umumnya juga ditandai oleh adanya pertumbuhan dalam jabatan. Dari kedua pendapat di atas nampaknya berlaku dalam bidang management dan bisnis. Namun berdasrkan dari ciri - ciri tersebut diatas, Chandler mencoba menerapkan ciri - ciri profesi tersebut kedalam bidang pendidikan. karena menurut pendapatnya guru merupakan suatu profesi yang memiliki.ciri sebagai berikut: - Mengutamakan layanan sosial, lebih dari kepentingan pribadi. Memiliki status yang tinggi. - Memiliki pengetahuan yang khusus. Memiliki kegiatan intelektual. - Memiliki hak untuk memperoleh standard kualifikasi profesional. - Mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi. Juga Robert Richey [19621 mengernukakan ciri - ciri guru sebagai suatu profesi, yaitu sebagai berikut: - Adanya kornitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri. - Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu. - Harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh dalam jabatannya. - Memiliki kode etik jabatan. - Mernimiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi. - Selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahliannya yang ditekuni. - Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi. - Jabatan itu dipandang sebagai suatu karier hidup. Seorang guru yang sungguh merasa terpanggil akan memandang jabatannya itu sebagai suatu karier dan telah menyatu dalam jabatannya. Ia punya komitmen dan kepedulian yang tinggi terhadap jabatan itu, punya rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi karena tugas itu telah menyatu dengan dirinya. Seoarng ahli sosiolog pendidikan, Eric Hoyle [1971, 80 : 85] dalam bukunya The Role of The Teacher mengemukakan ciri - ciri guru sebagai suatu profesi sebagai berikut: - Hakikat suatu profesi ialah bahwa seseorang itu lebih mengutamakan tugasnya sebagai suatu layanan sosial. - Suatu profesi dilandasi dengan memiliki sejumlah pengetahuan yang sistematis. - Suatu profesi punya otonomi yang tinggi. Artinya, orang itu akan memiliki kebebasan yang besar dalam melakukan tugasnya karena merasa punya tanggung jawab moral yang tinggi. - Suatu profesi dikatakan punya otonom kalau orang itu dapat mengatur sendiri atas tanggung jawabnya sendiri. - Suatu profesi punya kode etik. - Suatu profesi pada umumnya mengalami pertumbuhan terus menerus.

BAB II GURU YANG PROFESIONAL
2.1. Pengertian Profesional
Pada umumnya orang memberi arti yang sempit teradap pengertian profesional. Profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimilki seseorang. Misalnya seorang guru dikatakan guru profesional bila guru tersebut memiliki kualitas megajar yang tinggi. Padahal pengertian profesional tidak sesempit itu, namun pengertiannya harus dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu : expert [ ahli ], responsibility [ rasa tanggung jawab ] baik tanggung jawab intelektual maupun moral, dan memiliki rasa kesejawatan.
2.1.1. Expert
Pengertian ahli disini dapat diartikan sebagai ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas mendidik. Seorang guru bisa disebut ahlinya apabila tidak hanya menguasai isi pengajaran yang diajarkan saja, tetapi juga mampu dalam menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang diajarkan dan mampu menyampaikan pesan-pesan didik. Mengajar adalah sarana untuk mendidik, untuk menyampaikan pesan pesan didik. Guru yang ahli memilki pengetahuan tentang cara mengajar [teaching is a knowledge ], juga keterampilan [teaching is skill] dan mengerti bahwa mengajar adalah juga suatu seni [teaching is an art] . Didalam prosesnya kita harus ingat bahwa siswa bukanlah sebuah manusia tetapi merupakan seorang manusia, pengetahuan yang diberikan padanya merupakan bahan untuk membentuk pribadi yang utuh [holistik], membentuk konsep berpikir, sikap jiwa dan menyentuh afeksi yang terdalam. Oleh sebab itu guru tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan terampil saja tetapi harus memiliki seni mengajar. Jadi kesimpulannya guru yang ahli itu disamping memiliki ilmu dan terampil dibidangnya, juga harus memiliki seni mengajar. sehingga dalam proses belajar mengajar mampu menciptakan situasi belaj'ar yang mengandung makna relasi interpersonal sehingga siswa merasa "diorangkan", memiliki jati dirinya.
2.1.2. Responsibility
Pengertian bertanggung jawab menurut teori ilmu mendidik mengandung arti bahwa seseorang mampu memberi pertanggung jawaban dan beresedia untuk diminta pertanggung jawaban. Tanggung jawab juga mengandung makna sosial, artinya orang yang bertanggung jawab harus mampu memberi pertanggung jawaban terhadap orang lain. Tanggung jawab juga mengandung makna etis artinya tanggung jawab itu merupakan perbuatan yang baik. Dan tanggung jawab juga mengandung makna religius, artinya ia juga harus punya rasa tanggung jawab tehadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Guru yang profesional mempersiapkan diri sematang-matangnya sebelum ia mengajar. la menguasai apa yang diajarkannya dan bertanggung jawab atas semua yang disampaikan dan bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.
2.1.3. Sense of Belonging/Colleague
Salah satu tugas dari organisasi profesi adalah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Melalu organisasi profesi diciptakan rasa kesejawatan. Semangat korps dikembangkan agar harkat martabat guru dijunjung tinggi, baik oleh guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya. Jadi seseorang bisa disebut sebagai profesional apabila tidak hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis namun harus ahli dibidangnya [expert], memiliki rasa tanggung jawab [responsibility] baik dalam tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan.

2.2. Kualifikasi
Berbicara tentang guru yang profesional berarti membicarakan tentang kualifikasi guru. Guru yang profesional punya kualifikasi tertentu. Ada dua kualifikasi yaitu a. kualifikasi personal, b. Kualifikasi profesional.
2.2.1. Kualifikasi Personal.
Ada berbagai ungkapan untuk melukiskan kualifikasi personal guru diantaranya : 1. Guru yang baik Baik disini dalam artian mempunyai sifat moral yang baik seperti ; jujur, setia, sabar, betanggung jawab, tegas, iuwes, ramah, konsisten, berinisiatif dan berwibawa. Jadi guru yang baik itu bila dilengkapi oleh sifat - sifat yang disebutkan di atas. 2. Guru yang berhasil Seorang guru dikatakan berhasil apabila ia di dalam mengajar dapat menunjukan kemampuannya sehingga tujuan - tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai oleh peserta didik. 3. Guru yang efektif. Yang dimaksud dengan guru yang efektif yaitu apabila ia dapat mendayagunakan waktu dan tenaga yang sedikit tetapi dapat mencapai hasil yang banyak. Berarti guru yang pandai menggunakan strategi mengajar dan mampu menerapkan metode - metode mengajar secara berdaya guna dan berhasil guna akan disebut sebagai guru yang efektif.
2.2.2. Kualifikasi Profesional.
Yang dimaksud dengan kualifikasi profesional yaitu kemampuan melakukan tugas mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.
2.3. Profesionalisasi
Profesionalisasi adalah suatu proses, pertumbuhan, perawatan dan pemeliharaan untuk mencapai tingkat profesi yang optimal. Dalam hal ini saya kaitkan dengan usaha-usaha pengembangan status jabatan guru sebagai pengajar dan pendidik menjadi guru yang profesional. Guru itu bagaikan sumber air yang terus menerus mengalir sepanjang kariernya, jika sumber air itu tidak diisi terus menerus maka sumber air itu akan kering. Demikian juga jabatan guru, apabila guru tidak berusaha menambah pengetahuan yang baru, maka mated sajian waktu mengajar akan "gersang". Dalam usaha profesionalisasi ini ada dua motif, yaitu : a. Motif eksternal yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti penataran, atau kegiatan-kegiatan akademik yang sejenis. Atau ada lembaga pendidikan yang memberi kesempatan bagi guru untuk belajar lagi. Dan ini termasuk in-service education. b. Motif internal yaitu dorongan dari diri guru itu sendiri yang berusaha belajar terus menerus untuk tumbuh dalam jabatannya, baik itu melalui membaca dan mengikuti berita yang berkaitan dengan pendidikan, maupun mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, demi untuk meningkatkan profesinya di bidang pendidikan.
2.4. Tugas Guru
Dalam konsep pendidikan guru, L P T K menegaskan bahwa tugas guru meliputi tugas personal, tugas sosial dan tugas profesional, dengan demikian komponen yang dipersyaratkan juga menyangkut kompentensi personal, kompentensi sosial, dan kompentensi profesional. Dalam bahasan ini kita bahas ketiga tugas guru tersebut.
2.4.1. Tugas personal
Tugas pribadi ini menyangkut pribadi guru, itulah sebabnya setiap guru perlu menatap dirinya dan memaharni konsep dirinya. Guru itu digugu dan ditiru. Dalam bukunya Student teacher in Action, P Wiggens menulis tentang potret diri sebagai pendidik, la menuliskan bahwa seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya, ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi tiga pribadi yaitu : - Saya dengan konsep diri saya [ self Concept ] - Saya dengan ide diri saya [ self Idea ] - Saya dengan realita diri saya [ self Reality setelah mengajar guru perlu mengadakan refleksi did. la bertanya pada diri sendiri, apakah ada hasil yang diperoleh dari hasil didiknya ? atau selesai mengajar ia bertanya pada dirinya sendiri apakah siswa mengereti apa yang telah dia ajarkan ?.
2.4.2. Tugas sosial
Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru punya tugas sosial. Menurut Langeveld, 1955 " Guru adalah seorang penceramah jaman". Lebih seram lagi tulisan Ir, Soekamo tentang " Guru dalam Masa Pembangunan". Dia menyebutkan pentingnya guru dalam masa pembagunan. Tugas guru adalah mengabdi kepada masyarakat. Oleh karena itu tugas guru adalah tugas pelayanan manusia [gogos Humaniora).
2.4.3. Tugas profesional
Sebagai suatu profesi, guru melaksanakan peran profesi [profesional role]. Sebagai peran profesi, guru memiliki kualifikasi profesional, seperti yang telah dikernukakan, kualifikasi profesional itu antara lain ;menguasai pengetahuan yang diharapkan sehingga ia dapat memberi sejumlah pengetahuan kepada siswa dengan hasil yang baik.

2.5. Role of Teacher
Pandangan modern terhadap peran guru dalam pendidikan bukan hanya mendidik dan mengajar saja, tetapi peran guru sangatlah luas (seperti yang diungkapkan oleh Adams & Dickeyyang meliputi;
2.5.1. As Instructor
Guru bertugas memberikan peng jaran di dalarn sekolah (kelas). Iamenyampaikan pelajaran agar murid memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikan itu. Selain dari itu ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampil an, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, dan sebagainya melalui pengajaran yang diberikannya. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu maka guru perlu memahami sedalam-dalamnya pengetahuan yang akan menjadi tanggung jawabnya dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar.
2.5.2. As Consellor
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Murid-murid membutuhkan bantuan guru dalarn hal mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam hubungan sosial, dan interpersonal. Karena itu setiap guru perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual, teknik mengurnpulkan keterangan, teknik evaluasi, statistik penelitian, psikologi kepribadian, dan psikologi belajar, Harus dipahami bahwa pembimbing yang terdekat dengan murid adalah guru. Karena murid menghadapi masalah di mana guru tak sanggup memberikan bantuan cara memecahkannya, baru. meminta bantuan kepada ahli bimbingan (guidance specialist) untuk memberikan bimbingan kepada anak yang bersangkutan.
2.5.3. As Leader
Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, di mana murid adalah sebagai pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis. Dengan kegiatan manajemen ini guru ingin menciptakan lingkungan belajar yang serasi, menyenangkan, dan merangsang dorongan belajar para anggota kelas. Tentu saja peranan sebagai pemimpin menuntut kualifikasi tertentu, antara lain kesanggupan menyelenggarakan kepemimpinan, seperti: merencanakan, melaksanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi kegiatan, mengontrol, dan menilai sejauh mana rencana telah terlaksana. Selain dari itu, guru harus punyai jiwa kepemimpinan yang baik, seperti: hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi, ketenagaan, ketabahan, humor, tegas, dan bijaksana. Umumnya kepemimpinan secara demokratis lebih baik daripada bentuk kepemimpinan lainnya: otokrasi dan laizzes faire.
2.5.4. As Scientist
Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada murid, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus-menerus memupuk pengetahuah yang telah dimilikinya. Dalam abad ini, di mana pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, guru harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Banyak cara yang dapat ditakukan, misalnya: belajar sendiri, mengadakan penelitian, menglkuti kursus, mengarang buku, dan membuat tulisan-tulisan ilmiah sehingga peranannya sebagai ilmuwan terlaksana dengan baik.
2.5.5. As Person
Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya, o1eh orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat- sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan pengajaran secara efektif. Karena itu guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat pribadinya sendiri (intern) dan mengembangkan sifat -sifat pribadi yang disenangi oleh pihak luar (ekstern). Tegasnya bahwa setiap guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi, baik untuk kepentingan jabatannya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai warga negara masyarakat.
2.5.5. As Communicator
Sekolah berdiri di antara dua sisi, yakni di satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus-menerus berkembang dengan pesat, dan di lain pihak ia bertugas menampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan tuntutan masyarakat. Di antara kedua sisi inilah sekolah memegang peranannya sebagai penghubung di mana guru berfungsi sebagai pelaksana. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menghubungkan sekolah dan masyarakat, antara lain dengan public relation, bulletin, pameran, pertemuan-pertemuan berkala, kunjungan ke masyarakat, dan sebagainya. Karena itu keterampilan guru dalam tugas-tugas mi senantiasa perlu dikembangkan.
2.5.6. As Modernisator
Pembaruan di dalam masyarakat terjadi berkat masuknya pengaruh pengaruh dari ilmu dan teknologi modern, yang datang dari negara-negara yang sudah berkembang. Masuknya pengaruh-pengaruh itu, ada yang secara langsung ke dalam masyarakat dan ada yang melalui lembaga pendidikan (sekolah). Guru memegang peranan sebagai pembaharu, oleh karena melalui kegiatan guru penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik dan lain-lain maka akan menanamkan jiwa pembaruan di kalangan murid. Karena sekolah dalam hal ini bertindak sebagai agent-moderniza-tion maka guru harus senantlasa mengikuti usaha-usaha pembaruan di segala bidang dan menyampaikan kepada masyarakat dalam batas-batas kemampuan dan aspirasi masyarakat itu. Hubungan dua arah harus diciptakan oleh guru sedemikian rupa, sehingga usaha pembaruan yang disodorkan kepada masyarakat dapat diterima secara tepat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara baik.
2.5.7. As Constructor
Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan dengan turut melakukan kegiatan-keglatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat itu. Guru baik sebagai pribadi maupun sebagai guru profesional dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat, seperti: kegiatan keluarga berencana, bimas, koperasi, pembangunanjalan-jalan, dan sebagainya. Partisipasinya di dalam masyarakat akan turut mendorong masyarakat lebih bergairah untuk membangun. Dan di pihak lain akan lebih mengembangkan kualifikasinya sebagai guru.

BAB III DIMENSI ILMU PENDIDIKAN

3.1. Peran Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan melaksanakan peranan-peranan sebagaimana diungkapkan oleh Oemar Hamalik: 1. Peranan spesialisasi, yaitu menyediakan materi bidang ilmu dan perangkat pengetahuan yang wajib dikuasai oleh tiap calon, guru. Materi yang disediakan meliputi teori, konsep, generalisasi, prinsip, dan berbagai strategi. Materi yang dimaksud pada gilirannya disajikan dalam proses belajar-mengajar pada lembaga pendidikan guru, terhadap para calon guru yang dipersiapkan untuk mengajar di sekolah dasar atau sekolah tempat ia akan bertugas. 2. Peranan profesionalisasi, yang merupakan alat dalam kerangka sistem penyampaian yang perlu dikuasai oleh setiap calon guru pada umumnya, bagi guru khususnya, dan ilmu pendidikan sekaligus berperan ganda, yakni sebagai sesuatu yang akan disampaikan dan sebagai sistem penyampaian dengan berbagai alternatif pilihan. 3. Peranan personalisasi, yang bersifat membentuk kepribadian guru sebagai warga negara yang baik dan sebagai anggota profesi yang baik. Peranan yang baik didasari oleh aspqk normatif yang dimiliki oleh ilmu pendidikan itu sendiri. 4. Peranan sosial, yang menyediakan kemungkinan bagi guru untuk memberikan pengabdiannya kepada masyarakat dalam bidang ilmu pendidikan. Dalam hal ini, pengabdian dimaksudkan sebagai usaha untuk turut memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat. Keempat peranan tersebut pada hakikatnya berjalan bersama-sama sekaligus, saling berkaitan satu sama lain. Penguasaan spesialisasi ilmu pendidikan sekaligus memberikan petunjuk tentang kemampuan profesional yang dipersyaratkan dalam rangka penyampaiannya kepada calon guru. Sistem penyampaian akan menjadi efektif jika guru tersebut telah meresapi ilmu pendidikan, bila ilmu pmdidikan telah menjadi darah dagingnya sendiri, bahkan sebagai nilai utama yang membentuk kepribadiannya. Di lain pihak, ilmu yang dimilikinya seharusnya memberikan nilai dan manfaat tertentu bagi perbaikani masyarakat dalam arti yang luas. Dengan demikian, penerapan salah satu peranan dapat ditafsirkan sebagai suatu kepincangan dan akan mengurangi makna ilmu pendidikan secara keseluruhan. Selain itu ada pula 4 fungsi dasar pendidikan , yaitu; 1. Pengembangan individu 2. Pengembangan cara berfikir & teknik menyelidiki 3. Pemindahan warisan budaya 4. Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital

3.2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab tujuan akan memberikan arah bagi segala kegiatan pendidikan. Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tuJuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau filsafat negara. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara, yakni membentuk manusia seutuhnya berdasarkan ketentuan UUD '45, yang bersumber dari Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia. Nana Sudjana (1979) menjelaskan bahwa, berdasarkan kajian, tujuan pendidikan dapat,dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu: 1. tujuanjangka parijang (longterm objectives aims), 2. tujuan antara (intermediate objectives), 3. tujuan segera (immediate objectives, specific objectives). Tujuan pendidikan menurut tingkatannya dibedakan menjadi beberapa tujuan, dari tujuan yang bersifat umum sampai kepada tujuan yang bersifat khusus. Tujuan-tujuan yang bersifat khusus Tujuan Institusional dan Tujuan Kurikuler merupakan tujuan antara dalam rangka mencapai tujuan yang lebih umum. Sedangkan Tujuan Instruksional baik TIU maupun TIK, adalah tujuan yang segera dicapai dari suatu pertemuan. 3.2.1. Tujuan Pendidikan Nasional Bersumber dari Pancasila dan UUD '45, dirumuskan oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus. 3.2.2. Tujuan Lembaga Pendidikan (Institusional) Ialah tujuan-tujuan yang harus diemban dan dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Artinya kualifikasi atau kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan studinya pada lembaga pendidikan tersebut. Biasanya tujuan institusional dibedakan menjadi tujuan umurn dan tujuan khusus. Tujuan instruksional adalah tujuan yang paling rendah tingkatannya, sebab yang langsung berhubungan dengan anak didik. Tujuan instruksional berkenaan dengan tujuan setiap perternuan. Artinya, kemarnpuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah ia menyelesaikan pengalaman belajar suatu pertemuan. Tujuan instruksional dibedakan ke dalam dua jenis, yakni tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Perbedaan TIU dan TIK terletak dalam hal perumusannya. TIU dirumuskan dengan kata-kata dan tingkah laku yang bersifat umum, sedangkan TIK menggunakan kata-kata dan tingkah laku yang bersifat khusus, artinya dapat diukur setelah pelajaran itu selesai.
3.3. Isi Rumusan Tujuan Dalam Pendidikan
Isi rumusan tujuan dalam pendidikan harus bersifat komprehensif. Artinya mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek ini harus terdapat baik dalam tujuan yang bersifat umum tnaupun tujuan yang bersifat khusus. Dunia pendidikan kita saat ini masih menerima taksonomi tujuan menurut Prof. Dr. Benyamin Bloom, dengan istilah taksonomi tujuan Bloom. Men nurut Bloom, tingkah laku manusia dikategorikan menjadi tiga ranah (matra, domain atau pembidangan), yakni: a. Ranah (matra) kognitif yang terdiri atas pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah (matra) afektif yang terdiri atas penerimaan, respons, organisasi, evaluasi, dan memberi sifat (karakter)., c. Ranah (matra) psikomotor melalui pentahapan imitasi, spekuIasi, prasisi, artikulasi, dan naturalisasi. Ketiga matra di atas dalam prakteknya tidak bisa dipisahkan satu sama lain, tetapi dapat dibedakan untuk memudahkan pembahasan teoritisnya. Logjkanya ialah bahwa tingkah laku manusia diawali dulu dengan pengetahuan, kemudian -sikap, lalu berbuat.
3.4. Komponen Struktur Program
Komponen berikutnya ialah nfenetapkan struktur dan materi. program pendidikan. Struktur program pendidikan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan lembaga. pendidikan mencakup alokasi waktu yang diberikan untuk setiap bidang studi dalam setiap minggunya. Ada beberapa jenis struktur program pendidikan dalam kurikulum, yaitu:
3.4.1. General Education
Pendidikan umum ialah program pendidikan yang bertujuan membina siswa agar menjadi warga negara yang baik. Sifat pendidikan umum ini adalah wajib diikuti oleh setiap siswa pada semua lembaga pendidikan dan tingkatannya. Bidang studi-bidang studi yang termasuk dalarn kelompok pendidikan umurn misalnya Pendidikan Agama, PMP, Olah Raga-Kesehatan, Kesenian, dan Bahasa Indonesia.
3.4.2. Academic Education
Pendidikan adademik adalah program pendidikan yang ditujukan untuk mencapai pembinaan intelektual sehingga diharapkan memperoleh kualifikasi pengetahuan yang fungsional menurut tuntutan disiplin ilmu masing-masing. Tujuannya ialah untuk memberikan bekal kepada lulusan agar dapat melanjutkan studi ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Sifat pendidikan akademik ini permanen dan menggambarkan pola berpikir menurut disiplin ilmu masing-masing. Bidang studi yang termasuk kelompok pendidikan akademik antara lain IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa Inggris.
3.4.3. Competency Education
Pendidikan keterampilan adalah program pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keteramplan tertentu, yang diperlukan anak sebagai bekal hidupnya. di masyarakat. Sifat pendidikan ini temporer, artinya sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan keperluan. Demikian juga sifatnya elektif, artinya setiap siswa. dapat memilih jalur keterampilan yang diinginkannya. Misalnya keterampilan di bidang jasa, pertanian, perikanan, perbengkelan.
3.4.4. Vocational Education
Pendidikan kejuruan bertujuan mempersiapkan siswa. untuk menyandang keahlian atau pekerjaan tertentu, sesuai dengan jenis sekolah yang ditempuhnya. Pendidikan kejuruan ini lazimnya terdapat pada sekolah-sekolah kejuruan, bukan pada sekolah umum (SLTP dan SMU). Misalnya untuk SMK.

BAB IV USAHA PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM
Usaha pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, metiputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Apabila usaha pendidikan hendak dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen dan saling hubungannya perlu dikenali, dikaji, dan dikembangkan hingga mekanisme kerja elemen elemen itu secara menyeluruh, yaitu kegiatan pendidikan, akan dapat membuahkan hasil yang maksimal. Untuk keperluan ini diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem.

4.1. Unsur unsur Suatu Usaha
Suatu usaha menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan (input) unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha (output). Hubungan ketiga unsur itu dapat digambarkan dalam diagram berikut: Diagram 1. Unsur unsur Suatu Usaha Masukan (input) adalah bahan mentah yang hendak diolah menjadi hasil tertentu. Misahiya beras adalah masukan untuk diproses memasak guna, menghasilkan nasi. Contoh ini tampaknya sederhana dan mengikuti pola pabrik yang secara mekanis mengolah bahan mentah menjadi hasil olahan. Contoh lain yang tidak terlalu bersifat mekanis seperti itu, misalnya usaha seseorang untuk menulis surat. Yang menjadi masukan dalam usaha menulis surat itu, sedangkan proses penulisan surat ialah kegiatan nyata menulis surat, dan hasil usaha itu ialah surat yang sudah ditulisnya. Dalam peninjauan yang lebih mendalam dikenal adanya masukan dasar dan masukan kealatan (instrumental). Dalam contoh memasak nasi tadi, masukan dasarnya adalah beras. Dari masukan dasar yang berupa beras itu dapat dikaji lebih mendalam, tentang ciriciri beras yang akan dimasak itu, kemampuan mengembangnya bagaimana, cepat basi atau tidak, perlu dicuci atau tidak sebelum dimasak. Berbagai ciri tersebut terlitigkup didalam masukan dasar itu. Masukan kealatan pada umunya mliputi berbagai hal yang terkait di dalam proses usaha. Dalam proses memasak nasi, antara lain kompor atau tungku apa yang dipakai, cara memasak (ditanak atau dikukus), siapa yang memasak itu (misalnya sudah berpengalaman atau belum). Hasil akhir usaha memasak nasl itu ditentukan oleh masukan dasar (dengan berbagai ciri yang ada di dalamnya) dan proses pemasakan (yang dipengaruhi oleh berbagai masukan kealatannya). Pada uraian yang terdahulu telah dikemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai hasil pendidikan. Usaha ini tentulah mencakup ketiga unsur pokok seperti disinggung diatas. Masukan dasar usaha pendidikan ialah anak didik dengan berbagai ciri ciri yang ada pada diri anak didik itu (antara lain) bakat, minat, kemampuan, keadaan jasmani). Dalam. proses pendidikan terkait berbagai hal, seperti pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku metode mengajar, dan lain-lain. Sedangkan hasil pendidikandapat meliputi hasil belajar (yang berupa pengetahuan, sikap, dan/atau keterampilan) setelah selesainya suatu proses belajar mengajar tertentu. Dalam rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan atau lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.

4.2. Pengertian Sistem
Sistem didefinisikan oleh Ryans (1968) sebagai "any identifiable assemblage of elements (obyects, persons, activities, information records, etc.) which are interrelated by generating an observable (or sometimes merely inferable) product". Dalam definisi tersebut dapat ditarik pengertian di dalam. suatu sistem • elemen elemen yang ada dapat dikenali; • elemen elemen itu saling berkaitan dan kaitan ini adalah yang teratur, tidak sekedar acak; • mekanisme saling berhubungan antar elemen itu merupakan suatu kesatuan organisasi; kesatuart organisasi itu berfungsi dalam mencapai suatu tujuan; berfungsinya organisasi itu membuahkan hasil yang dapat atau setidaknya dapat dikenali adanya.

4.3. Elemen Usaha Pendidikan
Elemen elemen apakah yang ada dalam suatu pendidikan ? Secara cepat dapat dilihat bahwa dalam suatu usaha pendidikan ada anak didik dan pendidik. Dalam proses pendidikan anak didik dan pendidik berinteraksi. Secara sederhana dapat digambarkan sebgai berikut: Interaksi Gambar 2. Interaksi Pendidik Anak didik Dilihat lebih lanjut, didalam elemen anak didik, pendidik, dan interaksi itu terdapat berbagai elemen lagi yang merupakan. perincian dari ketiga elemen pokok itu. Disamping inti, diluar ktiga elemen tersebut masih dpat dikenah elemen elemen lain yang berperan tertentu dalam usaha pendidikan. Dari elemen anak didik dapar diperinci : jumlah anak didik (seorang saja atau lebih), tingkat perkembangannya, pembawaaannya, tingkat kesiapannya, minat minatnya, aspirasinya, dan sebagainya. Dari elemen pendidik dapat diperinci : umur pendidik, kehadirannya (kehadiran langsung atau tidak langsung, kemampuannya, minat minatnya, wataknya, status resminya (misalnya guru yang sudah diangkat atau tenga sukarela), wibawanya, dan sebagainya. Dari elemen interaksi dapat diperinci : isi interaksi itu, apa yang dilakukan. pendidik apa yang dilakukan anak didik, alat alat yang dipakai, bahasa yang dipakai penampilan anak didik sebagi hasil interaksi, dan sebaginya. Dari elemen elemen lain dapat disebutkan : lingkukangan tenpat tejadinya interaksi (lingkungan fisik, sosial, budaya), tujuan. pendidikan dan umpan balik tejadinya interaksi usaha pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang sifatnya lebih luas akan muncul elemen elemen lain lagi, seperti : pimpinan. sekolah, berbagai sumber daya dan dana, kebijaksanaan dan keputusan baik yang bersifat kependidikan maupun non kependidikan, pengaruh budaya asing, teori teori dan hasil edperimentasi kependidikan, dan. sebagainya. Tinjauan terhadap elemen anak didik, pendidikan dan interaksi keduanya dapat disebut sebagai tinjauan mikro terhadap usaha pendidikan, sedangkan tinajauan niakro menjangkau elemen elemen yang Jebih luas sebagal pendidik, dan bahkan sebagai pengembang usaha pendidikan, guru dan petugas pendidikan lainnya dituntut untuk menganalisis berbagai elemen itu, baik dalam tujuan yang bersifat mikro maupun makro.

4.4. Saling Hubungan antar Elemen
Proses pendidikan terjadi jika elemen elemen yang ada didalarn usaha pendidikan itu bergerak dan saling berhungan. Bergeraknya masing masing elemen itu saja belum cukup, gerak itu harus saling berhubungan yang fungsional, yang merupakan suatu kesatuan organisasi. Ibarat sebuah mobil akan dapat berjalan dengan baik, jika semua elemennya, dari ban (dan juga jalan) sampai sopir (dan juga penumpang) berada dalam kondisi yang baik, bergerak dan menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya masing masing. Apabila salah satu dari elemen mobil ini tidak berfungsi, besar kemungkinan mobil itu tidak akan berjalan dengan baik. Demikan juga halnya dengan proses pendidikan. Coba bayangkan jika misalnya seorang pendidik telah siap menjalankan usaha pendidikan terhadap usaha seorang anak didik, tetapi anak didik itu tidak menyukai pendidiknya sehingga sikapnya menjadi acuh tak acuh, bahkan menolak untuk berinteraksi dengan pendidik. Dalam. keadaan seperti ini proses pendidikan dpat dikatak gagal. Elemen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu yang merupakan sebab kegagalan, tampaknya ialah "kesiapan anak didik". Anak didik belum siap memasuki proses pendidikan dengan pendidik itu. Contoh lain : Dalarn memberikan kuliah seorang dosen asyik mengemukakan berbagai bahan yang telah disiapkannya, dan para mahasiswa tampaknya asyik pula menerima penyajian dosen itu. Suasana tenang, hanya suara dosen yang terdengar sambil di sana sini diseling suara gesekan kertas dan goresan pena. Bagaimana pendapat anda tentang proses pendidikan seperti itu ?. Mungkin masih ada orang yang mengatakan bahwa suasana seperti itu menunjukkan keberhasilan dosen yang sedang mengajar itu. Fungsi wibawa dosen berjalan dengan sangat baik. Fungsi mahasiswa pun, sebagai si penerima pelajaran, berjalan dengan baik. Semua berjalan dengan tertib. Terhadap pendapat ”positif” tersebut diatas perlu diajukan berbagai pertanyaan yang menyangkut elemen elemen dan berfungsinya elemen itu dalarn proses pendidikan yang dimaksud. Antara lain : Benarkah sernua mallasiswa mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikan o1eh dosen sehingga tidak ada mahasiswa yang bertanya ? Benarkah nialiasiswa sudah siap menerima pelajaran itu dalam arti yang sebernya, tidak sekedar hadir dalam ruangan kuliah ? Mengapa dosen tidak memberikan kesempatan bertanya ? Apakah mahasiswa (dan dosen) men.ganggap bahan bahan yang dikuliahkan itu penting? Apakah bahan itu benar benar penting dalam arti pengembangan kemampuan mahasiswa dan kegunaannya nanti dalam masyarakat ? Apa yang dicatat oleh mahasiswa ? Apakah catatn ini akan berguna, atau hanya, sekedar bahan hafalan ? Apakah meman hafalan itu vang menjadi tujuan pengajaran ? Bagaimana dosen menjelaskan bahwa tujuannya bukanlah sekedar agar mahasiswa menghafal (kalau memang dosen bermaksud demikian)? Mengapa dosen hanya memanfaatkan suaranya. saja dan tidak memakai peralatan lain ? Bagaimana dosen memerikasa bahwa mahasiswa tidak sekedaar menghafal ? Bagaimana dosen menggerakkan mahasiswa belajar di luar jam jam perkuliahan ? apakah jurusan, fakultas, universitas/institut melakukan pembinaan terhadap dosen (dan mahasiswa) sehingga proses yang lebih aka dinamis, kreatif ? Teori pendidikart apa yang sebaiknya. di terapkan untuk usaha seperti ini ? dan sebagainya. Tampaknya. bahwa pertanyaan yang dikemukakan diatas telah menyinggung berbagai elemen dalam rangka. tinjauan yang bersifat mikro (khusus menyangkut interaksi dosen mahasiswa sewaktu proses perkuliahan itu berlangsung) dart berbagai elemen dalam rangka. tinjauan yang bersifat makro (meliputi elemen elemen yang berada. diluar proses berlangsungnya. interaksi dosen mahasiswa itu). Berbagai elemen dan saling hubungan yang fungsional itu perlu disadari oleh para pendidik dan pengembang usaha kependidikan. Saling berhungan antar elemen pokok dalam usaha pendidikan (secara. makro) dapat secara. umum digambarkan sebagai berikut: Anak didik dan pendidik merupakan elemen sentral dalam usaha. pendidikan. Pendidik (dan juga anak didik) memeliki tujuan pendidikan tertentu yang hendaknya di capai untuk kepentingan anak didik. Untak mencapai tujuan ini ada. berbagai sumber yang dapat dimanfaatkan di samping adanya berbagai kendala yang harus dihadapi. Dengan memeprhatikan berbagai sumber dan kendala itu ditetapkan bahan pengajaran dan diusahakan berlangsungnya proses untuk mencapai tujuan itu. proses ini akan membuatkan penampilan anak didik yang biasa. disebut hasil belajar. Hasil belajar ini perlu dinilai dan hasil penilaian yang diperoleh dapat merupakan umpan balik guna. mengkaji kembali berbagai elemen dan saling kaitannya yang terdapat dalam keseluruhan usaha pendidikan itu. Keseluruhan elemen usaha pendidikan ini (mulai dari anak didik dan pendidik sampai kepada. pemanfaatan umpan balik) tidak terlepas dari pengetahuan, teori dan model model usaha pendidikan yang telah dimiliki, disusun dan dicobakan oleh orang (khusunya para ahli) selama ini.

4.5. Pencapaian Tuiuan yang Diinginkan
Adanya suatu sistem selalu berkaitan dengan pencapaian suatu tujuan. Adanya suatu sistem bukanlah untuk sistem itu sendiri melainkan mencapai sesuatu efektif dan efesien. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai ialah sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya. Untuk mencapai tujuan tujuan seperti itu perlulah disusun dan difungsionalkan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik. Berbagai elemen dalam sistem perlu dikenali secara tuntas dan dikembangkan sehingga dapat benar benar berfungsi dengan tepat dan penuh pula. Di sinilah letak pentingnya pendekatan sistem dapat dikenalinya kelemahan masing masing elemen yang berperan dalam keseluruhan usaha pendidikan dan kelemahan dalam saling hubungan antar elemen itu, serta dengan demikian dapat dilakukan perbaikan terhadap kelemahan kelemahan itu dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan secara efektif dan efisien. Jika dirasakan bahwa suatu usaha pendidikan kurang berhasil misalnya, janganlah serta merta keseluruhan usaha itu dianggap jelek sehingga secara keseluruhan perlu diganti dengan yang baru sama sekali. Dalam hal ini pendekatan sistem menasehatkan untuk mempelajari elemen elemen yang ada dalam usaha itu, saling hubungannya dan suasana lain yang mungkin ada sangkut pautnya. Tinjauan seperti ini mungkin akan memperlihatkan hanya sejumlah kecil elemen saja, dan tidak seluruhnya, yang perlu diperbaiki. Atau mungkin hal itu memperlihatkan perlunya sekedar perbaikan hubungan antar beberapa elemen saja (seakan elemen elemen itu sendiri sebenarnya sudah baik). Tidak mustahil pendekatan seperti ini akan menghasilkan keputusan tentang perubahan yang radikal, yaitu apabila sebagian besar elemen pokok temyata tidak mungkin lagi berfungsi secara baik, saling hubungan antar elemen tidak mungkin terlaksana, dan suasana pada umumnya tidak memungkinkan berjalannya mekanisme sistem itu. Dalam keadaan yang seperti ini keseluruhan sistem harus diganti, tidak sekedar memperbaiki elemen elemen tertentu saja. Dengan demikian tampak bahwa peninjauan berdasarkan sistem terhadap usaha usaha pendidikan (baik mikro ataupun makro) dapat menghasilkan keputusan yang berupa pembaharuan atau perbaikan sebagian atau menyeluruh, bertahap atau sekaligus. Keputusan ini dilakukan tidak lain untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan secara maksimal. 4.6. Sistem Pendidikan dalam Kerangka yang Lebih Luas Diatas dikatakan bahwa pendidikan sebagi suatu sistem dapat ditinjau secara mikro maupun makro. Dalam tinjauan yang paling mikro, pendidikan merupakan suatu sistem yang menyangkut seorang anak didik dan seorang pendidik yang sedang terikat dalam suatu suasana pendidikan. Dalam tinjauan yang lebih makro, sistem pendidikan. menyangkut berbagai hal selain anak didik, pendidik, dan interaksi antara keduanya itu, P.H. Coombs (1968) menggambarkan. sistem pendidikan yang lebih makro itu melalui tiga. diagram berikut ini. Diagram 3. Komponen Pokok dalam Sistem Pendidikan Diagram 4. Interaksi antara sisten Pendidikan dan Lingkungannya Diagram 5. Dimensi Internasional dalam Analisis Sistem Diagram 3 memperlihatkan berbagai komponen (yang oleh Ryans disebut elemen pokok yang terdapat di dalam suatu sistem pendidikan. Dalam upaya pendidikan komponen komponen itu saling berinteraksi. Misalnya, dalam, sistem pendidikan itu tujuan dan prioritas ingin diubah, yaitu memasukkan jalur keterampilan pada pendidikan menengah umum. Untuk dapat melaksanakan perubahan ini dituntut perubahan yang cukup mendasar pada komponen komponen yang menyangkut kurikulum, metode mengajar, kelengakapan pengajaran, guru pengelompokan dan kegiatan murid. Secara, ringkas setiap komponen dalam sistem itu dipengaruhi oleh perubahan yang dimaksudkan itu. Demikian juga misalnya jika ingin memasukkan "matematika modern" sebagai pengganti matematika tradisional di sekolah, perubahan perubahan mendasar perlu dilakukan terhadap metode mengajar dan belajar yang pada gilirannya menuntut perubahan pada penjadwalan, peneyediaan perlengkapan pengajaran serta jumlah dan jenis guru yang diperlukan. Tuntutan perubahan yang berantai ini selanjutnya menyangkut pula syarat syarat masukart yang baru serta pada akhimya jumlah dart mutu hasil pendidikan. Perlu dicatat bahwa diagram 3 belum memperlihatkan keseluruhan hal yang perlu. diperhatikan dalam suatu analisis sistem. Diagram 3 hanya memperlihatkan komponen komponen pokok dalam satu sistem saja yang dilepaskan dari lingkungannya. Karena pada dasarnya masyarakatlah yang menyediakan berbagai sarana agar suatu sistem dapat berfungsi, maka sistem sebagaimana digambarkan pada Diagram 3 itu harus diperluas. Masukan dan keluaran pendidikan harus disangkut pautkan dengan usnsur unsur yang di dalam masyarakat. Hal ini akan dapat mengungkapkan berbagai sumber kendala yang membatasi berfungsinya sistem itu yang akhirnya menentukan produktivitas sistem tersebut dalam mewujudkan peranannya untuk masyarakat. Diagram 4 memperlihatkan berbagai masukan ganda yang berasal dari masyarakat ke dalam sistem yang dipersembahkan bagi masyarakat yang akhirnya memberikan berbagai dampak yang berbeda. Selanjutnya, Diagram 5 menambahkan dimensi internasional dalam analisis sistem. Pada diagram ini diperlihatkan adanya komponen masukart yang diimpor dari luar negeri dan komponen hasil yang dieskpor ke luar negeri yang selanjutnya menjadi komponen masukan pada sistem. pendidikan di luar negeri itu.

BAB V EVALUASI
5.1. Pengertian Evaluasi
Pengevaluasian adalah merupakan proses pembuatan suatu keputusan atau penilaian. Bagi guru, berarti suatu keanekaragaman pengukuran seharusnya terjadi sebelum pembuatan keputusan pengevaluasian. Jika keputusan berdasarkan pada, satu atau dua pengukuran, boleh jadl tidak terefleksikannya secara akurat kemampuan siswa yang diperoleh. Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru/pengajar. Dikatakan kewajiban, karena setiap pengajar pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya ataupun kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan inengenai mata ajaran yang telah diberikannya. Perlu ditekankan di sini, bahwa evaluasi pencapaian belajar siswa tidak hanya menyangkut aspek-aspek kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi atau performance, aspek efektif yang menyangkut sikap serta internalisasi nilai-nilai yang perlu ditanamkan dan dibina melalui mata ajaran atau mata kuliah yang telah diberikannya. Tentu saja untuk melaksanakan ini secara. konsekuen bukanlah suatu hal yang mudah. Masih banyak kepincangan yang terjadi di dalam dunia pendidikan kita, baik di lembaga pendidikan dasar dan menengah maupun di lembaga pendidikan tinggi. Pada masa-masa yang lalu, dan bahkan hingga kini, masih banyak terdapat kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian pencapaian belajar siswa. Banyak lembaga pendidikan ataupun pengajar secara sadar atau tidak sadar menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai mekanisme untuk menyeleksi siswa/mahasiswa dalam kenaikan kelas atau kenaikan tingkat, dan sebagai alat penyeleksian kelulusan pada akhir tingkat program tertentu. Sedangkan fungsi penilaian yang kita hendaki di samping sebagai alat seleksi dan mengklasifikasi, juga sebagai sarana untuk inembantu pertumbuhan dan perkembangan siswa/mahasiswa secara maksimal. Dengan kata lain, penilaian pencapaian belajar siswa/mahasiswa tidak hanya merupakan suatu proses untuk mengklasifikasikan keberhasilan dan kegagalan dalarn belajar (penilaian sumatif), tetapi juga dan ini sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengajaran (penilaian formatif). Ada dua pandangan yang sangat merugikan efektivitas dan kemurnian fungsi penilaian seperti dimaksud di atas: 1. anggapan bahwa untuk melaksanakan penilaian itu tidak perlu adanya persiapan dan latihan yang eksplisit, sehingga siapa saja dapat melakukannya; 2. anggapan penilaian pencapaian belajar siswa atau mahasiswa merupakan kegiatan yang lepas, atau setidak-tidaknya merupakan kegiatan "penutup" dari proses kegiatan belajarmengajar. Oleh karena itu, khusus dalam bab ini penulis ingin mengemukakan beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar oleh setiap guru, dan sehubungan dengan itu pula adanya pernahaman tentang dua pendekatan di dalam menganalisa dan menginterpretasi hasil tes, yaitu pendekatan norm-referenced evaluation dan criterion-referenced evaluation. Di samping itu, untuk sekedar memberikan bimbingan kepada para guru dan calon guru bagaimana menyusun tes hasil belajar yang baik dalam arti sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan, dalam bab ini juga diuraikan secara singkat langkah-langkah menyusun tes hasil belajar dan cara membuat tabel spesifikasi (semacam blueprint atau kisi-kisi).

5.2. Meta Evaluation
Evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek (joint committee, 1981). Evaluator tidak dapat bertindak sebagai wasit terhadap orang lain. Ia tidak bisa menghakimi atau nonjudgemental definition of evaluation. Ada evaluasi yang dilakukan terhadap epaluasi yang sedang berlangsung terhadap program, evaluasi tersebut disebut evaluasi meta. Evaluasi meta dilakukan berdasarkan pengetahuan bahwa evaluasi merupakan pelajaran pengalaman bagi mereka yang terlibat,.sehingga evaluasi dapat dikembangkan selagi dalam proses, dan (dari kantor lain, orang dari bagian lain yang tak ada hubungan langsung dengan proyek yang digarap, tetapi tetap dari departemen atau organisasi yang sama) dapat juga merupakan kesempatan yang baik untuk memperoleh pandangan yang segar. Membentuk tim evaluasi juga akan lebih baik lagi, karena mungkin agak sulit memperoleh waktu dan keahlian hanya dari satu orang saja. Tentu saja para evaluator akan bertambah ahli sehubungan dengan semua kontent dan bidang evaluasi, dan semakin kecil lingkup yang dievaluasi, sehinga bertambah sedikit evaluator meta yang diperlukan untuk evaluasi meta. Menurut Worthen, Blain R & James R. Sanders (1987), orang-orang yang patut melakukan evaluasi meta yaitu: 1. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator sendiri (original evaluator). Evaluator memang tidak dapat dikatakan bebas terhadap personel bias, dan sebaiknya atau disarankan untuk meminta evaluator lain melihat pekerjaan Anda, walaupun hanya kritik dari teman sejawat. Di samping itu, akan lebih baik juga bagi evaluator untuk mengukur pekerjaannya dengan kriteria dari evaluasi meta, daripada tanpa dievaluasi sama sekali. 2. Evaluasi meta dilakukan oleh pemakai evaluasi. Sering dijumpai sponsor, klien, atau pemegang saham lainnya menilai hasil evaluasi tanpa bantuan seorang ahli evaluasi yang profesional. Keberhasilan dalam hal ini tergantung atas kemampuan teknik orang-orang tersebut menilai sampai sejauh mana hasil evaluasi mencapai standar yang telah dirumuskan sebelumnya (seperti pengukuran yang valid, pengukuran analisis informasi kuantitatif). 3. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator ahli. Tampaknya inilah yang terbaik. Satu hal penting harus dipilih, yaitu sebaiknya evaluasi meta dilakukan oleh evaluator ekstemal. Kalau evaluasi akan dipakai untuk memperbaiki atau untuk memutuskan kelanjutan suatu program, maka evaluasi harus baik dan dapat diandalkan. Agar dapat mengetahui apakah evaluasi baik atau buruk, Anda memerlukan sejumlah kriteria atau standar sebagai dasar pertimbangan. Ada beberapa kriteria dan standar yang telah ada untuk menilai evaluasi, yaitu Standard for Evaluations of Educational Programs, and Materials yang dibuat oleh The foint Commettee on Standard for Educational Evaluation. Standar ini digolongkan menjadi tiga puluh standar atas empat domain evaluasi yaitu utility (evaluasi harus berguna dan praktis), feasibility (evaluasi harus realistik dan bijaksana), propriety (evaluasi harus dilakukan dengan legal dan etik), dan accuracy (evaluasi harus secara teknik adekuat).

5.3 Prinsip Dasar Penyusunan Tes
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar, agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau keterampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengaiaran tertentu. 1. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belaiar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Jika tujuan tidak jelas, maka penilaian terhadap hasil belajar pun akan tidak terarah sehingga akhirnya hasil penilaian tidak mencerminkan isi pengetahuan atau keterampilan siswa yang sebenarnya. Dengan kata lain, hasil penilaian menjadi tidak valid, yaitu tidak mengukur apa yang sebenarnya harus diukur. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun tes yang baik, setiap guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas, terutama tujuan instruksional khusus (TIK), sehingga memudahkan baginya untuk menyusun soal-soal tes yang relevan untuk mengukur pencapaian tujuan yang telah dirumuskannya. 2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil beldiar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Kita telah mengetahui bahwa bahan pelajaran yang telah diajarkan dalam jangka waktu tertentu baik dalam satu jam perternuan ataupun. beberapa jam perternuan tidak mungkin dapat kita ukur atau kita nilai keseluruhannya. Atau dengan kata lain, tidak mungkin hasil-hasil belajar yang diperoleh siswa dalam jangka waktu tertentu dapat kita ungkapkan seluruhnya. Oleh karena itu, dalam rangka mengevaluasi hasil belajar siswa, kita hanya dapat mengambil beberapa sampel hasil belajar yang dianggap penting dan dapat "mewakili" seluruh performance yang telah diperoleh selama siswa mengikuti suatu unit peilgajaran. Dengan demikian, tes yang kita susun haruslah mencakup soal-soal yang dianggap dapat mewakili seluruh performance hasil belajar siswa, sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan. Makin banyak bahan yang telah diajarkan, makin sulit bagi guru untuk menentukan dan memilih soalsoal tes yang benar-benar representatif. Oleh karena itu pula maka dianjurkan agar penilaian dilakukan secara kontinyu, sedapat mungkin setiap akhir pelajaran atau setiap selesai suatu unit bahan pelajaran tertentu. Di samping itu, untuk dapat menyusun soal-soal tes yang benar-benar merupakan sampel yang representatif dalarn mengukur hasil belajar siswa, guru hendaknya menyusun terlebih dahulu tabel specifikasi (blue-print atau kisi-kisi), yang mernuat perincian Iopik atau sub-topik dari bahan pelaJaran yang telah diajarkan dan penentuan jumlah serta jenis soal yang disesuaikan dengan tujuan khusus dari setiap topik yang bersangkutan. 3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belaiar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. Kita telah mempelajari, bahwa tujuan pengajaran itu bermacam-macam menurut jenis, dan tingkat kesukarannya. Hasil belaJar dari tiap-tiap topik bahan pelajaran tidak selalu sama. Dari Bloom kita mengenal adanya hasil belajar yang berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor); dan ketiga jenis hasil belaJar itu masih dapat diperinci lagi menjadi bermacam-macam kemampuan yang perlu dikembangkan di dalarn setiap pengajaran. (Pelajari kembali Taxonomy of Educational Objectives dari Bloom). Untuk dapat mengukur bermacam-macam performance hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran yang diharapkan, diperlukan kecakapan menyusun berbagai macarn bentuk soal dan alat evaluasi. Untuk mengukur hasil belajar yang berupa keterampilan misalnya, tidak tepat kalau hanya menggunakan soal yang berbentuk tes essay yang jawabannya hanya menguraikan, dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu. Demikian pula untuk mengukur kemampuan menganalisa suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan bentuk soal obyektif yang hanya menuntut jawaban dengan mengingat atau recall. Setiap jenis alat evaluasi dan setiap macam bentuk soal hanya cocok untuk mengukur suatu jenis kemampuan tertentu. Oleh karena itu, penyusunan suatu tes harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar yang hendak diukur dengan tes tersebut. 4. Didisain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kita mengenal bermacam-macam kegunaan tes sesuai dengan tujuannya masing-masing. Khususnya di dalam evaluasi pendidikan yang menyangkut evaluasi hasil belajar, sedikitnya kita mengenal empat macam kegunaan tes: a. Tes yang digunakan untuk penentuan penempatan siswa dalam suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu (placement test); b. Tes yang digunakan untuk mencari umpan balik (feedback) guna memperbaiki proses belajar-mengajar bagi guru maupun siswa (test formatif); c. Tes yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai di mana pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan, dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan (tes sumatif); dan 4. Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa, seperti latar belakang psikologis, fisik dan lingkungan sosial-ekonomi siswa (tes diagnostik). Masing-masing jenis tes tersebut memiliki karakteristik tertentu, baik bentuk soal, tingkat kesukaran, maupun cara pengolahan dan pendekatannya. Oleh karena itu, penyusun an dan penyelenggaraan tes harus disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai alat evaluasi yang diinginkan. 5. Dibuat se-reliable mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. Suatu alat evaluasi dikatakan reliable (dapat diandalkan) jika alat tersebut dapat menghasilkan suatu gambaran (hasil pengukuran) yang benar-benar dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan reliable (memiliki reliabilitas yang tinggi), jika tes itu dilakukan berulang-ulang terhadap obyek yang sama, hasilnya akan tetap sama atau relatif sama. Perlu dikernukakan di sini, bahwa suatu tes yang reliable belum tentu valid; akan tetapi jika tes itu valid, sudah tentu juga reliable. 6. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru. Pada prinsip nomor 4 tersebut di atas telahh diuraikan bahwa salah satu jenis tes adalah tes formatif yaftu tes yang berfungsi untuk mencari umpan balik atau feedback yang berguna dalam ucapan memperbaiki cara mengajar yang dilakukan oleh guru dan cara belajar siswa. Hal ini dijadikan suatu prinsip dalam penyusunan tes hasil belajar, mengingat bahwa hingga kini masih banyak para guru yang memandang tes hasil belajar itu hanya sebagai alat evaluasi tahap akhir saja dari suatu proses belaJar yang dialami siswa selama jangka waktu tertentu, sehingga fungsi formatif dari tes hasil belajar selalu diabaikan. Dengan demikian, sesuai dengan prinsip ini, maka penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar yang dilakukan guru, di samping untuk mengukur sampai di.mana keberhasilan siswa dalam belajar (evaluasi sumatif), sebaiknya dipergunakan pula untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri (evaluasi formatif).

5.4 Norm-Referenced dan Criterion- Referenced Tests
Dick dan Carey dalam bukunya The Systematic Design of Instruction menjelaskan pengertian dan perbedaan criterion-referenced test (CRT) dan norm-referenced test (NRT) seperti berikut: Criterion-referenced test (CRT) ialah tes yang dirancang untuk mengukur seperangkat tujuan yang eksplisit. Dengan kata lain, CRT adalah sekumpulan soal atau items yang secara langsung mengukur tingkah laku-tingkah laku yang dinyatakan di dalam seperangkat tujuan-tujuan behavioral atau performance objectives. Jadi, soal-soal CRT didasarkan pada behavioral objectives tertentu. Tiap soal pada CRT menuntut siswa untuk mendemonstrasikan penampilan yang dinyatakan di dalam tujuan. Ada dua pengertian dalam penggunaan kata criterion dalam ungkapan criterion -referenced test items, yaitu: 1. menunjukkan hubungan antara tujuan-tujuan yang bersifat behavioral atau performance atau penampilan dan soal-soal tes yang dibuatnya. 2. menunjukkan spesifikasi ketetapan penampilan yang dituntut untuk dinyatakan sebagai penguasaan atau mastery. Atau dengan kata lain, sampai batas mana siswa diharapkan dapat menguasai atau dapat menjawab dengan benar tes tersebut, atau sampai berapa jauh siswa harus melakukan keterampilan tertentu untuk dapat dinyatakan mencapai tujuan. Dalam hubungannya dengan proses belajar-mengajar, Dick dan Carey selanjutnya menyatakan adanya empat jenis CRT, yaitu: 1. Entry-behaviors test, yakni suatu tes yang diadakan sebelum suatu program pengaiaran dilaksanakan, dan bertujuan untuk mengetahui sampai batas mana penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki siswa yang dapat dijadikan dasar untuk menerima program pengajaran yang akan diberikan. Dalam hubungannya dengan penyusunan rancangan pengajaran (design of instruction), dari hasil entry behavior test seorang guru/pengajar dapat menetapkan materi instruksional mana yang perlu direvisi dan atau yang tidak perlu diajarkan lagi karena telah dikuasai oleh semua siswa. 2. Pretest, yaitu tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai, dan bertujuan untuk mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan dan keterampilan) yang akan diajarkan. Dalam hal ini fungsi pretest adalah untuk melihat sampai di mana efektivitas pengajaran, setelah hasil pretest tersebut nantinya dibandingkan dengan hasil post-test. 3. Post-test, adalah tes yang diberikan pada setiap akhir program satuan pengajaran. Tujuan post-test ialah untuk mengetahui sampai di mana pencapaian siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan maupun keterampilan)setelah mengalami suatu kegiatan belajar. Seperti telah dikatakan di atas, jika hasil post-test dibandingkan dengan hasil pretest, maka keduanya berfungsi untuk mengukur sampai sejauh mana aktivitas pelaksanaan program pengajaran. Guru/pengajar dapat mengetahui apakah kegiatan itu berhasil baik atau tidak, dalam arti apakah semua atau sebagian besar tujuan instruksional yang telah dirumuskan telah dapat tercapai. 4. Embedded test, ialah tes yang dilaksanakan di sela-sela atau pada waktu-waktu tertentu selama proses pengajaran berlangsung. Embedded test berfungsi untuk: a. mentes siswa secara langsung sesudah suatu unit pengajaran sebelum post-test, dan merupakan data yang berguna sebagai evaluasi formatif bagi pengaiaran tersebut; b. tujuan kedua adalah berhubungan dengan akhir tiap langkah kegiatan pengajaran, untuk mencek kemajuan siswa, dan jika diperlukan untuk kegiatan remedial sebelum diadakan post-test. Langkah-langkah embedded test dapat dilihat dengan jelas pada program pengaiaran yang dilaksanakan dengan sistem modul. Sedangkan pada sistem pengajaran biasa yang dilakukan dengan ceramah, embedded test biasanya hanya berupa pertanyaan-pertanyaan lisan untuk mengetahui apakah siswa telah memahami pengajaran yang baru saja diberikan, atau berupa pengerjaan tugas-tugas untuk mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap suatu unit pengajaran yang baru saja dipelajarinya. Penyusunan norm-referenced test (NRT) berbeda dengan CRT Soal-soal pada NRT tidak ditekankan untuk mengukur penampilan yang eksak dari behavioral objectives. Dengan kata lain, soalsoal pada NRT tidak terutama didasarkan pada pengajaran yang diterima siswa atau pada keterampilan atau tingkah laku yang diidentifikasi sebagai sesuatu yang dianggap relevan bagi belajar siswa. Soal-soal yang dikembangkan untuk NRT sengaja diadministrasikan untuk bermacam-macam siswa dari target populasi. Range atau pencaran skor-skor yang diperoleh dari NRT biasanya diharapkan merupakan kurva normal; dan oleh karena itu maka tes semacam itu disebut norm-referenced. Yang menjadi standar dalam penilaian NRT adalah norma kelompok atau prestasi kelompok. Oleh karena itu maka dalam pengolahannya digunakan mean dan standar deviasi yang diperoleh dari hasil tes kelompok yang bersangkutan. Dari apa yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan, bahwa paling tidak ada tiga perbedaan pokok antara. CRT dan NRT, yaitu berbeda dalam hal: 1. cara tiap jenis tes itu dikembangkan, 2. standar yang digunakan untuk menimbang (men-judge) atau menginterpretasikan hasil tes, dan 3. tujuan untuk apa tes itu disusun dan diadministrasikan. Jika dalam menginterpretasikan, hasil tes seorang siswa dibandingkan dengan hasil-hasil siswa yang lain, atau dengan kata lain dibandingkan dengan prestasi kelompoknya, dikatakan norm-referenced interpretation. Dan jika hasil tes itu tidak dibandingkan dengan hasil siswa-siswa yang lain, tetapi dibandingkan denaan suatu kriteria tertentu - misalnya hasil seorang siswa dibandingkan dengan tujuan instruksional yang seharusnya dicapai maka disebut criterion-referenced interpretation. Jadi, kedua jenis interpretasi itu dapat dilakukan terhadap (satu) tes yang sama. Akan tetapi kedua jenis interpretasi tes itu akan lebih berarti, jika tes itu khusus dirancang sesuai dengan jenis interpretasi yang akan dibuat. Dengan demikian, suatu tes dapat disusun atau dirancang untuk suatu tujuan criterion-referenced. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas sehingga dapat inembantu kita dalam menyusun kedua jenis tes tersebut, berikut ini disusun diagram yang menunjukkan persamaan dan perbedaan antara keduanya.(lihat tabel). NO PERSAMAAN PERBEDAAN NORM-REFERENCED CRITERION REFERENCED 1. Menurut spesifikasi tujuan (learning out-comes) Tujuan dinyatakan secara umum atau khusus Cenderung sangat khusus dan mendetail 2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar. - Mencakup rentangan hasil yang luas; - Sedikit item untuk tiap hasil. - Domain hasil (aspek yang diukur) terbatas; - Sejumlah item untuk tiap hasil. 3. Menggunakan berbagai hasil item tes. Item tipe memilih (true-false, multiple choice, dst.) Tidak tergantung kepada item tipe memilih saja. 4. Harus memenuhi syarat-syarat penulisan tes. “Daya Pembeda” diperhatikan Fpeformance siswa lebih ditekankan. 5. Menuntut reabilitas hasil Menggunakan prosedur statistik (variabilitas skor tinggi). Tidak menggunakan prosedur statistik (variabilitas skor rendah), 6. Memiliki kegunaan tertentu Baik untuk placement dan sumatif. Cocok untuk formatif dan diagnostik. Diagram 6. Persamaan dan Perbedaan NORM-REFERENCED dan CRITERION-REFERENCED Mengetahui persamaan dan perbedaan norm-referenced dan criterion-referenced sangat penting bagi guru untuk mencoba rnenyusun kedua tipe tes tersebut.

5.5 Langkah-langkah Menyusun Tes
Dalam merencanakan penyusunan achievement test diperlukan adanya langkah-langkah yang harus diikuti secara sistematis, sehingga dapat diperoleh tes yang lebih efektif. Para ahli penyusun tes maupun para pengajar (classroom teachers) umumnya telah menyepakati langkah4angkah sebagai berikut: 1. Menentukan/merumuskan tujuan tes. 2. Mengidentifikasi hasil-hasil belajar (learning outcomes) yang akan diukur dengan tes itu. 3. Menentukan/menandai hasil-hasil belajar yang spesifik, yang merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan sesuai dengan TIK. 4. Memerinci mata pelajaran/bahan pelajaran yang akan diukur dengan tes itu. 5. Menyiapkan tabel spesifikasi (semacam blueprint). 6. Menggunakan tabel spesifikasi tersebut sebagai dasar penyusunan tes. Untuk dapat merumuskan tujuan penyusunan tes dengan baik, seorang guru/pengajar perlu memikirkan apa tipe dan fungsi yang akan disusunnya, sehingga selanjutnya ia dapat menentukan bagaimana karakteristik soal-soal yang akan dibuatnya. Perlu diketahui bahwa tes itu mempunyai beberapa fungsi, tergantung kepada tipe atau kegunaannya. Diagram berikut ini menunjukkan apa tipe dan fungsi tes seria bagaimana ciri-ciri soal-soal: Tipe Tes Fungsi Tes Konsiderasi Sampel Ciri-ciri PLACEMENT Mengukur prekuisit entry skills Menentukan entry peformance tentang tujuan pembelajaran Mencakup tiap-tiap prekuist entry behavior Memilih sampel yang mewakili tujuan pelajaran Item mudah dan criterion referenced Item memiliki range kesukaran yang luas dan norm-referenced FORMATIF Sebagai feedback bagi siswa & guru tentang kemajuan belajar Jika mungkin mencakup semua unit tujuan (yang esensial) Item memadukan kesukaran unit tujuan, dan criterion-referenced DIAGNOSTIK Menentukan kesulitan belajar yang sering muncul Mencakup sampel tugas-tugas yang berdasarkan sumber-sumber kesalahan belajar yang umum Item mudah dan digunakan untuk menunjukan sebab-sebab kesalahan yang spesifik SUMATIF Menentukan kenaikan tingkat/kelas, atau kelulusan pada akhir program pengajaran Memilih sampel tujuan-tujuan pelajaran yang representatif Item memiliki range kesukaran yang luas, dan norm- referenced Diagram 7. Ciri-ciri Empat Tipe Achievement Tests

5.6. Menyusun Tabel Spesifikasi
Selanjutnya, mengenai langkah-langkah perencanaan tes yang dianggap perlu diuraikan lebih lanjut ialah tentang penyusunan tabel spesifikasi. Tabel spesifikasi (semacam blueprint) diperlukan sebagai dasar atau pedoman dalam membuat soal-soal dalarn penyusunan tes. Di dalam tabel spesifikasi terdapat kolom-kolom dan lajur yang memuat pokok bahasan (unit-unit bahan pelajaran yang telah diajarkan) dan aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan (hasil belajar) yang diharapkan dicapai dari tiap pokok bahasan. Dengan nienggunakan tabel tersebut, guru/pengajar dapat menentukan Junilah dan jenis soal yang diperlukan, sesuai dengan tujuan instruksional dari tiap pokok bahasan. Untuk menentukan besarnya jumlah soal untuk tiap pokok bahasan dan komposisi jumlah soal menurut aspek-aspek pengetahuan dan atau keterampilan yang akan dinilai, tidak ada peraturan yang khusus. Dalam hal ini yang perlu. diperhatikan ialah agar jumlah tersebut merupakan bilangan kelipatan lima atau sepuluh, sehingga dengan demikian memudahkan kita dalam melakukan penskoran. Tentu saja, seperti telah disinggung dalam uraian terdahulu, dalam menentukan jenis soal, guru/pengajar harus selalu menghubungkan dengan tujuan instruksional, baik TIU maupun TIK, dan perbandingan jumlah soal disesuaikan dengan luas dan sempitnya bahan atau materi yang terkandung di dalam setiap pokok bahasan.
DAFTAR PUSTAKA
Allman,S.Audean, et al. Curriculum Development. American Press : Boston.
Bradley, Leo.H.. 1985. Curriculum Ladership and Development Handbook. Prentice Hall.Inc. : New Jersey
Diamond, Robert M. 1989. Designing and Improving Courses and Curricula in Higer Education. Jossey-Bass Inc., Publishers : California.
Gronlund, Norman. E.. 1971. Measurement and Evaluation in Teaching. Macmillan Publishing : New York
Hamalik, Oemar, Prof. Dr.. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara : Jakarta. Killen, Roy. 1989. Effective Teaching Strategies. Social Science Press : Australia. Kindsvatter,
Richard, et al. 1996. Dynamic of Effective Teaching. Longman Publishers USA : Newyork.
Mudyahardjo, Reza. 2001. Pengantar Pendidikan. P.T Radja Grafindo Persada : Bandung.
Nasution, S., Prof. Dr.,M.A.. 1991. Pengembangan Kurikulum. P.T Citra Aditya Bakti : Bandung.
Oser. F. K. 1986. Moral Education and Values Education: The Discourse Perspective dalam M. C. Wittrock ed. Handbook of Research on Teaching. 3rd edition. New York: Macmillan.
Slattery, Patrick. 1995. Curriculum Development in the Post Modern Era. Grand Publishing. Inc. : New York.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru : Bandung, Sukmadinata,
Nana Syaodih, Prof. Dr. H. 2001. Pengembangan Kurikulum. P.T. Remadja Rosdakarya : Bandung.
Sumadi Suryabrata. 1993 . Psikologi Pendidikan. P.T. Grapindo Persada : Jakarta.
Suyanto, Djihad Hisyam. 2000 . Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. P.T. Adicipta : Yogyakarta
Syamsuddin, Abin. 2002. Psikologi Kependidikan. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.
Tayibnapis, Farida Yusuf, Dr. 2000. Evaluasi Program. Rineka Cipta : Jakarta.
Tilaar. H. A. R., Prof. Dr. M.A. 1993. Manajemen Pendidikan Nasional. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.
Tirtarahardja, Umar, Prof. Dr. Pengantar Pendidikan. P.T. Rieneka Cipta : Jakarta.
Tyler, Ralph W. 1971. Basic Principles of Curriculum and Instruction. The University of Chicago Press : USA.
Usman, Moch. Uzer. 2000 . Menjadi Guru Profesional. P.T. Remadja Rosdakarya : Bandung.
Wooldridge, Ronald J. 1981. Evaluation of Complex Systems. Jossey-Bass Inc. Publishers : San Fransisco.
Zais, Robert S. 1976. Curriculum ; Principles and Foundation. Haper and Row Publishers Inc. : New York.
Posted by Azmara at 4:55 AM
9 comments:

DACHOLFANY said...
WAWASAN PROFESI KEPENDIDIKAN


1. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, pendidikan, keuangan, militer, dan teknik.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
II. Ciri Khas Profesi
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
2. Suatu teknik intelektual
3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8. Pengakuan sebagai profesi
9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10. Hubungan yang erat dengan profesi lain
III. Karakteristik Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
IV. Profesionalisme
Ciri-ciri profesionalisme:
1. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi
2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan
3. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
V. Guru Sebagai Profesi
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenafa profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bhwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai ‘pengajar’ yang melakukan transfer of knowledge tetapi juga sebagai ‘pendidik’ yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai ‘pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks didalam proses belajar mengajar dalam uasahanya untuk mengantar anak didik ketaraf yang dicita-citakan.
Guru menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan nasional. Utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal. Guru profesional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis, dan berakhlak. Guru profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak seperti membalik telapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan guru.
VI. Persyaratan Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dari manusia-manusia lain pada umunya. Adapun syarat-syarat menjadi guru yaitu:
1. Persyaratan Administratife
Syarat-syarat administrative ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga Negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Disamping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2. Persyaratan Tekhnis
Dalam persyaratan tekhnis ini ada yang bersifat formal yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memilik ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian starat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan tekhnik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan atau pengajaran.
3. Persyaratan Psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memilik jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memilik jiwa pengabdian. Disamping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga memilik pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru juga harus mematuhi norma dan nilaiyang berlaku serta memiliki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru harus memilikpanggilan hati nurani untuk mengabdi demi anak didik.
4. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memilik cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memilik gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selaluu dilihat atau diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa atau anak.
Dari berbagai persyaratan yang telah dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa guru menempati bagian ‘tersendiri’ dengan berbagai cirri kekhususannya, apalagi kalau dikaitkan dengan tugas keprofesiannya. Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spectrum yang lebih luas, yakni guru harus:
• Memiliki kemampuan profesional
• Memiliki kapasitas intelektual
• Memiliki sifat edukasi sosial
Ketiga syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru disekolah dan pemimpin di masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu sendiri. Dengan kata lain bahwa ketiga syarat kemampuan tersebut perlu dihubungkan dengan tingkat kedewasaan dari seorang guru.
VII. Guru Sebagai Tenaga Profesional
Berbicara soal kedudukan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi itu memiki banyak konotasi, salah satu diantaranya tenaga kependidikan, termasuk guru. Secara umum, profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalamscience dan tekhnologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental dari pada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan tekhnik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.
Seorang pekerja profesional, khususny6a guru dapat dibedakan dari seorang tekhnisi, karena disamping menguasai sejumlah tekhnik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya.
Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memilki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakn pekerjaannya. Kalau kompetisi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan sedang kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional kependidikan ditandai dengan serentetan diagnosis, rediagnosis dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini disamping kecermatan untuk menetukan langkah, guru harus juga sabar, ulet dan telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan.
Menurut Westby dan Gibson, cirri-ciri keprofesian di bidang kependidikan sebagai berikut:
a. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dipekerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
b. Memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh misalnya profesi dibidang kedokteran, harus pula mempelajari anatomi, bakteriologi dan sebagainya. Juga profesi dibidang keguruan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dll.
c. Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum orang itu dapat melaksanakan pekerjaan profesional.
d. Memilki mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja.
e. Memilki organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.
VII.Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memilki “kepribadian guru”, dengan segala cirri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru seseorang harus memilki kepribadian.
Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi beberapa syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seperangkat latihan ketrampilan keguruan dan pada kondisi tiu pula ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan.
Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu ketrampilan dan sebagainya, jadi yang jelas dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “bimbingan” sebagai yang tidak dapat dipisahkan.





DAFTAR PUSTAKA

Gronlund, Norman. E.. 1971. Measurement and Evaluation in Teaching. Macmillan Publishing : New York
Hamalik, Oemar, Prof. Dr.. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara : Jakarta. Killen, Roy. 1989. Effective Teaching Strategies. Social Science Press : Australia. Kindsvatter,
Mudyahardjo, Reza. 2001. Pengantar Pendidikan. P.T Radja Grafindo Persada : Bandung.
Nasution, S., Prof. Dr.,M.A.. 1991. Pengembangan Kurikulum. P.T Citra Aditya Bakti : Bandung.
Oser. F. K. 1986. Moral Education and Values Education: The Discourse Perspective dalam M. C. Wittrock ed. Handbook of Research on Teaching. 3rd edition. New York: Macmillan
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru : Bandung, Sukmadinata,
Nana Syaodih, Prof. Dr. H. 2001. Pengembangan Kurikulum. P.T. Remadja Rosdakarya : Bandung.
Sumadi Suryabrata. 1993 . Psikologi Pendidikan. P.T. Grapindo Persada : Jakarta.
Suyanto, Djihad Hisyam. 2000 . Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. P.T. Adicipta : Yogyakarta
Syamsuddin, Abin. 2002. Psikologi Kependidikan. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.
Tayibnapis, Farida Yusuf, Dr. 2000. Evaluasi Program. Rineka Cipta : Jakarta.
Tilaar. H. A. R., Prof. Dr. M.A. 1993. Manajemen Pendidikan Nasional. P.T. Remadja Rosda Karya : Bandung.
Tirtarahardja, Umar, Prof. Dr. Pengantar Pendidikan. P.T. Rieneka Cipta : Jakarta.
May 12, 2009 12:59 PM

DACHOLFANY said...
PENDIDIKAN BERMUTU DI SEKOLAH
M.Ihsan Dacholfany M.Ed

I.Pendahaluan
Pemahaman dan pandangan tentang mutu pendidikan selama ini sangat beragam. Orangtua memandang pendidikan yang bermutu sebagai lembaga pendidikan yang megah, gedung sekolah yang kokoh dengan genting yang memerah bata, taman sekolah yang indah, dan seterusnya. Para ilmuwan memandang pendidikan bermutu sebagai sekolah yang siswanya banyak menjadi pemenang dalam berbagai lomba atau olimpiade di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Repatriat mempunyai pandangan yang berbeda lagi. Sekolah yang bermutu adalah sekolah yang memberikan mata pelajaran bahasa asing bagi anak-anaknya. Orang kaya tentu memiliki pandangan yang berbeda pula. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang diperoleh anaknya dengan membayar uang sekolah yang setinggi langit untuk memperoleh berbagai paket kegiatan ekstrakurikuler. Berbagai predikat lembaga pendidikan sekolah telah lahir, seperti sekolah favorit, sekolah unggulan, sekolah plus, kelas unggulan. Ada pula berbagai predikat lembaga pendidikan yang juga muncul bak jamur di musim penghujan, seperti boarding school, full day school, sekolah nasional berwawasan internasional, sekolah alam, dan sekolah berwawasan internasional. Semua sebutan itu tidak lain untuk menunjukkan aspek mutu pendidikan yang akan diraihnya.
II. Pengertian Pendidikan Bermutu
Sesungguhnya pendidikan yang bermutu tersebut, Dalam tulisan singkat ini akan dijelaskan secara sekilas tentang pandangan UNESCO tentang beberapa dimensi mutu pendidikan. Uraian tentang dimensi mutu pendidikan itu tertuang dalam buku EFA Global Monitoring Report 2009 atau Laporan Pemantauan Global Pendidikan Untuk Semua. Setiap tahun, UNESCO menerbitkan laporan tentang perkembangan pendidikan, baik pendidikan formal dan pendidikan informal, di berbagai belahan dunia.
Dalam bentuk diagramtis dimensi mutu pendidikan digambarkan sebagai berikut :


III. Lima a dimensi yang terkait dengan mutu pendidikan.
I. Karakteristik pembelajar (learner characteristics)
Dimensi ini sering disebut sebagai masukan (inputs) atau malah masukan kasar (raw inputs) dalam teori fungsi produksi (production function theory), yaitu peserta didik atau pembelajar dengan berbagai latar belakangnya, seperti pengetahuan (aptitude), kemauan dan semangat untuk belajar (perseverance), kesiapan untuk bersekolah (school readiness), pengetahuan siap sebelum masuk sekolah (prior knowledge), dan hambatan untuk pembelajaran (barriers to learning) terutama bagi anak luar biasa. Banyak factor latar belakang peserta didik yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan di negeri ini. Banyak anak usia sekolah yang tidak didukung oleh kondisi yang kondusif, misalnya peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga pecah (broken home), kesehatan lingkungan, pola asuh anak usia dini, dan faktor-faktor lain-lainnya. Dimensi ini menjadi faktor awal yang mempengaruhi mutu pendidikan.
2. Pengupayaan masukan (enabling inputs)
Ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu pendidikan yang dihasilkan, yaitu :
a. sumber daya manusia dan
b. sumber daya fisikal.
Guru atau pendidik, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lain menjadi sumber daya manusia (human resources) yang akan mempengaruhi mutu hasil belajar siswa (outcomes). Proses belajar mengajar tidak dapat berlangung dengan nyaman dan aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan juga kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata, mutu SDM yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
3. Proses belajar-mengajar (teaching and learning)
Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box) masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta didik, pendidik, dan kurikulum. Tanpa peserta didik, siapa yang akan diajar? Tanpa pendidik, siapa yang akan mengajar, dan tanpa kurikulum, bahan apa yang akan diajarkan? Oleh karena itu mutu proses belajar mengajar, atau mutu interaksi edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi faktor yang amat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses belajar-mengajar dipengaruhi oleh: (1) lama waktu belajar, (2) metode mengajar yang digunakan, (3) penilaian, umpan balik, bentuk penghargaan bagi peserta didik, dan (4) jumlah peserta didik dalam satu kelas.
Ruang kelas di Indonesia sangat kering dengan media dan alat peraga. Pakar pendidikan, Dr. Arif Rahman, M.Pd. sering menyebutkan bahwa ruang kelas kita ibarat menjadi penjara bagi anak-anak. Jika diumumkan ada rapat dewan pendidik, dalam arti tidak ada kelas, maka bersoraklah para siswa, ibarat keluar dari pintu penjara tersebut. Sesungguhnya, di sinilah kelemahan terbesar pendidikan di negeri ini. Proses belajar mengajar di ruang kelas kita sangat kering dari penggunaan teknik penguatan (reinforcement), kering dari penggunaan media dan alat peraga yang menyenangkan. Dampaknya, dapat diterka, yaitu hasil belajar yang belum memenuhi standar mutu yang ditentukan. Sentral permasalahan lemahnya proses belajar mengajar di dalam kelas ini, sebenarnya sudah diketahui, yakni kualifikasi dan kompetensi guru.
Setengah guru kita belum memenuhi standar kualifikasi. Apalagi dengan standar kompetensinya. Timbullah istilah ‘guru tak layak’. Belum lagi dengan masalah kesejahteraannya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa semua masalah bersumber dari masalah kesejahteraan. Memang, kesejahteraan guru menjadi salah satu syarat agar guru dapat disebut sebagai profesi, selain (1) memerlukan keahlian, (2) keahlian itu diperoleh dari proses pendidikan dan pelatihan, (3) keahlian itu diperlukan masyarakat, (4) punya organisasi profesi, (5) keahlian yang dimiliki dibayar dengan gaji yang memadai (Suparlan, 2006).
4. hasil belajar (outcomes)
Hasil belajar adalah sasaran yang diharapkan oleh semua pihak. Di sini memang terjadi perbedaan harapan dari pihak-pihak tersebut. Pihak dunia usaha dan industri (DUDI) mengharapkan lulusan yang siap pakai. Pendidikan kejuruan dipacu agar dapat memenuhi harapan ini. Sedang pihak praktisi pendidikan pada umumnya cukup berharap lulusan yang siap latih. Alasannya, agar DUDI dapat memberikan peran lebih besar lagi dalam memberikan pelatihan.
Setidaknya, semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy), dan kecakapan hidup (life skills) Ini memang pasti. Selain itu, peserta didik harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial (emotional dan social intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan masyarakat. Terkait dengan berbagai macam kecerdasan, Howard Gardner menegaskan bahwa “satu-satunya sumbangan paling penting untuk perkembangan anak adalah membantunya untuk menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya” (Daniel Goleman, 2002: 49, dalam Suparlan, 2004: 39). Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya yang sesuai dengan potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta sesuai dengan tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang diperlukan untuk memeliharan dan menstransformasikan budaya dan kepribadian bangsa. Dalam perspektif psikologi pendidikan dikenal sebagai ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam perspektif sosial dikenal dengan istilah 3H (head, heart, hand). Tokoh pendidikan dari Minang mengingatkan bahwa “Dari pohon rambutan jangan diminta berbuah mangga, tapi jadikanlah setiap pohon mangga itu menghasilkan buah mangga yang manis” (Muhammad Sjafei, INS). Semua itu pada dadarnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional “…. berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
5. konteks (contexts) atau lingkungan (environments)
Keempat dimensi yang telah dijelaskan tersebut saling pengaruh-mempengaruhi dengan konteks (contexts) atau lingkungan (environments) yang meliputi berbagai aspek alam, sosial, ekonomi, dan budaya, sebagai berikut:
• Economics and labour market conditions in the community atau kondisi pasar ekonomi dan pasar dalam masyarakat.
• Socio-cultural and religious factors atau faktor religius dan sosip-kultural.
• Educational knowledge and support infrastructure atau pengetahuan dan infrastruktur yang mendukung dunia pendidikan.
• Public resources available for education atau ketersediaan sumber-sumber masyarakat untuk pendidikan.
• Competitiveness of the teaching profession on the labour market atau daya saing profesi mengajar pada pasar tenaga kerja.
• National governance and management strategies atau strategi manajemen dan tata kelola pemerintahan.
• Philosophical standpoint of teacher and learner atau pandangan filosofis guru dan peserta didik.
• Peer effects atau pengaruh teman sebaya.
• Parental support atau dukungan orangtua atau keluarga.
• Time available for schooling and home works atau ketersediaan waktu untuk sekolah dan PR.
• National standards atau standar-standar nasional.
• Public expectations atau harapan masyarakat.
• Labour market demands permintaan pasar tenaga kerja.
• Globalization atau globalisasi.
Pada awalnya, peran orangtua (rumah) dan keluarga belum dipandang sebagai dimensi yang benar-benar berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Sekarang dukungan orangtua menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Dalam kajian tentang sekolah efektif (effective school), dukungan orangtua siswa dan masyarakat menjadi salah satu faktor dalam sekolah efektif.
Salah satu faktor sekolah efektif dikenal sebagai ‘keterlibatan orangtua’, ‘dukungan orangtua’, ‘keterlibatan orangtua-msyarakat’, atau ‘hubungan keluarga-sekolah’. Dari beberapa faktor sekolah efektif tersebut, hasil studi di negara maju menunjukkan adanya lima faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas suatu sekolah (EFA Global Monitoring Report 2005, hal. 66), yaitu:
1. strong eduational leadership -> terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan (masukan);
2. emphasis on acquiring basic skills -> terkait dengan kurikulum (masukan;
3. an orderly and secure environment -> terkait dengan konteks (lingkungan);
4. high expectations of pupil attainment -> terkait dengan peserta didik (masukan kasar);
5. frequent assessment of pupil progress -> terkait dengan proses belajar-mengajar (proses).
Apabila dikaitkan antara kelima faktor sekolah efektif tersebu dengan lima dimensi mutu pendidikan yang telah dijelaskan sebelumnya, tampak nyata bahwa kelima faktor tersebut dalam tulisan ini juga dikenal sebagai dimensi-dimensi mutu pendidikan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sekolah efektif tidak lain dan tidak bukan adalah juga sebutan untuk pendidikan yang bermutu. Sudah tentu juga ditambah dengan faktor-faktor sekolah efektif lainnya, termasuk peran dan dukungan orangtua dan masyarakat, yang diwadahi dalam lembaga yang dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di muka, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) mutu pendidikan memiliki lima dimensi yang saling terkait, (2) lima dimensi mutu pendidikan pada hakikatnya juga merupakan faktor-faktor yang membentuk sekolah efektif, (3) sekolah yang efektif, dengan kata lain, dapat disebut sebagai sekolah yang bermutu, (3) dukungan orangtua dan masyarakat terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan disalurkan melalui wadah lembaga sosial yang kini dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Bahan Pustaka
Dedi Supriadi (Ed.). 2003. Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangannya Sejak Zaman Penjajahan Hingga Era Reformasi. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia.
Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi. Yogyakarta: Hikayat.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.
Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat.


Guru adalah seseorang yang memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan sekolah.

Sedangkan menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.

Dosen adalah pendidik dan ilmuwan profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat
memiliki kepribadian,
memiliki pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan,
memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi,
memiliki kemampuan dan ketrampilan profesi.
Kemampuan seorang guru
menguasai materi pembelajaran
penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar. memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar.

Penguasaan materi pelajaran sebagai dasar kemampuan guru untuk melakukan proses pembelajaran.
Example ; Anda mungkin melihat guru ktika berbicara.
Memiliki Penguasaan Teori dan Ketrampilan Mengajar. A. Ketrampilan menjelaskan B. Ketrampilan memberi penguatan C. Ketrampilan bertaya
D. Ketrampilan membuat variasi pembelajaran
E. Ketrapilan menguasi kelas



‘’120,, !!!


Kualifikasi Guru yang sukses
Profesional yakni Guru berhasil menjalankan tugasnya.
Martabat yakni Guru yang memiliki tingkat harga diri,memiliki tingkat derajat dan inilah guru sukses. Sejahtera

Jadi, guru sukses adalah guru yang profesional, bermartabat, dan sejahtera. Guru ini memiliki tingkat keprofesionalan yang tinggi dalam bekerja, menjaga diri untuk tetap pada tingkat derajat (kemuliaan) kemanusiaannya, sekaligus memperoleh kesejahteraan utuh dari profesi yang ditekuninya itu.


Elbert Hubbard Objek dari mengajar ada seorang anak. Pengajaran bertujuan untuk membuat anak itu maju tanpa didampingi gurunya.
Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi namun seberapa dalam siswa memahaminya.
Sejauh kita memasuki dunia siswa, sejauh itu pula pengaruh yang kita miliki di dalam kehidupan mereka.
Kompetensi guru profesional
Kepribadian guru
Memiliki sifat sosial yang tinggi
Pedagogik
profesional
Tugas guru
Lama
MENGAJAR DAN MENYODORI SISWA DENGAN MUATAN INFORMASI PENGETAHUAN

GURU DIPANDANG PALING MENGETAHUI DAN SATU2NYA SUMBER INFORMASI


Baru

DERASNYA INFORMASI TIDAK MUNGKIN GURU BERSIKAP PALING TAHU
GURU MENGAJAR BAGAIMANA SISWA BELAJAR
BERUSAHA MENDAPATKAN INFORMASI DARI BERBAGAI SUMBER /FASILITASI KEBUTUHAN SISWA


Guru sukses: profesional, bermartabat, sejahtera. Ya, profesional, bermartabat, dan sejahtera adalah tiga kata kunci yang tepat untuk mendeskripsikan siapa guru sukses itu. Betul, guru sukses adalah guru yang profesional, bermartabat, sekaligus sejahtera hidupnya. Kalau begitu, apa definisi guru sukses?
Definisi guru sukses: guru sukses adalah guru yang profesional, bermartabat, dan sejahtera. Ini definisi menurut saya. Kalau Anda punya definisi lain tentang guru sukses, silakan tinggalkan komentar di tempat yang tersedia, kemudian tuliskan komentar Anda. Saya mengahargai perbedaan pendapat.
Mengapa saya memberikan definisi guru sukses seperti definisi di atas? Inilah penjelasannya.
Guru sukses bukan sekadar profesional namun kesejahteraannya memprihatinkan. Guru sukses juga bukan guru sejahtera namun profesionalismenya rendah. Begitu pula, guru sukses bukanlah guru yang profesional dengan kesejahteraan tinggi namun martabatnya rendah. Ketiga kata kunci di atas harus menjadi satu kesatuan yang melekat pada sosok guru sukses.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , sukses (a) berarti: berhasil; beruntung. Merujuk pada pengertian sukses ini, saya memberikan definisi guru sukses sebagai guru yang berhasil sekaligus beruntung. Ya, definisi sukses adalah berhasil dan beruntung.
Karena guru adalah sebuah profesi, maka keberhasilan guru sukses haruslah sesuai profesinya itu, profesi guru, bukan profesi bidang lain! Misalnya: guru nyambi dagang (dan sukses dari dagangnya) bukanlah guru suskses, melainkan pedagang sukses.
Sebab itu, guru sukses haruslah guru yang profesional, yakni guru yang berhasil (sukses) menjalankan profesinya. Hasil pelaksanaan tugas guru sukses harus mencapai target mutu di atas rata-rata, Sebut saja, hasil kerja guru sukses, misalnya: muridnya sukses mencapai tujuan pembelajaran di atas rata-rata standar minimal atau rata-rata murid yang diajar oleh guru lain.
Selanjutnya, keberuntungan guru sukses adalah keberuntungan yang berasal dari profesinya itu. Keberuntungan di sini lebih mengarah pada kesejahteraan, baik terkait dengan kedinasan maupun kesejahteraan hidup secara menyeluruh. Kesejahteraan yang terkait kedinasan bagi guru sukses, misalnya: fasilitas, keamanan dan kenyamanan dalam pelaksanaan tugas, kenaikan pangkat, jabatan, karir pasti, dan semacamnya. Kesejahteraan hidup secara menyeluruh terutama berkaitan dengan penghasilan guru demi menopang kebutuhan hidup rumah tangganya. Dengan demikian saya sebutkan bahwa guru sukses adalah guru yang profesional sekaligus sejahtera.
Satu hal lagi, keberhasilan dan keberuntungan guru sukses harus semakin meninggikan martabat guru sebagai profesi. Ya, martabat guru sebagai profesi, bukan martabat guru sebagai pekerja. Guru yang bermartabat tidak harus “meminta-minta” kesejahteraan kepada pihak lain.
Guru bermartabat adalah guru yang memiliki harga diri, guru yang memiliki tingkat derajat kemanusiaan yang tinggi. Inilah inti guru sukses. Seseorang yang memiliki harga diri tidak akan sampai hati melakukan hal-hal yang kontraproduktif dengan upaya peningkatan derajatnya, misalnya dengan “meminta-minta” sesuatu kepada pihak lain. Sebab itu guru yang masih suka “meminta-minta” kepada pihak lain belum termasuk guru bermartabat, dan guru demikian, tentunya tidak bisa digolongkan ke jajaran guru sukses.
Jadi, sekali lagi, guru sukses adalah guru yang profesional, bermartabat, dan sejahtera. Guru ini memiliki tingkat keprofesionalan yang tinggi dalam bekerja, menjaga diri untuk tetap pada tingkat derajat (kemuliaan) kemanusiaannya, sekaligus memperoleh kesejahteraan utuh dari profesi yang ditekuninya itu.
Akhirnya, kepada para guru di tanah air, baik yang sudah menduduki posisi guru sukses maupun yang masih baru dan sedang belajar menjadi guru sukses, atau kepada siapa saja yang menaruh minat pada kemajuan pendidikan di Indonesia melalui terwujudnya guru sukses yang semakin besar jumlahnya, saya UNDANG Anda untuk berpartisipasi.
Definisi, definisi guru sukses. Sekali lagi, definisi guru sukses dengan kata kunci: profesional, bermartabat, dan sejahtera! Ingat selalu! Definisi guru sukses: profesional, brmartabat, dan sejahtera. Masuk akalkah definisi di atas? Atau Anda punya definisi lain? Bergabunglah bersama kami.
Mari kita “share” pengalaman, demi kemajuan dunia pendidikan kita. Berikan komentar pada artikel sesuai topik, dan ajak teman Anda masuk ke SITUS ini untuk ambil bagian melalui: http://www.gurusukses.com.
Jadikan diri Anda guru sukses! Sukses sebagai agen pembelajaran, sukses dengan martabat tinggi, dan sukses dalam kesejahteran hidup. Jika Anda sukses sebagai guru, murid Anda pun akan terinspirasi untuk menjadi orang-orang sukses. MERDEKA!!!
;;;;;;;mutiara guru
Jacques Barzun ~
In teaching you cannot see the fruit of a day's work. It is invisible and remains so, maybe for twenty years.

Dalam hal belajar mengajar, Anda tidak bisa melihatnya buah dari apa yang anda ajarkan hari itu. Buah itu bisa terlihat dan akan terus terlihat, mungkin setelah dua puluh tahun.


Peter Drucker ~
Teaching is the only major occupation of man for which we have not yet developed tools that make an average person capable of competence and performance. In teaching we rely on the "naturals".

Mengajar adalah satu-satunya pekerjaan utama manusia yang untuknya kita belum bisa mengembangkan sarana yang bisa membuat orang biasa memiliki kemampuan dalam hal kompetensi dan prestasi. Dalam hal mengajar, kita sering mengandalkan "bakat alamiah".


Anonymous ~
Teaching is the profession that teaches all the other professions.

Mengajar adalah profesi yang mengajarkan semua profesi yang lainnya.


Elbert Hubbard ~
The object of teaching a child is to enable him to get along without his teacher.

Objek dari mengajar ada seorang anak. Pengajaran bertujuan untuk membuat anak itu maju tanpa didampingi gurunya.


John F. Kennedy ~
Modern cynics and skeptics... see no harm in paying those to whom they entrust the minds of their children a smaller wage than is paid to those to whom they entrust the care of their plumbing.

Orang-orang modern memandang sinis dan skeptis... mereka membayar lebih kecil kepada orang-orang yang mengurusi perkembangan pikiran anak-anak mereka dibandingkan dengan upah yang diberikan kepada orang-orang yang menangani perkembangan tubuh anak-anak mereka..........................................................

Uud tentang guru’’’’’’’’’’’’’’’’
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c. bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.
2. Dosen adalah pendidik dan ilmuwan profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan perguruan tinggi.
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah lembaga pemerintah atau lembaga masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal.
6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh seorang guru atau dosen sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah lembaga pendidikan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan serta mendidik guru pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk uang secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesiannya yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik yang profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lainnya.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur formal.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian bagi guru dan memiliki organisasi profesi keilmuan bagi dosen.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik serta sehat jasmani dan rohani untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pendidikan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara transparan, objektif, dan akuntabel (dapat dipercaya/bertanggung jawab).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta kemampuan; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan dalam bentuk subsidi oleh Pemerintah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, bagi daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(4) Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik baik kepada guru yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun kepada guru yang diangkat masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Pasal 18
(1) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) diberikan kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lainnya.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan profesinya, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan calon guru dengan pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin mutu pendidikan dan efisiensi.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal serta pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur formal sesuai dengan kewenangannya.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan jalur formal.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan berdasarkan kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengusulkan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal usul kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan berdasarkan kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus mempunyai hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang guru yang bertugas di daerah khusus diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru karena salah satu sebab sebagai berikut:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama antara penyelenggara pendidikan dengan guru.
(2) Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena salah satu sebab sebagai berikut:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri mendapat kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Menteri menetapkan kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan profesi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan biaya untuk meningkatkan profesionalisme dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan pokok dan kegiatan tambahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, organisasi guru, dan/atau masyarakat.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru sebagai penghargaan kepada guru yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, satuan pendidikan, dan/atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, tindakan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi guru, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, risiko kecelakaan kerja, risiko kebakaran pada waktu kerja, risiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti guru sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi kepada guru yang menjadi anggota;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan
e. memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan perguruan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain tentang kualifikasi akademik dan bidang keahlian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditentukan oleh senat akademik perguruan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus proses sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi sesuai dengan keperluan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen-tetap dan dosen-tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi pendidikan doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen-tidak tetap ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus untuk menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diberi gelar profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut tentang profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, untuk dapat diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Dosen
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; dan
f. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat, diberikan dalam bentuk subsidi oleh Pemerintah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang telah memiliki sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) kepada dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Pasal 55
(1) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) diberikan kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka memperoleh anggaran dan fasilitas khusus dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah, bagi daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 59
(1) Gaji dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat mengacu pada peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan profesinya, dosen berkewajiban:
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik dosen, serta nilai-nilai agama dan etika;
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan calon dosen dengan pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan memberikan tunjangan bagi dosen untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural dengan ketentuan sesuai dengan peraturan setiap perguruan tinggi.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena salah satu sebab sebagai berikut:
a. meninggal dunia;
b. telah mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara penyelenggara pendidikan dan dosen.
(2) Dosen diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena salah satu sebab berikut:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan perjanjian kerja; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatannya, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dengan mendapat kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Menteri menetapkan kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 71
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kompetensi dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan biaya untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (SKS) dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester (SKS).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan pokok dan tugas tambahan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, Penyelenggara pendidikan, organisasi dosen, dan/atau masyarakat.
(2) Pemberian penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, dalam rangka memperingati hari pendidikan nasional, dan/atau memperingati hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, satuan pendidikan, dan/atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, tindakan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi adalah perlindungan yang berkaitan dengan risiko terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, risiko kecelakaan kerja, risiko kebakaran pada waktu kerja, risiko bencana alam, risiko kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti dosen sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2)diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi sebagaimana diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi dan kode etik.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat dikenai sanksi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat dikenai sanksi sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 59, dan Pasal 71 diberi sanksi administratif oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi administratif bagi penyelenggara pendidikan dapat berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini:
a. Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional dan maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun atau sampai guru tersebut telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional dan maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun atau sampai guru tersebut telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(3) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dialokasikan melalui APBN dan APBD.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau diganti dengan peraturan baru berdasarkan undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi profesi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak undang-undang ini diundangkan;
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ---
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOESILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ----
MENTERI HUKUM DAN HAM
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ? NOMOR ?
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ???.. TAHUN ???
TENTANG
GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan: (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang; (3) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (4) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (5) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warganegara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia di masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan bermutu, oleh karena itu guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Dengan visi tersebut di atas, maka pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi sebagai berikut.
1. mengangkat martabat guru dan dosen ;
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen ;
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen ;
4. memajukan profesi serta dan karier guru dan dosen ;
5. meningkatkan mutu pembelajaran ;
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional ;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah dari segi jumlah, mutu, kompetensi, dan kualifikasi akademik ;
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah ; dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap pekerjaan guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimumnya, sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi: penegakan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen; perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut di atas, maka diperlukan Undang-Undang ini memerlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi profesional;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen ;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional ;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional ;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat ;
8. penguatan tanggungjawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional ; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 10
Ayat (1)
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Ayat (2)

Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.
Gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik penghasilan sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Tunjangan khusus adalah kompensasi bagi guru yang bertugas di daerah khusus.
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) dan Ayat (4).
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1).

‘’’ untuk Menjadi Guru yang Baik’’’
Untuk menjadi guru yang baik dan dapat melaksanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya, seorang guru dituntut untuk memiliki kualitas yang dituntut dari profil seorang guru, seperti:
1) memiliki kepribadian,
2) memiliki pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan,
3) memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi,
4) memiliki kemampuan dan ketrampilan profesi.
Di samping itu guru juga dituntut untuk memiliki beberapa kemampuan [kemampuan seorang guru] seperti:
a. menguasai materi pembelajaran dan kemampuan untuk memilih, menata, dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler yang mudah dicerna oleh siswa
b. memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar
c. memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar

‘’’’Penjelasan dari kemampuan seorang guru’’’
1. Penguasaan materi pelajaran sebagai dasar kemampuan guru untuk melakukan proses pembelajaran. Penguasaan materi pelajaran sebagai dasar kemampuan guru untuk melakukan proses pembelajaran
Anda mungkin pernah melihat guru yang tidak bisa berbicara jika dia sudah berdiri di muka kelas, atau berbicara tetapi bersifat mengulang-ulang kata/materi yang sudah diajarkannya, hal ini tentu saja bukan diakibatkan karena guru tersebut merasa nervous, rendah diri atau merasa bingung dengan apa yang akan diajarkannya. Hal ini mungkin juga pernah terjadi pada diri Anda, jika Anda tidak mengetahui topik/bahan pelajaran apa yang akan dibicarakan, atau bisa juga karena tidak meguasai materi yang akan diajarkan. Jika hal ini terjadi, bukan saja proses pembelajaran menjadi tidak menarik, tetapi juga bersifat monoton, siswa tidak tertarik untuk menyimak pelajaran yang sedang diajarkan guru, mereka cenderung akan asyik dengan dunianya masing-masing seperti mengobrol, bercanda, dan lain-lain. Jika hal ini terjadi secara terus menerus selama proses pembelajaran berlangsung, maka pelajaran yang disampaikan menjadi tidak menarik, tidak efektif, sehingga siswa tidak memahami apa yang telah disampaikan, dan pada akhirnya akan berakibat pada hasil penilaian siswa yang rendah, hal ini tentu saja dapat menumbuhkan pandangan negatif terhadap guru tersebut karena dinilai telah gagal dalam mendidik para siswanya. Guru yang profesional tidak akan mengalami hal seperti ini, sebab sebelum mulai mengajar mereka telah benar-benar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik dari segi adminstrasi seperti membuat persiapan mengajar, membuat program pembelajaran, media pembelajaran, maupun dari segi edukatif, seperti menguasai materi pelajaran, metode dan teknik pembelajaran.
Guru juga harus memiliki kemampuan untuk memilih, menata, dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler dan kemampuan daya tangkap sehingga mudah dicerna oleh siswa, dengan demikian proses pembelajaran menjadi menarik karena bersifat terarah, apalagi dilengkapi dengan media pembelajaran yang menarik, disampaikan secara lugas, tidak berbelit-belit, dan banyak melibatkan siswa.
2. Memiliki Penguasaan Teori dan Ketrampilan Mengajar.
Apakah untuk menjadi guru yang baik dan berhasil harus ada syarat lain selain penguasaan materi pembelajaran? Ya benar, sebab selain guru harus menguasai materi pelajaran, masih ada syarat lain yang harus dipenuhi guru yaitu memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar. Ada beberapa ketrampilan yang harus dikuasai guru antara lain:
A. Ketrampilan menjelaskan;
Penjelasan materi pelajaran yang mudah dipahami siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, oleh sebab itu guru diharapkan mampu mengorganisasikan materi pelajaran dengan perencanaan yang sistematis, sehingga mudah dipahami oleh siswa.
Ketrampilan ini bertujuan untuk:
• membantu siswa dalam memahami konsep, hukum, prinsip, atau prosedur
• membantu siswa menjawab pertanyaan
• melibatkan siswa untuk berpikir
• mendapatkan balikan dari siswa
• membantu siswa menghayati proses nalar
Ketrampilan menjelaskan terdiri dari:
a. komponen perencanaan, seperti: pokok-pokok materi pelajaran, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik siswa
b. komponen penyajian, seperti: kejelasan bahasa, berbicara, mendefinisikan istilah, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan pada bagian-bagian yang penting, dan balikan tentang penjelasan yang disajikan dengan melihat mimik siswa saat mengajukan pertanyaan.
Hal-hal apa sajakah yang perlu Anda perhatikan dalam menerapkan ketrampilan menjelaskan:
• penjelasan diberikan pada awal, tengah, ataupun akhir pembelajaran
• harus relevan dengan tujuan
• materi penjelasan harus bermakna
• penjelasan harus sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa.
B .Ketrampilan memberi penguatan;
Ketrampilan memberi penguatan baru akan nampak pada saat guru memberikan respon terhadap munculnya tingkah laku siswa yang bernilai positif, sehingga dapat meningkatkan perhatian dan motivasi belajar siswa kearah yang lebih positif. Penguatan dapat diberikan dalam bentuk verbal (kata-kata/pujian), dan non verbal, seperti: gerakan mendekati, mimik dan gerakan badan, sentuhan, dan kegiatan yang menyenangkan siswa (audience).
C. Ketrampilan bertanya;
Mengapa guru harus memiliki ketrampilan bertanya?
Hampir semua kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan tanya jawab. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilaksanakan guru dapat belangsung secara timbal balik, tidak membosankan, sekaligus guru dapat memantau siswanya. Kualitas pertanyaan guru menggambarkan kualitas jawaban siswa, oleh sebab itu guru yang terampil dalam bertanya, akan mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Bertanya yang baik diperlukan ketrampilan tersendiri, sehingga pada saat guru bertanya kepada siswa, mereka tidak merasa seolah-olah sedang diadili. Teknik tersebut antara lain:
a. Mengubah tuntutan tingkat pengetahuan dalam menjawab pertanyaan
b. Memberikan pertanyaan dari yang sederhana ke yang komplek
c. Menggunakan pertanyaan pelacak dengan berbagai teknik
d. Meningkatkan interaksi dengan cara meminta siswa lain memberikan jawaban atas pertanyaan yang sama.
D. Ketrampilan mengadakan variasi pembelajaran;
Ketrampilan jenis ini harus dimiliki guru dengan tujuan untuk mengadakan variasi guna melakukan perubahan dalam proses kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa, serta mengurangi rasa jenuh dan bosan selama mengikuti proses pembelajaran.
Ketrampilan mengadakan variasi meliputi:
• variasi dalam gaya mengajar
• variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran, dan
• variasi dalam pola interkasi dan kegiatan
E.Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran;
Kegiatan pembukaan dilakukan guru untuk menciptakan suasana yang dapat menimbulkan kesiapan mental siswa agar termotivasi terhadap pelajaran yang akan diberikan guru. Kegiatan ini bisa berbentuk appersepsi, pretes, atau tanyajawab terhadap materi yang lalu atau materi yang akan diberikan. Sedangkan kegiatan penutup adalah kegiatan terakhir yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran.
Tujuan dari ketrampilan membuka dan menutup pelajaran adalah:
a. menumbuhkan semangat, motivasi, dan perhatian siswa
b. agar siswa menyadari batas-batas tugasnya
c. agar siswa memahami hubungan antar materi yang telah disampaikan guru
d. agar siswa menyadari tingkat keberhasilan yang telah dicapainya.
Kegiatan membuka pelajaran terdiri dari aspek:
a. dapat menarik perhatian siswa
b. dapat menimbulkan motivasi
c. memberikan acuan
d. membuat kaitan
Kegiatan menutup pelajaran terdiri dari:
a. membuat rangkuman/ringkasan
b. melaksanakan evaluasi akhir pelajaran
c. memberikan tindaklanjut
F. Ketrampilan mengelola kelas.
Ketrampilan ini harus dimiliki guru dalam rangka menciptakan dan mempertahankan situasi kelas yang kondusif dan menyenangkan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Di samping itu ketrampilan ini bermanfaat bagi guru terutama untuk:
a. mendorong siswa agar dapat bertanggungjawab baik secara individu /klasikal terhadap perilakunya
b. menyadari kebutuhan siswa
c. memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa
3. Memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar.
Untuk dapat memahami anak didik dengan baik, seorang guru harus dapat memahami hakikat pertumbuhan dan perkembangan mereka serta memahami karakteristik anak didiknya. Hal ini disebabkan karena siswa sebagai manusia mengalami perubahan-perubahan fisik, interaksi sosial, kemampuan mengingat, kemampuan emosional, kemampuan intelektual, kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor. Dengan dikuasainya pemahaman anak didik oleh guru, akan memudahkan guru tersebut dalam melaksanakan proses pembelajaran sebab guru akan dapat memberikan materi yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Syart2//// 2
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dengan manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok
2. Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3. Persyaratan psikis
Yang berkaiatan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, maupun mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian. Di samping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tatapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memilki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru itu harus memiliki panggilan hati nurani untuk mengabdi untuk anak didik.
4. Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab, bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa/anak didiknya.

5. Persyaratan mental
Persyartan mental antara lain meliputi: memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi keguruan, mencintai dan mengabdi pada tugas jabatan, bermental pancasila dan bersikap hidup demokratis.
6. Persyaratan moral;;Guru harus mempunyai sifat sosial dan budi pekerti yang luhur, sanggup berbuat kebajikan, serta bertingkah laku yang bisa dijadikan suri tauladan bagi orang-orang dan masyarakat di sekelilingnya.Dari syarat-syarat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mengingat tugas sebagai guru adalah tugas yang berat tetapi mulia, maka dituntut syarat-syarat jasmani, rohani dan sifat-sifat lain yang diharapkan dapat menunjang untuk memikul tugas itu dengan sebaik-baiknya.


t;;;;;2